Mario : Pertemuan Tanpa Sengaja

1.5K 375 116
                                    

"Bu ayo" Mario berdiri depan pintu kamar sang Ibu yang sedang mematut dirinya di depan cermin. "Udah cantik, ayolah"

"Ish, adek sabar kenapa sih" Ibu kadang memang memanggil Mario dengan sebutan adek. Karena memang Mario adalah yang paling kecil di dalam keluarga. "Emang mau ketemu siapa di acara keluarga? Kok buru-buru banget. Atau jangan-jangan mau gosip ya?" Ibu memicingkan matanya penuh selidik menatap anak bungsunya itu.

Mario memutar matanya malas. Yang ada sih dia jadi bahan gosipnya. Udah mau dua puluh tujuh tahun tapi belum punya pacar. Belum menikah pula. Sepupunya bahkan ada yang berusia dua puluh dua tapi sudah menikah. Bahkan beberapa bulan lagi akan resmi menjadi seorang ibu.

Tapi kalau soal menikah sih sebetulnya nggak harus terburu-buru. Adika juga dulu menikah di usia dua puluh tujuh. Ibu juga tidak menyuruh Mario menikah terburu-buru. Cuma nyuruh nyari pacar. Takut Mario tuh homo.

Sebenarnya mau homo atau hetero tuh nggak masalah. Orientasi seksual kan bebas mau suka sama siapa saja. Tapi tetap saja, sebagai lazimnya orang tua Ibu selalu berharap jika suatu saat nanti Mario dapat mengenalkan prempuan ke keluarganya. Bukan hanya selalu pulang dengan tangan kosong dan kotak bekal yang kotor.

Ibu kan juga ingin mengenal pacar Mario. Bukan hanya Tari saja. Masa anak gantengnya Ibu Laura cuma pacaran sama Tari. Memangnya nggak ada Tari-Tari yang lain?

"Ibu ayo, ditungguin Bapak tuh" kali ini suara Adika yang menyela. "Udah cantik ah ayo, Bu" Ia bahkan setengah menyeret dan menyerahkan tas tangan kecil milik Ibunya ke tangan Mario. Kalau nggak begini, nggak bakalan Ibu Laura berhenti mematut diri. Bisa-bisa lusa nanti baru selesai. Itu sih acaranya keburu kelar.

"Ibu ikut aku atau mau bawa mobil sendiri?" Adika yang mengamit lengan Ibunya itu berhenti di depan mobil.

"Naik mobil sendiri aja biar Mario yang nyupirin. Nanti balik ke rumah apa ke Banyuraden?" Ibu beralih menatap anak sulungnya.

"Ke Banyuraden, hari minggu ada kerja bakti. Nggak enak kalau nggak ikut. Kan minggu lalu juga udah nggak ikut" Adikanberujar smebari berlalu menuju mobilnya yang Ia parkir di halaman rumah Ibu. Di dalam mobilnya sudah ada Ardita yang sedang membtulkan riasan wajahnya.

Dasar perempuan. Nggak Ibu nggak Ardita, sama aja doyan dandan. Padahal tuh udah cantik, masih ada dipolesin. Buat apa coba?

Ibu mengangguk kemudian masuk ke dalam mobil dimana Mario bertugas sebagai pengemudi Nyonya Laura Daniswara.

"Yo, Ibu udah cantik belum?" ucap Ibu sembari menunjukkan riasannya. Hari ini Ibu menggunakan midi dress batik selutut dengan model A line yang membalut sempurna tubuh mungil Ibu. Rambutnya yang sebahu di gerai lalu dijepit dibagian samping.

"Cantik, nggak ada yang melebihi cantiknya Ibu, dan aku nggak yakin nanti istriku bakalan lebih cantik. Soalnya Ibu yang paling cantik" ucapnya setengah gombal setengah jujur.

"Ah kamu mah. Udah jalan buruan nanti Mas mu marah-marah terus. Ibu capek dengerinya"

Mario tersenyum kemudian segera menjalankan mobilnya, mengikuti mobil Adika yang sudah lebih dahulu jalan di depan.

Hari ini ada acara syukuran dan arisan keluarga besar Ibu Laura. Dari mulai kakak, adik, keponakan, sampai ke cucu-cucunya datang untuk berkumpul semua. Hari ini juga merupakan syukuran Jagad, kakak sepupu Mario yang seumuran Mbak Sabina. Mas Jagad --begitu Mario memanggilnya-- akan melangsungkan lamaran bulan depan. Nah hari ini juga keluarga Jagad akan mengumumkan berita menggembirakan itu kepada seluruh keluarga besarnya. Sekalian memohon restu dan doa para sesepuh, budhe-pakdhe, juga oma-opa.

"Udah tahu belum kamu kalau Jagad mau ngelamar pacarnya?" Ibu membuka obrolan.

Bapak sudah menoleh ke kebelakang. "Lho opo iyo?"

Gita's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang