Chapter 12 (Namaku adalah Bibi)

83 16 3
                                    

Air mata yang memaksa dirinya untuk keluar dari matanya tidak dapat ia bendung hingga akhirnya membanjirinya pipinya, rasa sesak di dada membuat dia teringat kembali kenangan kenangan manis saat masih bersamanya.

Dengan tenaga yang ada, ia tetitih berdiri. Tidak peduli dengan posisi berdirinya yang tidak sempurna, Marine langsung berjalan menuju ke arah Rushia yang terkapar tak berdaya.

"Rushia Rushia. Rushia.."

Air mata yang menghalangi pandangannya ia tidak pedulikan, bahkan suara dentuman keras yang berasal dari belakangnya ia tidak pedulikan, karena semua titik fokusnya tertuju pada Rushia.

Sesampainya ia yang tepat berada di sisi tubuh Rushia, ia langsung membantingkan tubuhnya untuk duduk. Tubuhnya bergetar melihat sebuah luka yang berada di perutnya, darah merah terus menerus keluar dari perutnya, secara perlahan ia mengambil tubuhnya dan ia mengangkatnya dalam pelukannya.

"Rushia.."

Sebuah panggilan yang biasanya ia gunakan dengan nada riang dan dibarengi suasana yang sangat nyaman kini berubah menjadi nada yang tak karuan.

Dengan wajahnya yang pucat dengan mulut yang di penuhi oleh darah, gadis yang dipanggil Rushia itu langsung membuka matanya secara perlahan. Disaat ia membuka matanya ia langsung tersenyum bahagia ketika melihat temannya yang terkasih.

"Ma...rine syukurlah..."

Mendengar hal itu, air mata yang Marine keluarkan semakin deras hingga mengalir ke dagunya dan berjatuhan.

"Apa yang kau bicarakan, Rushia? Bertahanlah, aku mohon bertahanlah."

Rushia yang masih tersenyum langsung mengangkatkan tangan kirinya ke arah pipi kanan Marine.

"Sedari dulu Rushia selalu berpikir..."

Sebelum melanjutkan perkataannya, Rushia batuk dengan darah yang kelaur dari mulutnya.

"... apakah Rushia akan sanggup menguburkan tubuh Marine..."

Tubuh Rushia seketika langsung dibaluti oleh cahaya hijau, dan cahaya tersebut semakin terang dan semakin meluas ke seluruh tubuh Rushia seperti akan memakan tubuh kecilnya tersebut.

Marine langsung menggapai tangan Rushia yang berada di pipi kanannya, lalu ia remas remas.

"Rushia, berhentilah berbicara. Bertahanlah. Ku mohon."

Rushia langsung kembali tersenyum manis dengan matanya yang ia tutup dan dibarengi dengan kepalanya yang ia geleng gelengkan, lalu tak lama setelahnya ia membuka kembali matanya secara perlahan.

"Rushia.... sangat bersyukur... karena akhirnya... hal itu... tidak pernah terjadi"

"Tapi, bagaimana dengan diriku, Rushia?"

Dengan kedua alisnya yang ia kerutkan, Rushia menutup matanya yang dibarengi dengan senyuman paksaannya.

"Maaf yaa, Marine."

Setelah kata kata tersebut, Rushia menutup matanya dan tidak pernah ia buka kembali, bahkan mulutnya berhenti mengeluarkan kata kata lagi.

Tubuh kecilnya semakin menghilang karena hampir ditelan oleh seluruh cahaya hijau itu, bahkan tubuh Marine yang sedang memeluk tubuh Rushia semakin tidak dapat merasakan tubuh gadis kecil tiu.

Melihat hal itu, air mata Marine semakin deras keluar dari matanya, seluruh tubuhnya menggigil melihat tubuh temannya menjadi transparan hingga akan menghilang.

"Rushia..!! Rushia..!! Ku mohon Rushia..!! Bertahanlah Rushia..!!"

Marine yang terus menggoyangkan tubuh Rushia, berharap ada respon yang dapat diberikan oleh Rushia padanya. Tapi, tidak ada sama sekali respon yang ia berikan. Cahaya hijau itu semakin merambat hingga ke wajahnya dan akhirnya menelan seluruh tubuhnya.

Houshou MarineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang