Tandai typo ya...
___________"Saya berangkat," Mas Janu mencium keningku di depan teman-teman Ibunya. Aku tersenyum jengah dibuatnya.
"Duh, pengantin baru..." goda mereka.
"Mas nanti siang aku menyusul ya? Sekalian kita ke pasar,"
"Tidak usah, nanti saya jemput setelah dzuhuran," tolaknya. Aku berpikir sejenak lantas mengangguk setuju.
Aku mengantar sampai pagar, melambai ketika mobilnya bergerak menjauh.
"Belum isi ya?" Kudengar teman Ibu membicarakanku. Entah kenapa bulan-bulan kedua setelah pernikahan selalu diteror dengan kehamilan yang belum datang. Sebenarnya aku biasa saja, tapi mendengar desakan mereka aku jadi terpacu untuk segera hamil. Tapi memang yang mengatur itu manusia?
"Doakan saja," jawab Ibu sekenannya tapi cukup membuatku senang.
"Dikasih jamu racikan, biar subur kandungannya. Mantu saya juga begitu lho bu,"
"Apa iya mempan?"
"Ya mempan. Asal diminum tiap pagi. Khasiatnya bagus lho bu,"
"Nanti tak tanya dulu kalau mau," kata Ibu. Kupikir dia akan langsung berpikir untuk membeli.
Aku menunggu beberapa saat, lalu memutuskan masuk ke dalam.
"Gimana, bagus ndak Bu?" Tanyaku pada mereka.
"Bagus-bagus. Bingung mau yang mana, habis adem sekali kainnya," Bu Endah masih memilih-milih, kadang mengambil milik Bu Yayu dan membandingkan dengan pilihannya.
"Ini tidak luntur lho, Bu warnanya,"
"Iya ta? Wahh, bagus kalau gitu. Yang ibu suka beli di pasar-pasar itu suka pudar setelah dicuci. Jadi jelek,"
"Ini yang Ana pakai sudah sering dicuci, Bu. Tapi warnanya masih awet,"
"Lha iya, bener..."
Aku tertawa karena merasa sudah mirip seperti sales. Tapi memang benar kok, toko tempatku belanja sudah aku percaya, juga produsen firtshand jadi harganya masih sama dengan harga grosir.
"Nanti tak ambil nomor whatsapp-mu yak. Ibu barangkali bisa tawarkan ke teman-teman arisan yang lain," kata Bu Yayu sebelum berpamitan pulang. Mereka masing-masing mengambil tiga lembar, sementara memesan tiga lagi dari katalogku.
"Itu belum ada yang punya?" Tanya Ibu menunjuk daster yang baru datang tadi.
"Kalau yang ini belum. Ana sudah pisahkan kok yang pesanan teman-temannya Ana,"
"Hm," gumam Ibu, membantuku melipat sisa daster yang belum terjual.
Balum berapa lama, perempuan berhijab yang tempo hari kini datang lagi, membawa rantangan makanan yang katanya buatan sendiri.
"Kamu jualan juga?" Tanyanya melirik barangku yang sudah tertata rapi.
"Iya, Mbak. Mau lihat-lihat?" Tawarku ramah.
"Ndak usah, aku ke sini mau jenguk Ibu," ia menolak.
Oh...
Aku berpamitan ke belakang, sementara Ibu berlalu membuatkan teh untuk mereka berdua.
"Temannya Ibu ya?" Tanyaku.
"Hm, tetangga dekat sini. Teman sekolahnya Janu dulu,"
"Oh," seruku tak enak. Jadi itu perempuan yang Ibu inginkan jadi istrinya Mas Janu?
Tampangnya cantik kok, tapi mungkin Mas Janu tidak tertarik. Buktinya yang dinikahi malah aku, hehe.
"Tadi teman Ibu ada yang menawarkan Jamu penyubur kandungan. Katanya bagus untuk yang sedang program kehamilan. Kalau kamu mau minum, Ibu belikan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
DUDA PILIHAN BAPAK (End)
RomanceAna, perempuan modern yang dipaksa pulang ke kampung halaman demi orang tuanya. Kepulangannya dikira akan menghadapi berbagai kendala yang membuatnya tertinggal jauh dari teknologi, tapi ternyata tidak. Desanya sudah maju dan berkembang pesat oleh s...