3. mereka dan masalah

71 20 16
                                    


Untuk sebagian guru di SMA Budaya 127, mengajar di kelas unggulan akan jauh lebih mudah dibanding dengan harus mengajar di kelas biasa atau jurusan lain. Jurusan IPS contohnya. Pembagian jurusan juga di ikuti tes dahulu sebelum penempatan kelas. Murid yang lebih unggul di bidang sosial akan di tempatkan ke dalam jurusan IPS sedangkan yang unggul di bidang sains akan di tempatkan ke dalam jurusan IPA. Sebenarnya sama saja sih, apalagi jurusan IPA yang harus bisa menguasai semuanya. Selain kedua jurusan itu, ada lagi jurusan bahasa dan sastra. Namun, para murid di jurusan itu cenderung menyendiri dan sulit berbaur dengan para murid dari jurusan IPA dan IPS. Gedung jurusan mereka juga terpisah dan berada dibelakang sekolah.

Para murid di kelas IPS hanya memiliki 4 ruang kelas. Gedung mereka berada di lantai atas dan langsung terhubung dengan rooftop sekolah. Guru-guru yang mengajar juga kebanyakan yang masih muda bahkan ada yang masih menjabat sebagai guru honorer.

Raymon Jonathan Seo salah satunya. Seorang guru magang berumur 28 tahun. Memiliki darah dari negeri ginseng Korea, Jonathan atau yang lebih akrab di sapa Jo itu baru saja mengurus kepindahannya 2 bulan lalu. Dia sudah mengajar di sekolah selama satu tahun. Tidak heran jika Pak Jo masih sering kaget melihat keadaan sekolah ber-sistem unik sekaligus aneh ini.

Selain murid kelas unggulan yang harus melakukan tes ketat, para guru yang akan mengajar di sekolah ini juga harus melakukan tes dahulu. Tes yang diberikan pihak sekolah bukanlah tes yang bisa dibilang gampang. Apalagi untuk guru magang. Tes yang mereka berikan akan jauh lebih susah.

Pak Jo mendapat bagian untuk mengajar di kelas 11 jurusan IPS sebagai guru PPKN. Jujur saja, untuk ukuran guru magang yang baru setahun berada di sekolah ini, itu bukanlah suatu hal yang mudah untuk dia kerjakan.

Banyak sekali rintangan serta ujian yang dia dapatkan selama mengajar di jurusan ini. Seperti sekarang, saat dia berada di kelas 11 IPS 1. Jo hanya bisa sabar menghadapi ke-32 murid yang katanya paling susah di atur diantara ribuan murid yang ada disekolah.

“Ini kapan jam istirahatnya sih? lapar banget saya pengen makan bakso, Pak.” Celetuk dari salah satu siswa membuat atensi Jo yang sedang menjelaskan materi jadi teralih.

Jo menghela nafas, berusaha sabar.

“Lo kira Pak Jo nggak lapar!? sabar napa, kelas IPA udah istirahat bentar lagi juga kita bakal istirahat. Udah berapa bulan sekolah disini masih aja kagak ngerti lo, Ji!” salah satu murid menyambar. Memprotes Aji yang tadi berseru jika dia lapar ingin makan bakso.

Oh iya, sekolah juga ini memiliki perbedaan jam istirahat. Untuk kelas dari jurusan IPS, jam istirahat mereka tiga puluh menit lebih lama dari pada kelas dari jurusan IPA.

Jo menggelengkan kepala. Memang benar kata orang-orang, kelas 11 IPS 1 itu ternyata berisi murid-murid nakal yang sulit diatur. Apalagi siswa bernama Aji itu. Dia di kenal sebagai murid yang paling sering mendapat surat undangan khusus dari guru BK dan teguran dari para penegak disiplin sekolah. Walau begitu ya namanya juga Aji, dia nggak bakal kapok kalau belum kena batunya.

“Sabar ya, benar kata Jihan. Saya juga lapar, kalian juga sama. Tapi, bel istirahat kalian belum berbunyi. Saya masih harus lanjutin materi ini jadi saya mohon banget sama kalian semua, dengar dan simak baik-baik materi yang mau saya berikan.” Seruan Jo langsung mendapat keluhan dari para murid kelas itu.

Dilain sisi, cowok yang berada di pojok belakang kelas menyeringai kecil. Diam dan fokus menyimak keributan yang terjadi sembari mendengar materi yang dijelaskan oleh Jo.

Dulu dia bingung dan bertanya-tanya, kenapa guru muda yang baru setahun mengajar bisa sesabar itu menghadapi teman sekelasnya?

Tapi, saat tau alasan dibalik itu semua. Cowok itu hanya bisa diam seraya tersenyum masam.

extracurrikiller Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang