Mario : Maaf dari Gita

1.2K 316 96
                                    

Mario duduk termenung di meja kerjanya. Hari ini Ia sedikit santai karena mahasiswanya sedang melaksanakan Ujian Tengah Semester. Ia masih memiliki hutang mereview beberapa jurnal sebenarnya, tapi persetan dengan semua itu. Ia hanya ingin melamun dan termenung hari ini. Perasaannya sedang kacau, bahkan datang ke kantor saja rasanya sangat berat. Kalau saja tadi Ibu tidak mengomel mungkin sekarang Mario masih merebahkan dirinya diatas kasur. Bukannya duduk melamun di meja kerjanya.

"Kenapa sih hari ini pake mendung segala!" dengusnya kesal.

Langit yang biasanya cerah menghiasi kota Jogjakarta, kini terlihat sendu dan bermuram durja seperti dirinya. terlebih Mario tidak menyukai hujan. Baginya, hujan akan membawa hawa lembab yang membuat tubuhnya lengket, dan Mario membenci itu.

"Kenapa juga gue nggak bawa payung!" ucapnya diiringi dengusan kesal. Padahal jelas-jelas Ia mengendarai mobilnya, sedangkan akses dari kantor ke tempat parkir terlindungi oleh kanopi. Memang dasar Mario saja yang sedang ingin mengeluh dan marah-marah. Bahkan kepada hujan yang tidak tidak melukai Mario sedikit pun.

"Tinggal gue puterin lagu galau udah mirip video klip"

Mario tersentak begitu mendengar suara yang sangat dekat di kupingnya. Ia nyaris jatuh terjungkal mencium lantai jika kedua tangannya tak bertumpu pada meja.

"Setan! Bisa nggak sih lo tuh kalau masuk ruangan orang ngetuk dulu kek Mas!" sungutnya sembari mendorong Adika menjauh. "Terus ngapain juga pake nempel-nempel ke telinga orang! Mau bikin gue budek?" Ia meremas telinga dan meraba tengkuknya. Bulu kuduknya yang tadi sedang asik rebahan langsung bangkit gara-gara bisikan Adika.

Adika hanya terkekeh, kemudian Ia menjatuhkan dirinya pada kursi putar di seberang meja Mario. "Gue udah ngetuk pintu kali, lo aja sibuk menghayati patah hati lo makanya nggak denger. Untung gue nggak punya lagu galau, kalau ada udah gue puterin buat backsound hidup lo Yo!"

Mario mencibir, Ia kemudian mengeluarkan air mineral kemasan dalam gelas dan sebuah sedotan plastik kemudian menyodorkannya ke arah Adika. "Ada apa?"

"Ya ampun. Emang kalau abang nemuin adeknya tuh karena ada maunya?" Adika sedikit terluka. "Kan bisa aja gue tuh kangen sama lo" ucapnya dengan tatapan nelangsa yang dibuat-buat.

Mario mencibir dengan menirukan ucapan Adika yang disampaikan melalui mimik wajah menjijikan. "Buruan, gue tau lo tuh ada maunya. Mumpung gue baik, jadi gue mau dengerin"

"Mumpung lo gabut maksudnya? Gabut karena udah nggak ditanggapi lagi sama Gita?" Adika tertawa keras begitu melihat raut wajah Mario yang sudah dilipat-lipat selayaknya origami. Menjahili adik bungsunya adalah hal sangat menyenangkan bagi Adika, mengingat Sabina sudah tinggal jauh dan jarang pulang. Hanya tinggal Mario adik kecilnya yang bisa Ia jahili sesuka hatinya. "Jangan ngambek sih. Nanti gue bantuin PDKT"

"Bacot!" desis Mario lirih yang berhasil mengundang tawa keras Adika.

"Nih ya dari pada galau. Gue mau ngasih lo ini" Adika menyodorkan sebuah flashdisk ke arah Mario. "Itu data penelitian gue, lo selesaiin terus lo ikut Conference nya di Phuket ngewalikin gue"

Mario menaikkan alisnya. Kakaknya ini tidak mungkin baik secara cuma-cuma. Mengingat sifat alami yang Adika miliki sejak kecil cukup membuat Mario paham bahwa segala kebaikan yang Adika lakukan pasti ada maunya.

Ia memicingkan matanya dan menatap sang kakak dengan tatapan sengit. "Kali ini lo mau minta apa dari gue?" ucapnya spontan yang lagi-lagi mengundang gelak tawa dari Adika. Adiknya ini lama-lama ngalahin Cak Lontong. Sukses banget menghibur Adika yang lagi suntuk dan penat.

"Astaga, curigaan banget sih sama abang sendiri" Dika menghela napasnya dan pura-pura terlihat kesal. Sering kali Mario menuduhnya tanpa dasar. "Bentar lagi Dita lahiran, dan kayaknya jadwal lahiran Dita Bareng sama conference yang di Phuket itu. Makanya gue minta tolong lo selesaiin, dan jadi penulis kedua. Terus nanti lo yang dateng ke Phuket" tandasnya.

Gita's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang