[T]

219 50 10
                                    

Jeongyeon mengucek kedua manik nya, dia melihat jam beker kecil diatas nakas sebelum mengecek pesan yang masuk ke ponselnya. Saat ini baru pukul 06.45 pagi, oh, begitu.

"Hei, tunggu!" Jeongyeon segera beranjak dari tempat tidur lantas sekali lagi melirik jam beker diatas nakas. Itu jam 06.45!!!

"Astaga, aku kesiangan!" Biasanya Jimin akan berangkat sekolah pada jam 07.30 pagi dan dia harus sudah berada di kediaman Park pada pukul 07.00 tepat. Hal itu selalu dirinya lakukan hampir setiap hari lantas bagaimana pula hari ini dia bisa kesiangan?

Dengan menelan ludah, Jeongyeon kembali meraih ponselnya. Membaca satu notif diantara beberapa notif sns yang tidak penting.
Message from :
Park Jimin

Baik. Selamat tinggal dunia, selamat tinggal uang dan segala kemewahan hidup, karir Jeongyeon pasti akan hancur detik ini juga. Dengan sisa keberanian juga tubuhnya yang memang sudah mulai melemas, Jeongyeon membuka pesan tersebut
'Keluarlah, aku ada didepan rumahmu.'

———

Jimin menyimpan kembali ponselnya setelah mengirim pesan kepada gadis itu. Sebenarnya dia sudah mengetuk pintu rumah Jeongyeon beberapa kali hanya saja gadis tersebut tidak kunjung keluar. Jimin tebak, Jeongyeon masih tertidur mengingat memang hari ini adalah hari dimana Jeongyeon harus kembali bekerja setelah beberapa hari beristirahat dirumah lantaran sakit. Jika saja pagi ini bukan tanggal merah tentunya.

Clek! Suara pintu yang terbuka perlahan membuat Jimin yang tengah berdiri sembari membelakangi daun pintu memilih memutar tubuhnya.

"S-selamat pagi, tuan muda,"

Deg! Jantung Jimin terasa berhenti berdetak begitu saja saat dihadapannya terlihat wajah seorang gadis dengan rambut berantakan, wajah khas bangun tidurnya yang nampak ragu-ragu seperti menyimpan takut, juga suara seraknya. Oh, tidak, pertama kali di kehidupan Jimin dirinya melihat Jeongyeon saat baru bangun tidur seperti ini. Selama Jeongyeon bekerja untuknya, Jimin enggan berurusan dengan gadis itu. Apalagi sampai repot menyambangi kediaman Jeongyeon.

"Anu.. tuan muda?" Suara serak Jeongyeon yang lebih terdengar seperti mencicit takut-takut masuk ke dalam indra pendengaran Jimin. Membuat pemuda itu kembali menuju kesadaran nya setelah beberapa saat tampak mematung.

"Keluarlah," Perintah Jimin yang dijawab anggukan oleh Jeongyeon. Perlahan, dia membuka pintu lantas menyeret tubuhnya yang sedari tadi tersembunyi dibelakang pintu. Wajahnya menunduk.

"Ada apa? Mengapa menunduk seperti itu?"

"S-saya terlambat bekerja, tuan muda pasti ingin melaporkan saya kepada tuan Park lalu memecat saya bukan? Maafkan saya, tuan," Jeongyeon berkata lirih.

Seulas senyum hangat terlihat dibalik ranum cherry milik Jimin. Lucu sekali melihat Jeongyeon seperti ini.

"Angkat wajahmu, aku tidak kesini untuk memecatmu. Lagipula hal itu kewenangan ayahku,"

"Eh? Lalu?" Jeongyeon mengangkat wajahnya lengkap dengan tatapan bingung yang diberikannya kepada Jimin.

"Hari ini tanggal merah, kau lupa? Jadi seharusnya kau tidak bekerja. Tetapi aku ada pekerjaan untukmu, masuklah dan ganti bajumu. Pakai pakaian terbaik yang kau punya,"

"Anu.. maksud tuan?"

"Lakukanlah apa yang aku perintahkan. Ingat, pakai pakaian terbaik yang kau punya. Jangan sampai kau mengecewakan ku dengan cara berpakaianmu,"

"B-baik tuan, itu.. tuan muda silahkan masuk saya akan membuatkan minuman untuk—"

"Tidak perlu," Jimin melangkah kan kakinya mendekati Jeongyeon yang masih berdiri diambang pintu. Jeongyeon menyerong kan tubuhnya, memberikan ruang bagi Jimin untuk berdiri didepan dirinya. Setelah sampai tepat didepan Jeongyeon, Jimin sedikit menunduk.

Your EcstasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang