"Bu Ana, nanti kita mau ke rumah ya. Mau lihat-lihat tas yang Ibu story kemarin,"
Ana tersenyum manis. "Boleh bu, boleh. Itu gambarnya real pict loh, saya ambil sendiri. Kalau Ibu-Ibu mau ke rumah tinggal telpon saja ya,"
Ana memang sedang memperluas jangkauan barangnya, dari daster merambah ke tas-tas lucu. Bahkan beberapa ada yang dibeli siswanya sendiri lantaran gemas dan model tidak termakan jaman.
Ana melambai dengan teman kantornya, Janu sudah menunggu di depan ruang guru hendak menjemputnya. Di musim hujan begini, Janu usahakan menjemput Ana lebih awal sebelum wanita itu benar-benar pulang dan terpaksa hujan-hujanan menunggunya di depan gerbang.
Janu mencium kening istrinya sebentar sebelum menyalakan mesin mobilnya. "Nanti jadi mampir?"
Ana mengangguk. Semalam ia sudah memberitahu Radit kalau hari ini ia dan Janu akan mampir ke ruko kakaknya itu untuk membeli beberapa bahan makanan yang nantinya dipakai membuat roti. Ana sedang kepingin, semoga saja mertuanya mau meminjamkan dapur untuknya.
"Nanti teman kantor ada yang mau ke rumah, Mas. Katanya mau lihat-lihat tas yang kemarin dulu datang itu,"
Janu hanya bergumam, satu tangannya sibuk menyetir, sementara tangan yang satu sedang mengelus perut istrinya. Akhir-akhir ini Janu jadi punya kegiatan baru. Biasanya sehabis pulang dari masjid dia akan tidur di pangkuan istrinya sambil mendusel-dusel kepalanya di perut Ana. Janu lebih banyak membawa pulang pekerjaannya di rumah, membagi waktu dengan memperhatikan perkembangan calon anaknya. Janu tidak akan membuang waktu seperti dulu anak pertamanya yang tumbuh dan berkembang di luar pengawasannya. Diberi kesempatan kedua, Janu ingin berubah.
Keduanya sampai di ruko Radit tepat saat hujan sedang deras-derasnya.
"Mas Radit," sapa Ana dengan memeluk Masnya. Sementara di belakang Radit, Ayu sibuk bermain ponsel.
"Ayo, mau belanja apa?"
Ana terkekeh karena Radit begitu antusias dengan kedatangannya.
"Ayu, bantuin Ana cari barang yang mau dibeli," pinta Radit sekenannya. Ana sudah hapal, wajah Ayu tidak ramah sama sekali. Pertanda bahwa wanita itu tak suka dengan kehadiran adik iparnya di sana.
"Em, aku sama Mas Janu nanti lihat-lihat sendiri Mas," Ana tersenyum maklum, menarik lengan Janu melihat-lihat isi toko.
"Ini dompetnya," Janu memasukkan dompet miliknya ke tas istrinya, mengambil keranjang belanjaan dan membantu Ana mencari bahan-bahan kue yag ingin dibuatnya.
"Mas ada mau beli juga?"
"Em, rokok,"
Heh?
Ana menoleh bingung. "Buat siapa?"
"Pekerja di rumah,"
"Oh, aku kira buat Mas Janu,"
"Saya sudah berhenti merokok,"
Ana mengangguk paham. Pekerja bapak mertuanya cukup banyak lalu-lalang membantu di rumah dan kebun. Sebisa mungkin kopi, teh, dan rokok tidak boleh habis, harus sedia terus.
Janu mengikuti langkah istrinya mengambil ini itu, sampai wanita itu kelelahan sendiri. "Aku lapar deh Mas, kita pulang yuk,"
"Mau saya antar makan dulu di warung dekat sini?"
"Jangan. Aku mau pulang, kepingin masak sendiri aja,"
"Yasudah," Janu menggotong belanjaan Ana lantas membawanya ke kasir. Ana mengeluarkan dompet suaminya hendak membayar.
"Eh ga usah, ambil saja dek," Radit menolak ketika Ana hendak membayar.
Belum saja Ana dan Janu memprotes, Ayu sudah lebih dulu menyanggah tak setuju. "Dih, apa sih Mas. Untung seberapa main ngasih aja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA PILIHAN BAPAK (End)
RomanceAna, perempuan modern yang dipaksa pulang ke kampung halaman demi orang tuanya. Kepulangannya dikira akan menghadapi berbagai kendala yang membuatnya tertinggal jauh dari teknologi, tapi ternyata tidak. Desanya sudah maju dan berkembang pesat oleh s...