ㅤPagi ini seperti biasa, Jeongyeon menjalankan mobilnya menuju kediaman Park. Memulai rutinitas hariannya; menjemput Tuan muda Park Jimin untuk lantas mengantarkan anak itu menuju sekolah. Selesai memarkirkan kendaraan beroda empat tersebut, kaki jenjangnya melangkah menuju rumah yang berdiri kokoh, megah—tentu saja kediamannya tidak ada apa-apanya dibandingkan bangunan yang ada di hadapannya ini—dengan halaman yang luar biasa luasnya. Namun, belum sampai langkah kakinya membawa tubuh sang gadis ke dalam rumah, dirinya berhenti. Tepat di depan ambang pintu, netranya dapat dengan jelas menangkap sesosok pemuda yang tampak berdiri dengan pandangan datar. Itu Park Jimin, anak dari majikannya sekaligus seseorang yang telah berada dibawah pengawasannya selama satu tahun lebih.
"Selamat pagi Tuan muda," Jeongyeon membungkuk hormat seraya memberi sapaan, tidak lupa seulas senyum palsu— khas para pekerja yang diharuskan mengumbar wajah manis—terpatri di ranumnya.
"Kau lama sekali." Ucap Jimin tanpa berniat membalas sapaannya lantas berjalan ringan mendahuluinya. Jeongyeon tidak akan jengkel dengan hal ini, toh jutaan kali dia telah menerima respon yang tidak jauh-jauh berbeda, bahkan lebih buruk pun pernah ia jumpai.
Gadis itu berjalan mengikuti Tuan mudanya dengan ekspresi setengah ragu, sisanya penasaran. Lantaran pemuda bermarga Park itu teramat jarang bersiap-siap sepagi dan setepat waktu ini, biasanya Jeongyeon akan menghabiskan waktu belasan menit hanya untuk menunggu Jimin menyelesaikan adu mulutnya dengan Tuan Park atau dengan para pelayannya. Entah karena dia yang tidak mau bersekolah, ingin membawa satu botol soju di dalam tasnya, atau sesuatu—tidak berguna—lain yang selalu saja menjadi bahan perdebatan. Aneh sekali melihat Jimin berdiri di depan daun pintu seperti tadi dan menjadi pihak yang menunggu kedatangannya, yah, meskipun hal ini juga membuat pekerjaannya jauh lebih mudah. Harusnya sih, dia bersyukur dan berharap pemuda itu terus menerus seperti ini.
"Baik, apakah ada yang tertinggal, Tuan?" Tanya Jeongyeon dengan senyum sumringan sembari menyalakan mesin mobil. Paginya bagus. Dengan berangkat sepagi ini, Jeongyeon dapat menikmati suasana pagi dan tidak perlu repot-repot terjebak macet dengan perasaan was-was lantaran takut terlambat menuju sekolah Jimin.
"Tidak ada, ayo cepat berangkat." Jawab Jimin singkat. Jeongyeon yang tidak ingin ambil pusing, tentu saja mengangguk patuh dan perlahan, mobil dengan merk ternama itu segera berjalan. Menyusuri jalanan kota Seoul.
Tidak ada percakapan di dalam kendaraan beroda empat ini, hanya ada deru nafas lembut Jeongyeon yang beradu dengan suara khas mesin mobil yang tengah bekerja. Sesekali, Jeongyeon melirik ke arah kaca kecil yang berada tidak jauh dari kepalanya, memperhatikan Jimin di belakang sana. Satu dua lirikan, yang dapat Jeongyeon tangkap hanyalah Jimin yang menikmati musik dibalik earphone yang terpasang pada telinganya. Sampai akhirnya Jeongyeon memutuskan untuk berhenti melirik, gadis itu memfokuskan pandangan pada jalanan beraspal yang berada di depannya. Namun tidak berapa lama, dia mendengar suara seperti Jimin tengah mencari-cari sesuatu dari dalam tasnya.
"Apa ada barang yang Tuan cari atau tertinggal di rumah? Jika memang ada, saya bisa mengambilkannya untuk Tuan muda, selesai mengantarkan Tuan, saya akan kembali untuk mengambil barang tersebut." Tawar Jeongyeon tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.
"Tidak ada, kau fokus saja menyetir." Lagi-lagi, Jimin hanya membalas tawaran Jeongyeon dengan singkat. Gadis itu menghela nafas perlahan, suasana hatinya sedang sangat bagus sekarang. Dia tidak ingin merusak hal itu dengan merasa kesal lantaran jawaban Jimin dengan intonasi datarnya itu.
Setelah menempuh perjalanan di tengah keheningan itu, mobil yang Jeongyeon kendarai telah sampai di bangunan megah berisi puluhan ruang kelas juga ruang ekstrakurikuler, mulai dari sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas. Ya, bangunan yang tidak lain sekolah tempat Jimin menempuh pendidikannya. Gadis itu cepat-cepat membuka pintu belakang, mempersilahkan Tuan mudanya untuk turun.
"Selamat belajar, Tuan. Seperti biasa saya akan menunggu Tuan muda di cafe kecil seberang sana, jika Tuan membutuhkan saya jangan ragu untuk mengirimkan saya pesan." Jimin hanya mengangguk mengiyakan perkataan Jeongyeon, namun pemuda itu tidak kunjung melangkahkan kakinya melainkan menatap Jeongyeon ragu.
"Kau.. Suka cokelat tidak?" Tanya Jimin.
"Sebenarnya saya tidak terlalu menyukai hal manis," Jeongyeon menggantungkan kalimatnya, hal itu membuat Jimin menurunkan pandangannya. Pemuda itu menunduk lesu.
"Tetapi saya suka cheesecake dan cokelat." Sambung Jeongyeon yang disambut tatapan berbinar dari Jimin. Perlahan, pemuda itu mengacungkan sebelah tangannya yang sedari tadi tergenggam. Di sana terdapat tiga butir permen cokelat terbungkus plastik warna-warni.
"Eh? Ini untuk saya, Tuan?"
"Ya! Untukmu, ambillah." Meski ragu, Jeongyeon tetap menerima permen pemberian Jimin lantas mengucapkan terimakasih. Setelahnya, Jimin berlarian kecil meninggalkan Jeongyeon lantas punggung pemuda itu hilang dari pandangan Jeongyeon. Sedangkan si gadis hanya mampu mematung selama beberapa saat sembari menatap permen warna-warni yang kini menjadi miliknya.
"Anak itu.. Dia aneh sekali, bukan?" Seru Jeongyeon kepada dirinya sendiri sebelum membuka salah satu bungkus permen lantas memasukkan permen tersebut ke dalam mulutnya.
Jimin yang suasana hatinya sedang baik, berjalan menyusuri deretan kelas guna menuju ke dalam kelasnya. Mengabaikan ajakan teman-temannya yang berseru-seru mengajaknya menongkrong untuk transaksi salah satu benda terlarang—rokok dengan selipan ganja—sepulang sekolah dan lebih memilih menghempaskan badannya di kursi dengan asal. Earphone yang sempat dilepaskannya kini kembali terpasang, pemuda itu memandang keluar jendela dengan seulas senyum tercipta di paras tampannya.
"Park Jimin, kau punya pagi yang baik ya?" Pemuda itu spontan mengganti ekspresinya dengan datar saat mendapati salah satu earphone di telinganya dilepas tanpa permisi. Di depan sana, maniknya mendapati seorang pemuda dengan senyuman khas bergigi kelinci.
"Kau mau apa?" Tanya Jimin dengan tatapan tajam. Merasa terganggu.
"Santai saja, Tuan muda Park. Aku ‘kan hanya bertanya, dan ops! Maaf karena melepas earphone-mu begitu saja, habisnya aku sudah memanggilmu berulang kali tetapi kau tetap saja tidak mendengarkan panggilanku." Pemuda ber-name tag Jeon Jungkook itu duduk di kursi yang terletak tepat di depan Jimin, senyuman dari wajahnya tidak luntur barang sedikitpun.
"Aku lihat, tadi kau memberikan permen cokelat untuk Noona. Apa masih ada sisanya untukku?" Jungkook menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya sembari memiringkan kepala. Namun, bukan jawaban yang ia dapatkan melainkan atmosfer dingin yang semakin tidak bersahabat keluar begitu saja dari sosok Jimin.
"Jujur saja, kau terganggu karena aku memberikan gadis itu permen bukan? Cih, kekanak-kanakan."
"Memang aku terganggu. Sangat." Senyuman di ranum Jungkook menghilang begitu saja, digantikan wajah yang sama datarnya dengan milik Jimin pun manik yang menatap lurus ke arah pemuda itu.
"Kau ingin mendekati Noona? Tidak masuk akal. Aku tidak akan membiarkan Noona menjadi milik pemuda sepertimu, Noona layak mendapatkan seseorang yang jutaan kali lebih baik dari itu." Selesai mengatakan hal tersebut, Jungkook beranjak lantas berjalan menjauhi Jimin, namun baru beberapa langkah, pemuda itu menoleh.
"Kau tahu, gadis seperti Noona dapat membuat puluhan atau bahkan ratusan laki-laki jatuh cinta dengannya. Dan tentu saja aku tidak akan membiarkan kau menjadi salah satu yang menghalangiku, Jim." Final Jungkook sebelum benar-benar meninggalkan Jimin seorang diri. Pemuda itu mengangkat wajahnya, membiarkan senyum miring terulas di ranum cherry miliknya.
"Kau pikir aku tidak layak untuk mendapatkan Yoo Jeongyeon? Lucu sekali. Kau lihat saja, apakah aku atau kau yang akan patah kali ini, Jeon Jungkook."
To be continued
Good evening, readersnim! How was your day? Harinya baik atau buruk? Kalau buruk, semoga chapter malam ini bisa sedikit mengobati hari kalian yang buruk yaa. May happiness bless you all 💗
With luv, Ai

KAMU SEDANG MEMBACA
Your Ecstasy
Fanfiction[Warn : Usia karakter di dalam cerita ini tidak menyesuaikan usia mereka di kehidupan nyata, pengubahan usia karakter disesuaikan dengan alur cerita.] Highest rank #7 in Jeongmin - 23/05/21 ▪ "Kau hanya bodyguard ku jadi berhenti mengurusi hidupku,"...