» pomh.05 - wib

350 63 2
                                    

lemesin readers!
⚠ bahasa absurd, umpatan, typo, bijak dalam menyikapi ya

---

lembar kelima, waktu i ber-overthinking.

Jujur sejak kepergian Jervine lima belas menit lalu, Sharen terus - terusan membanting pulpennya. Ia gusar! Jujur nih ya jujur mumpung Sharen lagi mau jujur, ia khawatir dengan keadaan Jervine.

Cewek itu jadi kehilangan fokusnya dalam mengerjakan sincostan yang - " Sialan, gue ga paham lagi." Ia menggigit bibir bawahnya.

" Ah!" Kemudian berdiri dan meraih ponselnya, mencari kontak teman - temannya yang bisa dihubungi.

" Halo?"

" Jangan ganggu please Sha, gue lagi nugas!" Kemudian sambungan terputus secara sepihak " Lah tumben amat Seyan rajin gini?"

Tak hilang akal, ia menghubungi nomor Rere " Hal—"

" Jangan telfon dulu Sha, gue ada urusan."

" O-oh, oke." Kemudian sambungan juga terputus, " Kenapa tuh jablay?" Gumamnya.

Lalu Sharen mendial nomor Dara, Acha, juga Maira. Namun mereka juga seperti tengah tersambar petir rajin, makannya alasan yang dipakai pun sama.

" Sorry Sha, nugas."

" Napa? Sini ngerumpi." Memang cuma anaknya Aa Justin yang paling mengerti.

" Lah, ga nugas lo?" Tanya Sharen memandang wajah bantal Somi. Bahkan cewek itu dengan santainya memakai boxer dan tanktop.

" Gue nugas? Overthinking dulu baru nugas!" Paling klop ini sama Sharen.

" Pake celana siapa lu anjir gambar spiderman?" Somi tertawa kemudian berdiri dan memamerkan celana boxernya " Punya si Justin lah, gue mana punya celana ginian."

Sharen ikut tertawa mendengarnya " Anak durhaka lo, manggil cuma pake nama."

" Lah emak gue juga gitu, manggilnya Titin. Giliran bapak gue suka manggil Lilis Lilis, panggilan kesayangan katanya." Keluarga gesrek.

" Pantes anaknya ga waras kaya lo ya?" Somi mengacungkan jempolnya " Keluarga Tarzan."

Kemudian terdengar suara teriakan seorang wanita yang bisa dipastikan mama Somi " May!"

" Iya mah!" Sautnya dengan teriakan pula " Potongin bawang sebentar!" Somi menatap Sharen meminta persetujuan.

" Gih bantuin si Lilis, nanti rumah lo ambruk dia ngamuk." Somi terkekeh " Oke, bentar ya. Jangan dimatiin!" Sharen mengacungkan jempolnya.

---

Bahkan dua jam menjalankan wib dengan Somi pun sepertinya tak cukup untuk mengenyahkan rasa khawatir Sharen.

Berakhirlah cewek itu menghabiskan satu cangkir kopi untuk menemani malamnya. Bahkan buku - bukunya pun masih menganga di atas meja.

Sharen sudah bolak - balik membuka sosmed mulai dari scroll beranda instagram, ngetawain lawakan twitter, galauin quotes tiktok, ngecek beranda whatsapp. Tapi tetap saja!

Akhirnya ia mendial nomor Javier untuk menanyakan Jervine. Cukup lama cowok itu baru menerima panggilan darinya.

" Halo? Kenapa Sha?"

" Vi, lo tau ngga Jer—"

" Ciee, ada apa nih nanyain Vine segala?" Sharen terdiam sebentar, Vine?

" Vine?" Terdengar kekehan dari Vier di seberang panggilan " Jervine, siapa lagi emang?"

" Skip, abang lo dimana?" Javier terdiam sebentar " Sehat kok mentalnya, dia lagi cekikikan tuh sama Jemi ngeladenin Hekal yang udah mabuk."

Sharen menghela nafasnya lega, " Dia ikut balap?"

" Baru aja selesai," Kemudian keduanya sama - sama diam sebelum Sharen kembali membuka percakapan.

" Vi,"

" Hm?"

" Gimana kabar lo?" Walaupun Sharen tak bisa melihatnya, tapi Javier sekarang tengah tersenyum " Baik kok Sha, lo gimana?"

Sharen menghela nafasnya " Selama semuanya masih baik, gue juga baik kok." Cewek itu juga ikut tersenyum, menangisi kata - katanya barusan.

" Masih lama ya disana?"

" Paling ntar sebelum subuh juga balik, lo tau sendiri. Gue gabisa pulang kalau udah subuh." Sharen mengangguk mengerti " Yaudah, hati - hati."

" Lo juga."

" Yaudah, gue tutup ya?"

" Ok." Kemudian sambungan pun terputus, Sharen kembali menghela nafasnya. Cewek itu membanting ponselnya ke atas meja. iPhone 12 loh bro, wagelaseh!

Kemudian beranjak untuk merapikan bukunya yang sudah berserakan di atas meja, dan membawanya ke kamar.

wim, waktu i molor.

---

dilain sisi, di waktu yang sama,

Javier menghela nafasnya, kemudian ia membuka pintu toilet. Membayar jasa toilet dan bergegas ke apotek terdekat untuk membeli stok perban yang habis.

Kembali dengan satu kresek berisi dua kotak perban gulung, melemparkannya ke wajah Jervine. Memang kurangajar.

" Tuh!"

" Lama amat." Gerutu Rendy, kebetulan ia adalah anak PMR. Javier memang tak berbohong jika mental Jervine sehat bukan? Tapi luka gores, juga darah yang merembes dari kapas yang tertempel di kaki Jervine mengatakan jika fisiknya tak baik - baik saja.

Kalau kata Jemi, Jervine baru saja mengepel aspal dengan badannya.

" Elah Jer, aspal mah disapu kali. Lo ngapain ngepel segala? Pake air mending, ini pake darah lo." Dan satu lemparan tisu bekas iler Hekal terbang mengenai wajah tampan buaya karat Sabang tersebut.

" Semprotin alkohol aja Ren," Katanya masih dengan ringisan - ringisan perih yang terdengar " Halah lo baru di bersihin pake air aja udah gini gimana pake alkohol? Kejang - kejang lo."

" Udah gapapa, ntar juga sembuh kan?" Rendy menghela nafas, lalu menuruti keinginan tuan muda Alatas ini.

" AKH! YA JANGAN TANGAN GUE JUGA LU REMUKIN JERUK!" Kemudian satu tongkrongan heboh dengan teriakan Jemi yang tangannya seperti tengah diremas bison. Apalagi urat - urat Jervine sampai kelihatan.

Ada yang mau menggantikan Jemi?

---
to be continued.

𝗣𝗥𝗢𝗢𝗙 𝗢𝗙 𝗠𝗬 𝗛𝗘𝗔𝗥𝗧𝗕𝗘𝗔𝗧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang