8

70.1K 6.2K 37
                                    

Tandai typo ya cakep :)
____________________________

"Dagingnya tebel ya Mas, aku biasanya dapat yang lebih besar bijinya dari kulitnya,"

Mas Janu menyahut, "kamu suka?"

Aku mengangguk, pasti lah. Berlawanan dengan kakakku Mas Radit yang sangat anti dengan duren bahkan bisa mual hanya dengan mencium baunya.

Kami menoleh bersamaan saat mendapati Ibu mengambil minum.

"Ibu, Janu beli duren tadi. Ayo makan bersama," panggil suamiku sopan. Ibu ternyata suka makan duren juga.

"Kamu bukannya ndak suka duren, Mas?" Tanya Ibu, masih tak mau mendekat.

"Ana tadi kepingin, Janu belikan di kota,"

"Oh..."

"Ayo, Bu,"

"Ndak usah. Untuk istrimu saja," sahut ibu cuek.

"Ehm, ini ga Ana habisin juga kok, Bu. Banyak, ayo kita makan berdua," ajakku tak enak hati.

"Ya dihabisin lah, nduk. Kasian sudah dibelikan jauh-jauh sama Janu," kata Ibu, mengambil termos berisi air dan berlalu dari dapur.

Urat-uratku jadi tegang, meruntuki diri ini yang begitu mudah tersinggung. Entahlah, aku selalu merasa tidak cocok dengan Ibu mertua.

Mas Janu mengusap punggung tanganku. "Ayo dimakan. Mungkin Ibu kekenyangan habis makan gorengan,"

"Ehm, iya Mas,"

Aku tersenyum kaku. Mungkin Ibu masih butuh waktu untuk mengenalku. Aku tidak bisa pesimis hanya karena berpatokan dengan perkataan Ibu sore tadi. Tuhan Maha membolak-balikkan hati manusia, aku percaya.

"Mas tadi ketemu Lala?"

"Iya,"

"Wahh... aku lupa banget tadi nitip hadiah buat dia,"

"Saya ada beli mainan, saya bilang dari kamu,"

Lho?

"Kok bisa?"

"Biar pun kalian tidak ketemu, saya harap anak saya bisa merasa mengenal kamu. Saya paham kamu simpati dengan Lala, hanya saja terbatas jarak,"

"Lain kali aku kepingin ikut juga Mas. Biar ketemu Lala,"

Mas Janu menerbitkan senyum tipisnya. Mengusap rambutku dengan berkata, "terimakasih ya,"

Aku menyengir. Senang sekali di dekat Mas Janu, aura negatif langsung berubah arah positif.

"Dulu saya tidak tega memisahkan Prita dengan Lala karena anak saya masih kecil, lebih banyak membutuhkan ibunya ketimbang saya. Walau sebenarnya Lala lebih nyaman dengan saya, tetap saja diurus dengan ibu berbeda jikalau diurus dengan bapak,"

Aku berdehem, pembahasan kali ini begitu sensitif sepertinya.

"Saya senang kamu tidak pernah bertanya tentang kehidupan rumahtangga saya sebelumnya,"

"Ehm, bukannya aku tidak tertarik, Mas. Tapi kurasa Mas punya ranah sendiri, hak Mas untuk menceritakan diri Mas di masa lalu. Aku menerima Mas sebagai Mas Janu yang saat ini, suamiku. Bukan Mas yang dulu yang masih menjadi milik orang lain," kataku serius.

DUDA PILIHAN BAPAK (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang