"Okkotsu, bisa kau buka kan pintunya? Ini aku Rin, apa kau akan mengabaikan ku lagi?" Sejak dua hari yang lalu Rin selalu ke rumah Yuuta, mencari tahu bagaimana keadaannya. Rin yakin Yuuta terus menerus mengurung dirinya gara gara kematian Rika yang terjadi tepat didepan matanya.
"Hey-!! Astaga ayolah-!" Rin berusaha membuka pintunya dari luar, memutar paksa gagang pintu untung saja tidak rusak. Tapi ya mustahil karna itu terkunci dari dalam.
Rin mendengus menatap lekat pintu didepannya. "Akan ku beritahu satu hal, besok aku akan keluar kota. Jaraknya cukup jauh, disana aku akan melanjutkan sekolah ku."
"Besok, jam 9 pagi distasiun. Akan kutunggu, Yuuta." Selepas mengucapkan itu Rin berbalik pergi lalu pulang ke rumahnya. Agaknya hatinya sakit entah kenapa.
Beralih pada Yuuta, sekarang ia masih memeluk lututnya. Ia dengar, pertama kalinya ia dipanggil Rin seperti itu walaupun suaranya terdengar sangat datar. Meski sudah bertahun tahun mereka berteman sebenarnya Yuuta dan Rin tidak sedekat mereka dengan Rika.
Rin masih memanggilnya dengan nama Okkotsu, begitu pula Yuuta ia memanggil Rin dengan nama Oha/Ohaneze. Dan hari ini adalah hari perubahan, entah Yuuta harus senang atau apa dipanggil dengan nama 'Yuuta' oleh Rin.
———
"Wah wah kau memakainya? Syukurlah." Rin menatap pergelangan Yuuta, gelang yang ia berikan disaat ulang tahunnya akhirnya dipakai. Ini cukup membuatnya tenang sekarang, tapi setelah melihat keadaan Yuuta dengan mata panda dan tubuh yang lesu membuat Rin cukup sedih.
Yuuta manggut manggut menanggapi ucapan Rin, ia masih tidak tahu apa yang harus ia katakan sekarang. Ia merasa bersalah karna sudah menghindari Rin, tapi itu juga untuk kebaikannya. Ia tidak ingin melukai Rin, satu satunya sahabat yang tersisa.
"Kapan kau pulang... Rin?" Tanya Yuuta sedikit mengangkat kepalanya, maniknya masih bekum berani menatap Rin.
"Setelah aku lulus mungkin? Entahlah nanti akan ku kabari lewat surat atau ponsel kalau sempat."
"Begitu.." Gunam Yuuta mulai kembali menunduk menggenggam erat kedua tangannya yang gemetar.
Yuuta mulai melamun, memikirkan apa yang terjadi kedepannya. Rika sudah mati, Rin akan pergi, lalu siapa lagi yang akan menjadi temannya?
"SIALAN KAU, KALAU MAU NYARI DUIT JANGAN JADI PENCOPET BODOH." Rin, ia menarik kencang tasnya dari seseorang. Mereka berebut, tapi ujungnya Rin terjungkal.
"Rin-!" Yuuta sigap menolong Rin dan berhadapan dengan pencopet itu. Ia berusaha mengambilnya, tapi pada akhirnya ia ditendang hingga terbentur ke dinding. Kepalanya serasa sangat pening, pandangannya mulai buram.
Yuuta mengernyit mengerjapkan matanya beberapa kali agar pandangannya kembali normal, tapi saat itu terjadi ia tak menyangka sebuah kutukan keluar dari dirinya.
"Jangan sakiti Yuuta." Suara mengerikan itu keluar dari seekor kutukan, ukurannya sangat besar. Rin terbelalak dan mematung, mulutnya tak bisa bersuara sepatah kata pun.
Bagaimana bisa sebuah kutukan berada disini? Padahal tak pernah ada kasus kutukan disini lagian tempat ini sangat ramai.
'Apa aku harus melawannya? T-tapi aku masih belum bisa mengendalikan teknik kutukanku..' Batin Rin menatap tajam kutukan didekat Yuuta, matanya sama sekali tak berkedip melihat itu.
Kutukan itu menghajar sang pencopet hingga sekarat. Rin terkejut bukan main, saat ini Yuuta meneriaki kutukan itu dengan nama Rika, si sahabat terbaiknya seumur hidup.
"Rin-!! Pergi dari sini, evakuasi yang lain, kau--" Ini ayah Rin, ia baru saja kembali setelah mendengar keributan dari sini. Matanya terbelalak melihat ekspresi Rin yang benar benar shock.
"O-Otousan.. d-dia bilang.. Ri-Rika.."
"RIKA HENTIKAN-!!" Yuuta terus berusaha menghentikan tindakan kutukan itu yang mulai menyerang ke arah Rin dan ayahnya. Karna ayahnya seorang shaman, ia melindungi dirinya dan anaknya.
"Rika..." Gumam Rin, maniknya terus terpaku ke arah kutukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Love -Okkotsu Yuuta [Drabble]
FanfictionOhaneze Rin, seorang anak dari keluarga Ohaneze yang dipenuhi para shaman hebat. Ia selalu bertingkah seenaknya, tak beradap bahkan bar bar nya luar biasa tanpa memandang status. Ia berpikir bahwa dunia ini hanya taman bermain, apapun situasinya ia...