52| Extra Chapter VIII

31.2K 2.3K 146
                                    

"Namaku Rhea," Rhea mengambil napas untuk melafalkan namanya sendiri. "Rhea, Kirana, Mentaariiiii .... Biasa dipanggil Adik Eeya, kalau sudah gedhe mau jadi byuti ploo ... ger, biar cantik kayak Bunda, hihihi," Rhea membekap mulutnya terkikik pelan, membuat seisi ruangan ikut tertawa melihat tingkah lucunya. Gadis kecil Januardi itu sedang berdiri dengan sepatu berhak tinggi, baju princess, dan rambut yang sengaja dibuat ikal oleh Ana menjuntai sampai bahu.

Janu tertawa lebar, meraih tubuh putrinya ke atas pangkuan. 

"Anaknya Janu gaya banget ternyata," kekeh Ataya, sepupu Janu yang berkunjung hari ini ke rumah.

Ana menyuguhkan berbagai hidangan makanan untuk tamu-tamu dari keluarga suaminya, sesekali melirik Rhea yang kepedean. 

"Ini anak nomer berapa, Mas?" Tanya Safira, istri Ataya. 

Belum saja Janu menjawab, Rhea sudah menjulurkan empat jarinya. "Rhea anak ke empat, Tante. Anak pertamaaa, ada Skaila Tatasurya, dipanggilnya Lala. Anaknya cantik, terus punya dua Bunda. Bunda Ana, sama Bunda Prita. Tapi Bunda Ana lebih cantik dan imut," Rhea mencubit sendiri pipinya kegemasan. 

"Teruss, anak kedua ada Mas Agat, Jagat Rayaaaa Januardi. Anaknya ndak baik, Tante. Suka menarik rambut Eya, suka ketawain Eya, suka coret-coret alis Eya," Rhea mencebikkan bibirnya, matanya menyorot tak suka.

"Terus, anak ketiga ada Mas Edai. Badai Guruh Jenggala. Mas Edai baik, suka buatin Eya susu, suka rapihin mainan Eya, suka potongin kuku Eya kalau panjang. Tapi, Mas Edai suka ngelarang Eya main dalam rumah, mainan Eya disimpan di rak yang tinggi-tinggi, padahal kan Eya mau main, huft!" Rhea melipat tangan di depan dada, menghembuskan napas ke arah atas, meniup poninya.

Janu terkekeh, mengacak rambut putrinya dengan gemas. "Terus ada siapa lagi, sayang?"

Rhea kembali menghitung jumlah kakaknya yang sudah ia perkenalkan. "Oh! Ada adik Eya dong, Ayah! Eya kan anak ke empat. Anak paling imut dan cantik. Iya kan, Bunda?" Tanya Rhea kepada Ana.

Ana mendengus, "hm,"

Rhea terkikik pelan, "terus, ada adik Lana. Kelanaaa Langit Senjani, yang paling kecil dan manis. Rhea suka dandanin pakai lipstiknya Bunda, pakein gaun, habis itu minum susu bareng-bareng,"

Ana duduk di sebelah suaminya, ikut memperhatikan putri mereka berceloteh panjang lebar. 

"Waduh, Mas Janu tocker banget nih. Anaknya banyak, bisa bikin satu suku, kali ya. Padahal istrinya hanya satu," Ataya terkekeh.

"Sebenarnya kalau dibari lagi ya mau-mau saja, kemarin sempat mengira Bundanya anak-anak hamil lagi, tapi ternyata Qadarullah belum," Janu merangkul istrinya bangga.

"Waduh, sesak juga ya, Mbak Ana, suaminya ini beneran niat membuatkan satu suku. Syukur Mbak masih muda, masih bisa hamil," komentar Ataya lagi.

"Bersyukur Mas Janu hanya meminta menambah anak. Kalau meminta menambah istri, perang panci bakal terjadi. Apalagi kalau sampai melirik-lirik yang lain," Ana menoleh kepada suaminya dengan penuh peringatan. Akhir-akhir ini semakin gencar saja janda muda menggoda suaminya. Meskipun selama ini Ana tipe istri yang cuek, namun masalah perempuan dia akan gencar sekali.

Janu tertawa, "Ayah mana mungkin berpaling, Bun. Cintaku nang awakmu iku koyok kamera. Fokus nang awakmu tok, liyane ngeblur," goda Janu, mencolek dagu istrinya hingga Ana bersemu-semu.

"Pantes sampeyan tetap awet muda, guyonan terus. Tapi kalau sudah di luar kelihatan sok cool," Ataya menggeleng takjub sekaligus mengejek.

***

Kepindahan Janu sekeluarga akhirnya mendapat restu dari kedua orang tua. Selepas hari Ied, Janu mengadakan acara kumpul-kumpul bersama teman-temannya di rumah, karena sebentar lagi pasti akan jarang bertemu. 

DUDA PILIHAN BAPAK (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang