[26] Don't Say Goodbye

861 143 33
                                    

Umji tersenyum miris, dia menatap gedung-gedung yang menjulang tinggi di atap rumah sakit. Pada awalnya dia datang ke sana untuk mengantarkan Yuju, seseorang yang mendadak kejang dan akhirnya di bawa ke rumah sakit.

"Ibu, Ayah."

"Apa aku boleh ikut?"

Umji menatap ke atas langit, dia melambaikan tangan dan tersenyum pada kedua orang tuanya. Dia sudah menganggap kedua orang tuanya berada di atas sana.

"Ibu!!! Ayah!!! Umji merindukan kalian!!!" teriak Umji sekencang mungkin.

"Aku datang ... " ucap Umji sambil memejamkan matanya.

Srekh!

Brukh!

Napas Umji memburu, dia masih memejamkan matanya menantikan akhir dari kehidupannya. Namun, saat dia tak kunjung jatuh dan tak kunjung menerima sakitnya, ia membuka matanya secara perlahan.

"Kau sudah tidak waras?!"

"Eunha eonie, bagaimana bisa kau di sini juga?"

"Tentu saja aku harus menjaga adikku!"

"Kau ikut tiada bersamaku?"

Eunha mengernyit. "Jadi benar kau berniat untuk mengakhiri hidupmu?"

Umji beranjak. "Aku tidak jatuh?"

Eunha menggeleng.

"Kenapa kau tidak membiarkan aku jatuh saja tadi?!"

"AKU TIDAK MUNGKIN MEMBIARKAN ADIKKU TIADA DENGAN CARA TRAGIS DAN BODOH!"

"Eonie ... " tangis Umji pecah, ia memeluk Eunha dan menumpahkannya di sana.

"Umji yya," balas Eunha, ia mendekap Umji erat dan mengecup puncak kepala Umji berkali-kali.

"Kenapa mereka pergi? Kenapa mereka meninggalkan kita? Kenapa? Kenapa?" tanya Umji histeris.

Eunha menggelengkan kepalanya, dia juga tidak tahu alasan yang membuat kedua orang tuanya memilih pergi. Karena yang ada dalam pikirannya saat ini adalah sebuah tuduhan, tuduhan, dan tuduhan saja! Dia tidak memikirkan takdir yang lebih akurat dalam sebuah alasan kematian.

"Ayo bangun, Umji."

"Tidak ... Biarkan aku—"

"Ibu dan Ayah tidak suka jika putrinya begini."

"Tapi aku begini juga karena mereka!"

Eunha tidak bisa bicara lagi, dia pun memutuskan untuk semakin erat mendekap Umji. Beruntung dia datang tepat waktu, jadi dia bisa menarik Umji, membawa Umji agar tidak tiada dengan cara yang bodoh. Tidak ada yang mengajarinya untuk bertindak bodoh, tapi pikiran kosongnya sendiri yang memerintah.

.
.
.

"Kau tidak boleh pergi."

Yerin mengernyit. "Kenapa? Aku harus pulang dan melihat keadaan Sinb juga."

"Serius? Kau akan meninggalkan Yuju dan membiarkan Yuju kenapa-napa?"

"Apa bedanya dengan Sinb? Dia lebih kenapa-napa dan membutuhkan perawatan lebih dari ini!"

Sowon beranjak dengan kasar, dia mencengkram kerah baju Yerin, menatap Yerin dengan tatapan menyala. Ini bukan Kim Sowon, ini orang lain yang sedang menguasainya.

"Kau ... Aku tidak akan mengakuimu sebagai adik, jika berani beranjak dan meninggalkan ruangan ini!"

Yerin tersenyum miris. "Begitukah? Kau akan membuangku begitu saja?"

Don't Say Goodbye || GfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang