Basagita : Perasaan Gita

1.3K 319 49
                                    

Menghindari Mario adalah pekerjaan yang paling sulit untuk Gita lakukan. Selain karena ruangan kerja mereka hanya terpisahkan tembok, juga karena Mario suka tiba-tiba muncul tanpa permisi di depan pintu ruangannya. Kadang Ia meminjam penggaris, atau gunting, atau multimeter atau apapun itu yang membuat Mario dapat mengunjungi ruang kerja Gita. Pernah juga, yang paling ajaib Mario datang meminjam sapu tangan. Jaman sekarang. Siapa juga yang bawa sapu tangan kecuali Pak Zainal yang memang hobi mengeringkan tangan beliau menggunakan sapu tangan dengan bordiran inisial namanya.

"Nggak ada. Kalau tissue ada. Mau?" tawarnya saat itu.

Mario menggeleng.

"Kalau sinyal provider ada?"

Gita semakin mengerutkan keningnya. Ia mengambil ponsel dan mengeceknya. "Ada kok, 4G bahkan. Memangnya kenapa?"

"Oh. Yaudah, berarti bisa kan bales chat dari aku?" ucapnya sambil memamerkan deretan giginya yang rapi.

Gita tersenyum.

Ya, Ia akan membalasnya saat Ia mau. Sekarang Gita sedang menghindari Mario dalam bentuk apapun. Baik dalam bentuk nyata maupun dalam bentuk pesan singkat. Entah mengapa Ia merasa tidak nyaman. Seperti ada yang mengganjal di hatinya ketika Ia bersama Mario. Terlebih ketika hubungan itu berkembang menjadi lebih intens.

Beberapa hari ini Mario sering sekali mengajaknya pulang bersama. Dulu mungkin Gita akan nerasa senang, karena perjalanan pulangnya akan ramai dengan celotehan Mario. Tetapi sekarang celotehan Mario justru membuatnya sakit kepala dan membuatnya ingin cepat-cepat pergi dari pemuda itu.

Setelah mengantar Gita pulang pun Mario akan meneleponnya atau melakukan panggilan video hingga larut malam. Gita butuh jeda dari segala hal yang berhubungan dengan Mario. Selama dua puluh empat jam dalam seminggu hidupnya berpusat pada Mario, seolah lelaki itu ada matahari tata surya hidupnya. Gita lelah, Ia tidak bisa dikejar-kejar seperti ini. Ia lelah berlari untuk menghindar, sedangkan Mario terus menerus menyusulnya. Lelaki tidak memberikan ruang bagi Gita untuk bernapas.

"Ah iya, sorry. Tadi lagi ngerjain bahan ajar sama ngerjain deadline paper" Gita menggigit bibirnya. Kebiasaan yang Ia lakukan ketika sedang merasa gugup. " Kenapa emangnya? Ada yang penting?" Ucapnya sengaja menekankan kata penting pada kalimatnya.

Mario menggeleng lagi, "Sorry, nggak tahu kalau kamu sibuk. Cuma mau ngajakin makan aja nanti siang. We missed our lunch time twice this week"

Gita menahan napas. Twice! Baru dua kali mereka melewatkan makan siang bersama dan Mario sudah mencarinya sampai seperti ini. Gita sungguh merasa jengah. Bukan apa-apa, Ia hanya butuh jarak butuh jeda. Ia tidak bisa melakukannya seperti ini terus-menerus. Gita memiliki kehidupan lain yang harus Ia jamah juga.

"Hahahaha," Gita tertawa sumbang. "Nanti aku kabari ya kalau bisa. Soalnya emang lagi banyak banget deadline," ucapnya. Mata Gita sengaja memandang ke bawah. Ballet shoes hitam dengan aksen pita di tengahnya terlihat lebih menarik dibandingkan dengan mata Mario saat ini.

"Ah, oke. Kabarin ya kalau bisa! Aku bawa lemper loh!" Ucap Mario, kemarin memang ada acara arisan keluarga dan Ibunya sengaja memesan lemper agak banyak. Jadi hari ini Mario membawanya sebagai bekal.

Gita mengangguk, "Oke deh aku lanjutin kerja dulu ya, Yo" Ia mundur selangkah dan kemudian menutup pintu ruanganya dengan perlahan.

Gita menyandarkan tubuhnya di balik pintu. Ia menghela napas berat begitu sosok Mario sudah pergi meninggalkan ruangannya. Separuh hatinya merasa bersalah karena Ia telah bohong pada Mario. Separuh yang lain merasa lega, karena setidaknya Ia memiliki waktu untuk bernapas dan sekedar menjeda hubungannya dengan Mario.

Gita's Little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang