“Ngapain kalian berdiri di depan toilet?”Miss Sonya tiba-tiba muncul dari balik koridor samping kantin, langsung membuat kaget ke sepuluh murid yang berdiri berjejeran didepan kantin seperti sedang menunggu sembako dari pemerintah. Cakra dan teman-temannya hanya diam saja, berusaha menyembunyikan rasa panik membuat Miss Sonya yang tak kunjung mendapat jawaban jadi bertanya lagi untuk yang kedua kali.
“Hm? kenapa nggak masuk kelas? sudah bel masuk, loh.”
Raja menengadah, menatap teman-temannya yang juga sedang menatapnya seolah meminta pertolongan. Kalau sudah begini, berarti Raja yang harus turun tangan. Air mukanya yang semula mendelik tajam jadi berubah ramah begitu mengalihkan pandangan kearah Miss Sonya.
“Ini mau masuk kelas kok, Miss.”
Miss Sonya mengerutkan keningnya, menatap ke-sepuluh murid itu dengan tatapan aneh. “Masuk ke kelas sekarang."
“Baik, Miss."
Mereka mulai membubarkan diri, beranjak pergi menuju ke kelas masing-masing. Miss Sonya masih berdiri di depan toilet, memantau Raja beserta yang lain dari jauh. Setelah para murid itu berbelok dan beberapa menaiki anak tangga untuk ke lantai atas, Miss Sonya menyunggingkan senyum tipis. Lantas melanjutkan langkahnya lagi menuju kelas 11 IPA unggulan 3.
Dilain sisi, Raya dan Yeji tidak benar-benar pergi ke kelas. Setelah berbelok arah dari koridor kantin sekolah, mereka tidak lagi melanjutkan langkah. Berdiam diri di bawah anak tangga sambil memantau Miss Sonya yang sudah hendak masuk kedalam kelas.
Raya mengeluarkan ponsel dari saku blazer seragamnya. Sementara Yeji diam memantau keadaan jikalau ada guru yang berjalan atau hendak kearah sana.
“Coba lo telfon Lia.”
“Ini juga gue mau telfon Lia." Raya mendekatkan benda pipih itu ke telinga begitu nada dering hpnya mulai berbunyi. “Angkat dong, Li.”
Raya lantas menekan tombol hijau lagi setelah 43 detik berlalu panggilan itu tidak kunjung diangkat oleh Lia.
“Nggak diangkat?” pertanyaan Yeji barusan hanya dibalas gelengan singkat oleh Raya.
Di percobaan yang ketiga kali, Lia masih tidak mengangkat panggilan telfonnya. Raya menggerakkan kedua kaki, berusaha menenangkan diri. Dia sudah mencoba menelfon untuk yang ke empat kali, namun hasilnya masih sama. Lia, entah apa yang sedang gadis itu lakukan sampai tidak bisa mengangkat panggilan telfonnya sedari tadi.
“Yaudah lah, Ray. Lia juga palingan masih ada di sekitar sini. Kita balik ke kelas aja yuk.” Yeji menyipitkan matanya begitu tidak sengaja menangkap penampakan seseorang dari ujung koridor. “Eh Pak Bagus tuh.” lanjutnya seraya menunjuk Pak Bagus yang kian berjalan mendekat ke arah mereka.
Raya tersentak, melirik kecil kearah koridor yang tersambung dengan koridor kelasnya. Pak Bagus berjalan kearah kelas mereka, sepertinya dia yang akan menggantikan jam pelajaran Pak Indra- guru yang seharusnya mengajar mata pelajaran bahasa namun tidak hadir- membuat wali kelas mereka lah yang akan menggantikan jam pelajaran kosong tersebut.
“Cabut.” Raya meraih tangan Yeji lalu membawanya pergi, kedua gadis itu mengendap-endap menuju kearah kelas. Untung saja, saat itu Pak Bagus berhenti disamping pilar sebab harus mengangkat panggilan telepon mendadak. Begitu sampai didepan kelas, dari arah belakang, seseorang tiba-tiba saja menyentuh bahu keduanya membuat Raya maupun Yeji yang hendak memasuki kelas reflek terperanjat ditempat.
“Kalian mau kemana!?"
Kedua gadis itu sontak berbalik begitu tau siapa pemilik suara yang baru saja bicara. Lia yang melihat ekspresi panik milik kedua sahabatnya itu langsung tertawa puas. Yeji berdecak kesal, reflek menutup mulut Lia dengan satu tangannya sesekali melirik kearah Pak Bagus yang masih senantiasa berdiri menerima telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
extracurrikiller
Mystery / Thrillere x t r a c u r r i k i l l e r Kata orang, masa yang paling indah itu adalah masa remaja. Masa yang ada untuk bersenang-senang. Menikmati masa muda dengan berfoya-foya dan menjalankan hidup seolah sedang berada dalam novel telenovela. Namun, keny...