Basagita : Bandung Lautan Api

1.2K 281 148
                                    

Disclaimer: dalam cerita ini mari kita pura-pura saja jika corona tidak pernah ada. Perjalanan tidak dibatasi, dan tidak diberlakukan pembatasan sosial berskala besar.

***

Semenjak pertengkaran antara Mario dan Gita, mereka belum bertemu dan bertukar sapa. Sedangkan waktu terus berjalan. Tanpa Gita sadari hari berganti dan tinggal satu hari lagi menuju keberangkatan mereka ke Bandung untuk menghadiri acara lamaran Kalila dan Brian. Mereka bahkan tidak bertukar pesan secara intens. Karena setelah pertengkaran mereka saat itu baik Gita dan Mario disibukkan dengan segudang aktivitas kampus. Hingga Gita pun memutuskan untuk membawa kendaraan sendiri karena Ia juga harus hadir di berbagai acara seminar yang diadakan oleh kampus lain. Ia tidak bisa mengandalkan Mario terus menerus. Karena sebelum mengenal Mario pun, Gita adalah pribadi yang mandiri.

Mario Daniswara
Dimana?

Aku ada seminar di GSP, kenapa?

Mario Daniswara
Oh, nggak apa-apa. Take care

Itu salah satu percakapan mereka pagi ini sebelum Gita bertolak ke GSP untuk menghadiri seminar tentang Robotika dan Peran Virtual Reality dalam dunia Kedokteran. Setelahnya, bahkan hingga menjelang sore dan seminar Gita selesai pun Mario tidak menghubunginya lagi.

Gita merasa bersalah, saat itu Ia terlalu emosional. Gita merasa terpojok hingga membuatnya menangis tanpa kontrol. Ia takut Mario tahu akan kegundahan hatinya. Ia tidak ingin menyakiti pria sebaik Mario. Jika Mario harus tahu Gita masih memikirkan Dito, itu harus Gita sendiri yang memberi tahu. Bukan karena Mario yang tahu dengan sendirinya. Kalau Ia harus mengaku, maka Gita akan mengaku. Akan lebih baik berkata jujur meski itu menyakitkan, dibandingkan harus memberikan kebohongan manis.

Ia ingin sekali menyelesaikan masalah ini. Namun pekerjaan Gita begitu banyak dan menyita perhatiannya. Sedangkan setiap malam Ia habiskan untuk mereview beberapa laporan tugas akhir milik mahasiswanya. Akhir bulan ini harus ada yang sudah selesai untuk maju sidang pra pendadaran, agar dapat lulus sebelum semester baru dimulai.

Ia menghela napasnya kasar. Gita melirik jam digital yang ada pada dashboard mobilnya. Pukul 04.15 sore, kampus pasti sudah dalam keadaan yang sepi. Mungkin juga Mario sudah pulang dan sudah tidak berada disekitaran kampus. Besok sudah hari Jumat, dan mereka berdua harusnya berangkat ke Bandung. Tetapi Mario bahkan tidak pernah menghubunginya untuk membahas hal tersebut. Apakah Mario masih marah dengannya?

Wajar jika Mario marah dan kecewa. Gita sadar kok jika dirinya keterlaluan. Mario hanya bertanya, dan Gita juga harusnya tinggal menjawab saja pertanyaan Mario. Harusnya bisa seperti itu tanpa drama dan tangisan menye-menye. Pertanyaan Mario begitu sederhana, tetapi entah mengapa justru menjadi pertanyaan paling sulit baginya.

Gita bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah Ia masih belum bisa melepaskan Dito? Padahal Ia sendiripun sadar jika Dito hanya hidup di masa lalu. Sekarang ini hanya ada Mario. Laki-laki yang tanpa pamrih mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada Gita.

Gita mendengus sebal. Ia merasa kesal dengan dirinya sendiri.

"Mario masih dikampus nggak ya?" cicitnya. Ia kembali melirik jam digital pada dashboard. Sudah setengah lima lebih.

Namun kemudian ponselnya berdering tiba-tiba. Nama Mario muncul di layar ponselnya. Tak perlu waktu lama, Ia segera menekan logo tanda terima dan menempelkan ponselnya ke telinga.

"Gita aku nggak bisa ikut ke Bandung"

Itu kalimat pertama yang di dengarnya bahkan sebelum Ia sempat mengucap kalimat 'halo' pada Mario. Ada rasa jengkel yang merebak di hati Gita. Setelah tidak berkomunikasi dengan baik. Dan setelah drama kucing-kucingan di kampus, sekarang pun mau menghindar dengan tidak datang ke acara lamaran Kalila? Padahal ini bisa jadi kesempatan mereka untuk berbaikan kembali.

Gita's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang