44| Epilogue

78K 5.3K 287
                                    

"Ayah pulang!" Seru Janu, menghampiri istrinya di dapur. Di sisinya ada Lala yang tengah menggendong dus berisi ayam warna-warni yang sibuk mematuk meminta dilepaskan. Sementara itu, Jagat digandeng dengan Ayahnya karena anak itu sedang aktif-aktifnya berjalan, sudah tak mau lagi digendong.

"Bunda, Lala ada ayam cantik! Warnanya banyak, ada warna ungunya juga. Imuuut dech,"

Ana meringis, putrinya begitu gemas dengan ayam sampai merangkum leher hewan tak berdosa itu dengan keras.

"Jangan masukin rumah ya, sayang. Nanti kotor,"

"Ndakpapa, Bun. Nanti dibersihkan kalau ada kotorannya, tadi Ayah juga belikan konsentrat sekilo biar anak-anak beri makan," Kata Janu yang seketika membuat mata Ana memicing tajam.

"Siapa yang mau bersihkan? Mas Janu?" Tanya Ana galak. Ujung-ujungnya pasti dia yang berurusan dengan kotoran ayam. Bisa-bisa rumahnya bervirus.

Lala menarik adiknya ke pojokan, mengeluarkan ayam-ayamnya yang sudah mematuk-matuk dus sedari tadi.

Janu menggaruk kepalanya, "ya... nanti Ayah bersihkan," jawabnya ragu, tak yakin.

"Lebih aman di luar, Mas. Itu anak-anak nanti tangannya banyak kuman. Itu Lala juga mijit-mijit, nanti cacingan, Mas,"

"Kalau dibawa keluar ya justru Ayamnya terkontaminasi dengan lingkungan, lebih baik tinggal di dalam," jawaban Janu sama sekali tak konservatif di telinga Ana.

Ini sudah menjadi akal-akalan Janu, Ana paham sekali. Akhir-akhir ini Lala dan Jagat sering diputarkan ayam-ayam di youtube oleh Ayahnya, hingga Janu terinspirasi untuk membelikan di pasar agar anak-anak ada kesibukan. Tidak lain dan tidak bukan supaya Janu ada waktu berpacaran dengan sang istri.

"Terserah Mas Janu," Ana mendesah pasrah, membongkar belanjaan Janu lantas mengernyit.

"Mas?"

"Hm?" Janu mengalihkan perhatian dari anak-anaknya, Lala sedang mengambil baskom mandi Jagat dan memasukkan ayam-ayamnya di dalam sana, hendak memandikannya.

"Kenapa, Bun?"

Wajah Ana cemberut, "ke pasar hanya beli makanan Ayam?"

"Iya,"

"Terus makanan buat istri mana? Aku kan menitip es buah, Mas..."

Es buah.

Bukannya Janu ke pasar karena mau membelikan Ana es buah?

Ana mengelus perutnya, "tuh, lihat nak. Ayah lebih sayang ayam daripada bunda," monolognya dengan calon buah cintanya yang sudah berusia empat bulan.

"Lha... iya, Bun. Maaf, Ayah kelupaan. Bukan begitu..."

"Sudah, aku sudah malas, Mas," Ana membereskan bekas piringnya sebelum berlalu ke kamar dengan kesal.

"Ayah... ayok bantuin kita angkat air buat mandiin ayam!" Teriak Lala.

Apa lagi itu?

Astaga, Janu jadi kelimpungan sendiri.

"Ayan na Agat ndi, Yah!" Adu Jagat, memonyongkan bibirnya di akhir kalimat. (Ayamnya Jagat mandi, Ayah!)

"Ayah, sekarang giliran Ayah yang angkat air. Lala udah capek, sekalian ambilkan shampo switjalnya Jagat ya Ayah," pinta Lala, beralih memandikan ayam-ayamnya yang diperlakukan persis seperti bebek.

"Sayang, main sini dulu, ya. Nanti ayah balik," pesan Janu, segera mengambil kunci motor untuk kembali ke pasar mencarikan istrinya es buah.

"Ayah mau kemana? Ikut!"

DUDA PILIHAN BAPAK (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang