Ayana menunduk dalam diam, tidak berani mengangkat kepalanya hanya untuk mendapati Miss Sonya yang terus menatapnya dengan tajam.
Raya yang berdiri di sampingnya juga diam dengan wajah datar. Keheningan menyergap ruangan bercat abu-abu gelap itu. Diantara ke-empat murid yang berdiri didepan Miss Sonya, hanya Erin yang berdiri dengan sorot mata angkuh. Ghea-- yang merupakan penyebab kekacauan di lantai satu-- sesekali menunduk. Dua gadis slengean itu berpenampilan berandal, rambut dibiarkan tergerai berantakan, kancing baju dibiarkan terbuka, memperlihatkan kaos polos hitam sebagai dalaman. Hanya Raya dan Ayana saja yang berpenampilan layaknya seorang murid sungguhan.
Miss Sonya menatapi mereka satu persatu. Dari ujung kaki sampai kepala, matanya berhenti saat melihat Raya. Sorot matanya berbicara; masih tidak percaya dengan fakta yang baru saja dia dengar.
“Miss kecewa sama kamu, Raya.”
Gadis yang dimaksud menolehkan kepala. “Maafkan saya, Miss. Saya hanya--”
“Saya nggak suruh kamu bicara." potong Miss Sonya membuat Raya reflek mengatupkan bibirnya. “Kalian bertiga ini sudah kelas dua, sudah tidak pantas lagi sebenarnya mendapat kecaman dari saya. Terutama kamu Erin."
Gadis berambut panjang itu membuang muka, membiarkan Miss Sonya mengeluarkan ceramah panjangnya yang hampir setiap hari selalu didengar oleh Erin.
“Saya sampai nggak tau lagi mau kecam kamu seperti apa.” Miss Sonya tersenyum miris. “Kamu juga, Ghea. Kamu ini anak OSIS! nggak sepantasnya kamu berperilaku berandal kayak gini!”
Raya melirik Ghea yang tiba-tiba tersenyum sinis. Dia menatap bingung, Ghea terlihat seperti sedang menahan tawa. Raut wajah gadis itu tidak tersirat rasa takut sama sekali.
“Kenapa kamu ketawa?" Miss Sonya kembali menegur Ghea yang sontak mengulum bibirnya ke dalam. “Saya akan kasih kalian hukuman, saat bel pulang, kalian bersihkan gudang lama yang ada dibelakang sekolah. Kalian tau kan gudang itu angker?”
Erin sontak melotot kecil. “Tapi Miss, bukannya murid-murid dilarang buat masuk ke gudang itu?”
“Memangnya kamu masih murid?” Miss Sonya membalas sarkas. “Jam pulang Raya akan dimajukan, jadi kalian bertiga bisa sama-sama membersihkan gudang itu saat bel pulang berbunyi. Nggak usah takut, saya akan suruh Kiki buat memantau kalian di sana."
Raya mendengus samar. Kenapa harus gudang itu?
“Sekarang kalian bisa ke kelas masing-masing, kecuali kamu Raya. Dan buat Ayana, kamu bebas dari hukuman.”
Erin dan Ghea kompak menoleh dengan tatapan tajam. Ayana yang sedari tadi menunduk jadi mengangkat kepalanya, mengangguk singkat kearah Miss Sonya.
Raya tersenyum tipis, menghela napas lega. Setidaknya Ayana tidak terkena hukuman yang sama dengannya. Walau dalam hati dia bertanya-tanya, ada apa sampai Miss Sonya menahannya di ruangan ini?
Sepeninggalan tiga gadis tadi, tinggallah Raya di ruangan sempit itu. Sebenarnya tidak sempit, tapi karena bersama Miss Sonya yang kini menatapnya sengit, aura dari ruangan ini tiba-tiba menciut. Bersamaan dengan nyali Raya. Jujur saja, dia takut. Namun, rasa takutnya tertutupi oleh rasa penasaran yang tinggi.
“Raya, kamu tau kan kamu ini peserta olimpiade?" pertanyaan Miss Sonya itu hanya dibalas anggukan kecil dari Raya. “Kamu pasti tau, kalau kamu nggak boleh terlibat masalah sedikitpun disekolah?”
Lagi-lagi Raya mengangguk. “Maafkan saya, Miss."
“Saya nggak suruh kamu minta maaf.” Miss Sonya berdecak. “Saya cuma minta kamu nggak boleh lagi kayak gini, bisa? kenapa sih kamu harus ikut campur masalah dia? kamu tau Erin kan? dia nggak bakal membiarkan siapa saja orang yang udah berani bikin masalah sama dia. Kamu akan terus kena masalah, Raya. Bahkan semua guru saja sudah angkat tangan soal Erin."
KAMU SEDANG MEMBACA
extracurrikiller
Mystery / Thrillere x t r a c u r r i k i l l e r Kata orang, masa yang paling indah itu adalah masa remaja. Masa yang ada untuk bersenang-senang. Menikmati masa muda dengan berfoya-foya dan menjalankan hidup seolah sedang berada dalam novel telenovela. Namun, keny...