"Tuan.. Tuan Muda?" Jeongyeon terkesiap. Darahnya masih berdesir menciptakan lecutan listrik yang mengalir melewati arteri miliknya. Dia masih tidak mengerti perkataan Jimin tentang nya ini, tentang klaim pemuda tersebut atas kepemilikannya, kepemilikan hatinya.
"Aku sudah mengatakan dengan jelas, bukan? Atau pernyataan tadi belum jelas bagimu?" Jimin kembali mundur, mendudukkan tubuhnya diatas ranjang King size yang dia miliki sembari manik sabit nya menelisik lurus ke arah Jeongyeon yang masih diam membatu.
"S-sangat jelas, Tuan. Hanya saja.. menyukai saya? S-saya rasa Tuan Muda perlu berpikir ulang, maaf jika sekiranya saya lancang," Rasanya Jeongyeon ingin menghilang saja dari depan Jimin lantas berkencan dengan kasur minimalis nya, setelah semua yang terjadi entah mengapa atmosfir kamar Jimin yang kelewat mewah justru menyesakkan baginya.
Maksudnya, yang benar saja? Pasti semua ini hanya lelucon khas remaja yang Jimin layangkan untuknya bukan? Disukai oleh seorang pemuda berumur delapan belas tahun sedangkan dirinya sudah menginjak dua puluh satu, dari segi usia saja hal ini sudah aneh dibenak Jeongyeon. Meskipun Jeongyeon tidak mempunyai kisah asmara picisan selama hidupnya lantaran menurutnya hal tersebut memuakkan, dia tetap berharap jika kisah cinta yang kelak menghampirinya lebih sederhana daripada disukai oleh Tuan Muda nya sendiri. Apa yang terjadi dengan anak-anak sekarang? Apakah sedang trend menaruh perasaan kepada gadis yang jauh lebih tua dari mereka? Ah, Jeongyeon tidak mengerti.
"Oh, kau memberi tahu untuk ku agar berpikir ulang? Sejak kapan seorang bodyguard yang bekerja untuk ku justru memerintahkan hal menggelikan seperti ini..." Jimin menjeda kalimat nya bersamaan dengan jemarinya yang menggenggam lengan Jeongyeon dan menarik gadis itu. Membuat Jeongyeon hampir saja menubruk Jimin jika saja pemuda itu tidak menahan pinggang nya.
"...kepada Tuan Mudanya, bukankah hal itu sangat aneh, Noona?" Pemuda itu menatap intens ke arah wajah Jeongyeon dengan sebuah senyum miring terpatri di ranum tipisnya. Sial, jika Jeongyeon boleh jujur, Jimin sekarang terlihat sangat.. tampan?
"Baiklah, aku lelah bermain-main. Kau keluar saja, belikan aku snack atau semacamnya. Aku sedang ingin bermain game,"
"Tapi Tuan, Tuan Muda belum sarapan sedari tadi. Lebih baik Tuan Muda sarapan terlebih dahu—"
"Belikan aku snack atau aku akan mengeluarkan semua minuman keras yang aku simpan selama ini dan meminumnya didepan matamu?"
"Baik Tuan, dimengerti. Saya permisi dahulu," Jeongyeon menunduk hormat lantas meninggalkan Jimin seorang diri dikamarnya. Diam-diam Jimin memperhatikan tubuh Jeongyeon sampai gadis itu benar-benar menghilang di balik pintu, Jimin tersenyum.
"Kau manis, aku menginginkan mu Noona,"
— • —
"Tidak, tidak, tidak! Semua ini tidak masuk ke dalam list hidupku! Aku hanya ingin hidup tenang dengan banyak uang, hanya itu. Lantas apa lagi sekarang? Park itu menyukaiku? Hah?" Jeongyeon sibuk menggerutu didalam mobil, entah sudah berapa kali dirinya memukul stir mobil, meluapkan segala kesal yang tiba-tiba menimpanya.
"Aaargh! Seharusnya tadi aku tidak perlu repot-repot bilang jika aku akan terus berada didekatnya, benar, dia benar. Seharusnya saat dia mengusirku tadi, aku pergi saja lantas kembali ke rumah, menikmati waktu istirahat ku. Aku yakin Tuan Besar tidak akan menegurku. Semuanya justru semakin rumit. Dia menyukai? Lucu sekali." Jeongyeon terdiam, kini dia menidurkan kepalanya beralaskan lengan miliknya. Sepasang manik kecoklatan nya menutup. Dia menghela nafas pelan.
"Aku tidak berbohong, aku benar-benar menyukai pekerjaan ini. Ditambah akhir-akhir ini Tuan Muda tidak membuat onar dan hal ini sangat menyenangkan. Hanya saja.." hanya saja? Jeongyeon juga tidak mengerti apa yang akan dia katakan atau apakah makna 'hanya' disini.
"Ah, sudahlah. Untuk saat ini aku harus membeli snack terlebih dahulu," Jeongyeon kembali menegakkan tubuhnya dan mulai menjalankan kendaraan roda empat yang kini tengah dikendarainya. Karena Jimin hanya meminta makanan ringan, jadi Jeongyeon hanya akan mencari supermarket terdekat sebelum ponsel miliknya berdering.
"Jeongyeonie Noona! Ini aku!"
"Oh, Jeon Ggukie Bunny! Ada apa, hm? Kau seharusnya masih ada di sekolah bukan? Hei, bermain ponsel di sekolah itu tidak baik,"
"Sebentar Noona! Aku mendapatkan izin untuk menggunakan ponsel, kok. Hari ini Jimin tidak masuk sekolah bukan? Aku ingin memastikan apakah dia baik-baik saja, aku sudah mencoba menghubungi ponselnya tetapi tidak ada jawaban,"
"Oh, benar. Tuan Muda sedang tidak enak badan jadi izin untuk hari ini, Ggukie,"
"Begitu ya.. Noona sedang ada diluar sekarang?"
"Iya, Tuan Muda menyuruh Noona untuk membeli makanan ringan,"
"Um.. Noona, apakah semuanya baik-baik saja? Noona sedang tidak ada masalah atau semacamnya?"
Jeongyeon terdiam. Jelas sekali ada nada khawatir di pertanyaan Jungkook. Dirinya tidak tahu jika pemuda ini memiliki kepekaan terhadap seseorang disekitarnya, dia tertawa pelan.
"Noona baik-baik saja, Ggukie. Terimakasih sudah mengkhawatirkan Noona ya? Nah, sekarang kembali ke kelas mu, kelinci."
"Tetapi aku 'kan masih ingin mengobrol dengan Noona,"
"Jeon Jungkook.."
"Baiklah, baik. Ah, Noona ini menyeramkan sekali, huh. Aku kembali ke kelasku ya, Noona! Sampai jumpa lagi, hehe,"
Pemuda itu akhirnya mematikan panggilannya, sungguh pemuda yang sangat menggemaskan. Jeongyeon jadi berpikir jika seandainya dirinya mempunyai adik seperti Jungkook, pasti akan sangat menyenangkan. Jungkook sangat baik, ramah, dan mempunyai energi positif disetiap perkataan nya. Tidak terasa, Jeongyeon sudah sampai ke salah satu supermarket yang ditujunya. Karena dia hanya akan membeli beberapa snack lantas kembali ke kediaman Park, gadis itu tidak ingin berlama-lama di tempat ini.
Message from Jungkook
Hai (lagi) Noona, semangat bekerja nya untuk hari ini ya! Tadi aku lupa mengatakan nya, hehe <3"Anak ini, haruskah aku mengganti kontak nya mejadi talkactive bunny?"
— • —
Jeongyeon menghela nafas, akhirnya dirinya sampai di tempat dimana Jimin tengah menunggunya. Saat siang hari seperti ini selalu saja macet dan sangat menyebalkan terjebak macet dengan panas nya Seoul yang sangat tidak bersahabat.
"Permisi, Tuan. Ini saya, boleh saya masuk?"
"Masuklah," perintah suara dari dalam kamar yang tidak lain milik Jimin. Saat Jeongyeon baru saja melangkahkan kakinya memasuki kamar milik Jimin, pemuda itu sudah berada disana, menatap lurus ke arah Jeongyeon.
"Lama sekali, kau dari mana saja?"
"Um.. anu.. saya mohon maaf, Tuan Muda tetapi saya sempat terjebak macet,"
"Baguslah jika itu yang menahan mu, aku khawatir ada seseorang yang menahan mu selama ini. Kau milikku, ingat?"
To be continued.
Mau open QnA tapi takut ga ada yang nanya xD. Jadi buat siapapun yang mau nanya, ai persilahkan yaa, kalau ngga juga gapapa hehe. Luv y'll so matcha<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Ecstasy
Fanfic[Warn : Usia karakter di dalam cerita ini tidak menyesuaikan usia mereka di kehidupan nyata, pengubahan usia karakter disesuaikan dengan alur cerita.] Highest rank #7 in Jeongmin - 23/05/21 ▪ "Kau hanya bodyguard ku jadi berhenti mengurusi hidupku,"...