Mario : Peluk yang Kulupa

1K 242 74
                                    

Mario mulai mengumpulkan barang-barangnya yang berceceran di seluruh penjuru kamar. Ia harus pandai-pandai menyusunnya supaya dapat membawa seluruh titipan masuk ke dalam koper yang tak seberapa besar itu. Lagi pula ide nitip belanja tuh awalnya dari mana sih? Sungguh merepotkan. Ia kan pergi ke Thailand bukan untuk berlibur apalagi membuka jasa nitip. Bagasi Mario jadi nambah tiga kali lipat. Belum lagi kalau kena cekal di imigrasi. Mati ajalah Ia.

Mana Pak Sigit ikut nebeng sepatu pula ah. Ide siapa sih ini tuh? Bisa nggak kalau orang lagi di luar negeri dan ada kerjaan tuh nggak usah dititipin macam-macam?! Merepotkan saja!

Mario mendengus kesal.

Kemarin sewaktu mau berangkat saja packing harus dibantu Gita dan Mbak Dita. Ini bagaimana nasib baliknya? Nggak ada yang bantuin packing. Kelemahan Mario itu tuh nggak bisa packing. Ia tidak pandai menyusun barang. Main tetris aja kalah terus dan berakhir emosi. Emang nggak ada bakat rapi Mario tuh.

"Mulai dari mana ya ini" Mario menggaruk kepalanya yang gatal. Udara panas dan lembab kota Bangkok membuat kulit kepalanya mudah lepek dan menimbulkan gatal yang mengganggu. Maklum panasnya Jogja nggak seberapa panas kalau dibandingkan kota Bangkok. Ini sih kayaknya cuma lima kilometer dari matahari, jadinya panas banget. Sebelas dua belas sama panasnya Surabaya yang naudzubillah dajjalnya itu.

Baru saja Ia hendak merapikan celana kain yang berserakan di lemari baju, ponselnya berdering nyaring. Ada sebaris nama yang sudah lama menghilang dalam hidup Mario. Nama yang mungkin dulu pernah ada dalam setiap doa-doanya. Nama yang mungkin pernah Ia impikan untuk bersanding di dalam kartu keluarganya kelak.

Tari menelepon.

Mentari Radjasa, cewek pertama yang jadi pacar Mario selama menempuh pendidikan sarjana. Cewek pertama juga yang Ia kenalkan kepada orang tuanya. Cewek pertama pula yang betah berpacaran dengannya selama lima tahun. Dan cewek pertama pula yang mematahkan hatinya menjadi berkeping-keping.

Seingat Mario, mereka berpisah tidak baik-baik. Mentari menghilang ketika Mario sedang menempuh pendidikan magisternya. Sekalinya muncul eh sudah dipersunting salah satu petinggi dan orang penting Indonesia. Mario yang saat itu statusnya masih sebagai mahasiswa, tidak punya pekerjaan, apalagi duit yang melimpah tentu saja kalah saing. Ia hanya bisa merelakan Tari pergi dengan orang lain, yang pasti mampu membahagiakan Tari dan memberikan seluruh dunia untuknya.

Mario meraih ponselnya, Ia ragu untuk menerima panggilan dari Tari setelah sekian lama mereka tidak berkomunikasi.

"Hallo..."

Ada hening diujung sana.

"Tari?"

Tidak ada jawaban.

Mario melipat dahinya. Ia menatap layar ponselnya yang masih memperlihatkan kontak nomor Tari di sana. Tidak ada jawaban dari Tari sama sekali. Atau mungkin itu sudah bukan nomor ponsel Tari? Hanya kebetulan nomor tersebut sudah dipakai orang lain dan secara random memanggil nomor ponselnya. Lagi pula setelah nyaris enam tahun tidak berkomunikasi, lalu tiba-tiba --pada suatu malam yang sangat biasa ini-- Tari menghubunginya lagi adalah hal yang  aneh. Bahkan saat menikah dulu Tari tidak membagi undangannya kepada Mario. Tiba-tiba saja sudah sah menjadi istri pejabat. Kan Mario kaget setengah mati, nyaris mati sih lebih tepatnya.

"Aneh banget" gumamnya, kemudian Ia memutus sambungan teleponnya dan melanjutkan kegiatan packing-nya.

Ia memasukan beberapa potong pakain kotornya dan menjejalkannya ke dalam koper. Tidak peduli untuk melipat dan merapikannya karena mau dilipat bagaimanapun juga tetap tidak akan rapi. Sehingga Ia memutuskan untuk menjejalkannya saja ke dalam koper sembari berdoa seluruh perlengkapannya akan masuk. Namun, dering ponsel kembali mengalihkan perhatiannya. Kali ini nama Adika tertampil disana. Foto Karen yang sedang digendong oleh Ardita menjadi display picture kontak kakak lelakinya itu.

Gita's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang