"Wis, nanti nak Janu yang urus masalah itu. Bapak kan ndak tahu apa-apa terkait alat-alat berat, ngurusnya kemana, jenisnya apa," Pria paruh baya itu mengelus dagunya.
"Bapak tahu kamu jujur, bisa dipercaya. Kenapa mesti tanya bapak lagi?" Tanyanya terkekeh kecil.
"Saya hanya mau memberitahu. Bagaimana pun segala urusan ada dikendalikan oleh Bapak, saya di sini membantu. Tidak pantas saya bertindak tanpa sepengetahuan Bapak apalagi melibatkan aspek finansial yang besar,"
"Apa nak Janu sudah meninjau?"
"Sudah, sebelumnya juga saya meneliti hasil panen sebelumnya dengan sekarang. Jika kita menambah kuantitasnya lebih banyak dan memadai, tentu hasil panen berikutnya akan maksimal meski modal tidak kembali dalam sekali panen, setidaknya bisa menutupi sebagian besar pengeluaran kita," jelas Janu.
"Ya wis, terserah kamu bagaimana baiknya. Bapak ndak pernah meragukan kamu,"
"Njih,"
Mereka mengobrol lama, sampai ketika seorang wanita yang merupakan istri dari pemilik lahan persawahan itu tergopoh-gopoh menghampiri suaminya.
"Apa toh, buk?"
"Ini! Anakmu menelpon, disambar motor pas mau ke kampus..." sang Ibu begitu panik, putri semata wayangnya bahkan hanya mengabari kabar dan sedikit menceritakan kejadian kecil beberapa waktu lalu yang membuatnya baik-baik saja.
"Baik-baik aja Pak, Ibu ih berlebihan..." suara seorang gadis terdengar nyaring dari speaker ponsel Ibunya.
"Ibu kirim Masmu ya? Menengok, Ibu ndak percaya dengan kamu..."
"Ndak perlu Ibu," seru gadis itu lagi.
"Benar ndak papa, nduk?" Tanya Bapak khawatir. Anak gadis satu-satunya, tentulah khawatir mereka besar apalagi karena hidup terpisah.
"Ana baik kok, kemarin cuman kecelakaan kecil. Tidak luka sama sekali kok Bu, Pak,"
"Yang bener ya kamu! Ibu turun ke kota beneran lho sama Mas mu,"
"Ana gapapa, buk,"
"Ibumu memang begitu. Anaknya sudah bilang ndak papa malah dipermasalahkan. Sing penting anake wis sehat,"
Ibu cemberut. "Apa mesti kenapa-napa dulu baru khawatir? Bapak iku ndak sayang anak, apa?"
"Ya sayang, tapi kan..." Bapak mulai mengeluarkan petuahnya. Dua pasangan itu sibuk berdebat dengan sang gadis yang sesekali menyeka di balik telepon dan juga Janu yang tersenyum tipis memperhatikan keduanya.
Menjelang siang, Janu diajak makan bersama keluarga itu. Mereka menikmati hidangan siang sambil mengobrol banyak hal.
"Itu anak Bapak, anak perempuan satu-satunya," Bapak mendekati Janu yang sedang memandang pigura seorang gadis cantik berpose dengan gaya yang begitu apik.
"Dia sekarang kuliah di kota, sebentar lagi selesai,"
"Kenapa dilepas jauh?" Tanya Janu, merasa tertarik.
"Dia memang begitu, ingin hidup mandiri dan punya cita-citanya sendiri. Bapak mendukung, tidak mengekang setiap pergerakannya,"
Janu ingat suara perempuan yang tadi menelpon dan menghebohkan kedua pasangan paruh baya itu. Kalem...
Janu sudah pernah melihat sebelumnya, meski baru berbekas di ingatannya sekarang.
Pelan, lelaki itu tersenyum.
Perempuan itu cukup menarik perhatiannya, sesederhana mendengar suaranya.
Dari satu cerita ke cerita yang lain, Janu tahu dari Bapak jikalau perempuan itu sudah pernah ada yang melamar sebelumnya. Janu ingin, ingin menjadi lelaki terakhir yang melamarnya. Tentu saja, memantaskan diri membutuhkan waktu yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA PILIHAN BAPAK (End)
RomanceAna, perempuan modern yang dipaksa pulang ke kampung halaman demi orang tuanya. Kepulangannya dikira akan menghadapi berbagai kendala yang membuatnya tertinggal jauh dari teknologi, tapi ternyata tidak. Desanya sudah maju dan berkembang pesat oleh s...