"Eh, gue ke toilet dulu yak!” Perut Lia tiba-tiba terasa tidak enak, dia buru-buru berdiri dari kursinya langsung mengundang atensi dari para teman-temannya yang masih senantiasa duduk manis seraya menyantap gorengan di kantin.Yoga langsung mendelik tajam. “Tuh kan, udah gue duga. Udah tau nggak suka pedes malah maksain, sakit perut kan lo?!”
“Duh, gue juga tau. Gue bilang kan gue penasaran. Emang apa salahnya sih coba, lagian gue sering liatin Jeje makan pedes. Tapi, dia baik-baik aja, tuh." jawab Lia ketus.
Mendengar itu buat Jeje geleng-geleng kepala, masa karena dia Lia sampai pengen coba makan pedes?
“Jeje itu udah biasa makan pedes, Lia. Sedangkan lo baru kali ini makan makanan pedes. Wajar, kalau Jeje nggak sakit perut. Bakso yang lo makan juga pedesnya sampai level 5, semua orang tau bakso itu bakal bikin sakit perut. Malah lo coba.” Shea emosi. Lia itu susah banget di bilangin.
Lia mendengus saja. Perutnya masih sakit. Sepertinya dia bakal bolak-balik keluar masuk toilet sekolah.
“Yaudah, sono lo ke toilet. Kelamaan adu bacot ntar tau-tau udah ada eek.” Seruan Cakra itu sontak mengundang gelak tawa yang lain, sementara Lia hanya bisa mendongkol dalam hati.
“Sialan lo, Cak, gue lagi makan juga!" Raja berujar kesal. Bakso yang tinggal setengah itu lantas dia biarkan di atas meja tanpa mau menyentuh lagi gara-gara seruan tidak beradab dari Cakra.
“Auah.” Lia membuang muka, sontak beranjak pergi dari kantin. Bukannya ngambek, tapi ini karena perutnya sudah makin tidak bersahabat.
Untung saja, di samping kantin lantai dua itu ada toilet siswa. Lia buru-buru berjalan masuk ke dalam bilik kamar mandi perempuan yang kosong. Lorong yang di apit beberapa bilik itu juga sepi, jadi Lia tidak perlu takut kalau tiba-tiba membuang hajatnya dalam waktu yang lama.
Namun, dimenit-menit terakhir Lia menyelesaikan panggilan alamnya itu. Terdengar suara beberapa orang dari arah luar, serta isakan tangis seorang gadis yang sukses membuat bulu kuduk Lia meremang.
•••
Jo menghembuskan napas berat. Setelah lima belas menit bel istirahat berbunyi, baru kali ini Jo bisa merebahkan tubuhnya di kursi didalam ruangan berdinding kayu jati itu yang merupakan ruangannya. Ini karena sehabis mengajar di kelas 11 IPS 1, Jo di panggil Pak Antoni --selaku kepala sekolah-- untuk bertemu dengannya. Jo tersenyum masam begitu mengingat kejadian tersebut.
Jadi, beberapa menit setelah bel istirahat jurusan IPS di bunyikan. Jo yang sudah merencanakan pergi ke kantin guru untuk mengisi perut kosongnya, jadi mengurungkan niatnya itu setelah seorang murid tiba-tiba menyampaikan kalau dirinya di panggil oleh kepala sekolah untuk bertemu di ruangannya. Jo tidak tau apa alasannya, segera bergegas pergi ke ruangan Pak Antoni yang berada di lantai satu.
“Selamat pagi, Pak.” Jo mengetuk pintu yang sedikit terbuka setelah sampai di depan ruangan Pak Antoni. Dia tidak segera masuk, menunggu di depan sana sebelum kemudian Pak Antoni yang sedang bertengger manis di bangkunya menoleh dan menyuruh Jo untuk masuk ke dalam ruangan.
Jo berjalan tenang. Pak Antoni menyambut nya ramah.
“Silahkan duduk, Jo. Ada yang mau saya sampaikan sama kamu.”
Jo mengangguk sopan. Duduk di kursi yang berada tepat di depan Pak Antoni. Dia masih belum mengerti alasan kenapa dia di panggil, sampai ketika Pak Antoni menggerakkan tangan. Mengambil sebuah surat lalu menyerahkan surat itu ke hadapan Jo. Pria berumur 32 tahun itu sukses di buat terheran-heran ditempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
extracurrikiller
Mystery / Thrillere x t r a c u r r i k i l l e r Kata orang, masa yang paling indah itu adalah masa remaja. Masa yang ada untuk bersenang-senang. Menikmati masa muda dengan berfoya-foya dan menjalankan hidup seolah sedang berada dalam novel telenovela. Namun, keny...