🌑 2 🌑

379 92 13
                                    

"Rama! Rama! Bangun!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rama! Rama! Bangun!"

Louis membangunkan. Dia beberapa bulan lebih muda dariku. Gadis ini memang tidak sekamar dengan aku maupun anak lain karena kami memang disuruh tidur di kamar sendiri. Tapi, Louis yang paling dini bangun dan biasa menjadi alarm alami selain Mama.

Aku mengerjapkan mata, meski terasa berat, berusaha melihat wujud Louis. "Hm?"

"Ayo!" Louis menarikku kencang hingga aku nyaris terjatuh.

"Hei!" Aku berusaha menegur gadis kecil ini, tapi tentu saja tenaganya jauh lebih kuat dibandigkan orang yang baru saja bangun.

Begitu pintu kamar terbuka, aku disambut dengan kehebohan teman serumahku. Bukan hal aneh lagi. Setiap jam makan kami memang selalu ribut. Dari yang cerewet sampai pendiam.

Bruk!

"Hati-hati!" Seruan Mama dari ruang tengah terdengar ketika salah seorang dari kami jatuh.

Tentu ia tidak menangis, karena sebentar lagi sarapan.

Duk!

"Aduh!"

Seseorang mendorongku dari belakang hingga jatuh. Aku menggerang pelan selagi mencoba bangkit kembali.

"Rama!" Louis membantuku bangkit.

"Maaf, ya!" Seorang anak lelaki yang lebih tua dariku membantu berdiri. Sepertinya dia yang tadi mendorongku.

Aku mengiakan. "Tidak apa-apa."

Kami meneruskan langkah sambil menjaga diri kalau ada yang meliar lagi.

Kulihat di depan meja dan kursi sudah tertata rapi. Makanan pun sudah duduk manis di meja siap disantap.

"Eits!" Mama berdiri di depan kami, menghalang jalan. "Yang tertib, ya!"

Aku berada di antrean tengah, jadi tidak perlu berlama-lama menunggu saudaraku.

Maju selangkah.

Maju selangkah lagi.

Beberapa langkah lagi.

"Rama tidak mengantuk, 'kan?" Mama menatapku ketika aku berdiri tepat di depannya.

"Tidak, Ma." Aku menggeleng. Tidur jam sepuluh bukan masalah bagiku. Tapi, terkadang aku memang tidak bisa membuka mata sama sekali jika tidur terlalu lama.

Mama tentu saja tidak senang mendengar kebiasaanku. Tapi, hanya dengan menegurlah yang bisa dilakukan.

Aku pun dibiarkan lewat lalu duduk di antara saudara-saudaraku.

Kutenggok jendela. Meski bintang dan bulan tidak bersinar malam ini, setidaknya kami masih bisa menyantap sarapan andalan Mama, daging.

 Meski bintang dan bulan tidak bersinar malam ini, setidaknya kami masih bisa menyantap sarapan andalan Mama, daging

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mama, Apa Rahasiamu? [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang