13

61.9K 5.7K 43
                                    

"Bukan begitu, sudah biar Ibu saja,"

Aku menggeleng, masih bersikeras mengulek sambal terasi. Biasanya aku menggunakan mesin pencacah karena malas mengulek, tapi karena akhir-akhir ini Ibu sedang kalem, aku berusaha keras bekerja dengan baik meski hanya dibiarkan mengulek.

"Jangan keras-keras, muncrat ke mata nanti,"

"Begini udah halus belum Bu?"

"Sedikit lagi, kalau sudah kamu siram dengan minyak panas,"

"Oh, oke,"

Meski hatiku sedang mendung, diperlakukan baik dengan Ibu mertua rasanya luar biasa.

Ibu menunggu ikannya selesai digoreng, lantas aku pelan-pelan membantu Mbak Tisa menyiapkan makan di atas meja.

Mas Janu dan Bapaknya sudah duduk di kursi makan, aku membantu memuatkan makanan untuk Mas Janu setelah itu mencuci tangan, bersiap naik ke kamar.

"Tidak makan?"

Aku menggeleng pelan ditanya Ibu. "Sudah kenyang, tadi habis makan bakso,"

"Hm,"

Aku sebenarnya masih canggung saja habis digertak Mas Janu. Aslinya kalau pikiranku sedang tenang, yang dilakukannya wajar. Aku senang dia khawatir, tapi yang kuperbuat juga cukup merepotkan.

Atau mungkin Mas Janu sedang ada masalah, hingga terlalu lelah dan lepas kontrol.

Di kamar aku hanya bermain ponsel. Menonton story whatsapp teman dan keluarga dan kalau ada yang menulis status galau ku skip. Malas saja membacanya, hehe.

Lidahku tiba-tiba ngiler menonton cerita Mas Radit sedang makan ayam geprek. Ah, panas-panas enak sekali. Ingat jaman kuliah dulu suka mampir ke warung dekat kampus bersama teman hanya untuk makan ayam geprek.
_________________________________________

Mas, Ana mau jugaa....

ngiler nihh :"

Mau tak beliin sekalian dek?

Boleeee

Level berapa?

Adanya level berapa?

1-10

10 boleh Mas

Sek, nanti tak antarkan kalau mau pulang,

Sama itu ya Mas, pakai es teh,

Siap Mbak, totalnya 20 ribu ya,

Oke Mas Gopud wkwk

Bercanda, Mas yang bayar

Hehe, baik deh. Nanti wa ya kalau mau sampai, tak bukain gerbang. Jam segini kayaknya sudah dikunci,

Iya
_________________________________________

Aku tersenyum senang lantas kembali membuka cerita whatsapp dan membalas beberapa pesan yang menanyakan daster.

"Kenapa tidak makan?"

Aku menoleh, mendapati Mas Janu menutup pintu. Suasana kamar ikut berubah mendung. Aku memperbaiki tidur agar lebih lurus.

"Gapapa," jawabku.

Mas Janu menyalakan kipas, duduk di kasur dengan menyender di kepala ranjang. Persis yang kulakukan tadi. Dia membuka buku tentang bisnis yang sedang dibacanya akhir-akhir ini.

DUDA PILIHAN BAPAK (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang