Mario : Sebuah Perayaan

1K 213 47
                                    

Mario terbangun oleh suara kokok ayam jantan milik Pak Slamet yang baru dibelinya sehari lalu. Biasanya Ia bangun karena Ibu yang menggedor pintu kamarnya hingga nyaris rubuh. Atau suara Bapak yang sudah lelah akibat diintimidasi oleh Ibu. Namun pagi ini berbeda. Ia sudah bangun dan merasa sangat bugar. Padahal hari ini sudah masuk libur cuti bersama Natal dan Tahun Baru. Ia sengaja mengajukan cuti akhir Tahun cukup panjang. Mengingat bahwa bulan Januari mahasiswanya sudah libur semester dan Ia tidak banyak pekerjaan. Maksudnya,Ia tidak dibebani tugas mengajar selama libur, kalau pekerjaan sih tetap ada ya. Namanya juga budak akademik, kalau nggak ngajar ya ada penelitian, pengabdian masyarakat, ditambah mengikuti beberapa konferens, dan belum lagi jika harus membimbing mahasiswa tingkat akhir. Jadi ya kalau ada hari libur atau cuti bersama, harus dimanfaatkan dengan amat sangat baik. Itung-itung recharge tenaga dan pikiran sebelum bergelut dengan dunia pendidikan Indonesia selama setengah tahun kedepan.

Tapi pagi ini beda loh, apa karena pagi ini merupakan hari istimewa untuknya? Mario juga sudah tidak sabar sejak semalam. Ia bahkan terbangun setiap jam hanya untuk mengecek sudah pukul berapa. Pokoknya ini hari spesial yang sudah Mario nanti-nantikan sejak beberapa bulan lalu. Tepatnya sejak punya pacar sih, sebelumnya karena Ia jomblo hari ini terasa seperti hari-hari pada umumnya.

Ia langsung bangun dan turun ke lantai satu. Mengangetkan Ibunya yang baru saja selesai melipat mukena.

"Pagi Bu"

"ASTAGHFIRULLAH PERGILAH KAU SETAN!" Ibu juga melemparkan sajadah yang digunakan untuknya beribadah.

"Bu! Masa anak sendiri dibilang setan!" Mario protes sembari meraup sajadah yang mengeni wajahnya. Ganteng begini dibilang setan, ya berarti ibunya itu ibu setan dong.

"Lah Mario? Kirain Jin iprit. Lha tumben! Lapo kok wes tangi?" (Kenapa udah bangun?)

"Yo gak lapo-lapo. Masa anaknya bangun pagi kok protes sih?" Mario melipat sajadah milik sang Ibu dan meletakkannya di meja terdekat. Ia kemudian meraih satu gelas besar dan mengisinya dengan air putih.

"Lha yo gak protes toh Le, Ibu itu cuma bingung kok bisa ya Mario bangun pagi. Padahal solat subuh kadang balapan sama matahari"

"Lha Ibu kok ya nggak bangunin aku" Mario mencebik tak terima disalahkan selalu balapan dengan matahari.

"Males. Alarm mu iku wes koyo konser, tapi kamu nggak bangun-bangun kok. Gek soyo ambleg le turu" (Malah semakin pulas tidurnya)

Mario cuma nyengir. Alarm ponselnya memang menggunakan salah satu lagu Seringai dengan suara menggelegar. Tetapi bukannya bangun justru membuatnya makin lelap. Justru Ibu dan Bapak yang terbangun akibat suara alarm Mario. Ia segera menenggak air putih ditangannya lalu kemudian Mario segera pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Ini suatu perubahan besar, perlu dirayakan dengan berdoa. Begitu batin Mario.

"Lho tumben Le, wes beger" ini suara Bapak yang tidak sengaja berpasan dengan Mario yang baru saja selesai melaksanakan solat.

"Kok dari tadi pada bilang tumben sih?" sungut Mario tak terima.

"Lha biasanya Bapak bangun itu yang udah beger duluan ya timlo kok dibanding kamu" lagi-lagi Bapak membandingkan timlo si ayam milik tetangga dengan Mario anaknya sendiri. "Ini pasti ada hubungannya sama hari spesial ya?"

"Ah enggak kok, lagian aku udah gede Pak, udah dewasa nggak penting itulah hari ulang tahun ku"

"Lho. Ulang tahun to Le? Padahal bapak nggak ngomongin ulang tahun mu lho. Yang bapak maksud hari spesial itu ya besok libur Tahun Baru" ucap Bapak menggoda putra bungsunya.

Mario merengut. Ya memang sih besok itu tahun baru, nasib dilahirkan sehari sebelum tahun baru tuh begini. Ulang tahunnya selalu diledekkin. "Kado ku mana pak?"

Gita's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang