"Bulan lalu, bibi dengar katanya kau akan melangsungkan pertunangan. Dengan siapa, Nak?"
Mujur sekali nasibmu, bertemu dengan ibu dari salah satu teman sekelasmu saat sma dulu, Min Gyu. Niatnya kau ingin meluangkan waktu untuk dirimu sendiri setelah berminggu-minggu disibukkan oleh jadwal kantor yang padat. Siapa sangka malah bertemu ibu Min Gyu di restoran langgananmu.
Tidak masalah kalau tiba-tiba kau bertemu seseorang tidak terduga, memang sudah begitu resikonya bukan? Tapi topik yang dibahas ibu Min Gyu sedikit mengejutkanmu. Darimana dia tahu, ketika bahkan kau dan Min Gyu tak lagi bertukar sapa, baik secara langsung maupun lewat media sosial.
"Siapa yang memberitahu bibi?"
Jawabmu berusaha membawa tawa ke dalamnya. Supaya tidak terlihat canggung tentunya. Ibu Min Gyu ikut tertawa, wanita lima puluh tahun itu mencoba mengingat-ingat perihal sosok yang memberinya kabar pertunanganmu.
"Siapa ya? Sepertinya salah satu pelanggan bibi, namanya? Oh itu teman kalian juga, Ji Hyo ya, nah itu dia."
Pantas saja. Ketua kelas paling hobi menggosip itu tidak pernah berubah rupanya. Kau akan mengklarifikasi dan ingatkan dirimu untuk meminta traktir pizza lima kotak dari Ji Hyo nanti.
"Oh, Ji Hyo. Ya, sebenarnya memang ada rencana seperti itu. Tapi tidak pernah terwujud. Aku sendiri penyebabnya."
Ucapmu sembari mengaduk-aduk minumanmu. Ibu Min Gyu tampak serius menyimak penuturanmu. Sesekali melahap dessert miliknya. Dia tahu kau akan menyambung kalimat sehingga tidak mau mencela sedikitpun.
Persis ibu yang sedang mendengarkan buah hatinya mencurahkan isi hatinya. Itulah mengapa kau merasa nyaman kalau berbagi pada beliau. Mungkin canggung yang melanda karena lama tidak bertemu dengannya saja.
"Bagaimana aku menjelaskannya, bibi? Aku pikir, perasaanku tidak baik-baik saja ketika itu. Seseorang datang padaku saat aku masih berusaha keras menyembuhkan luka dalam hatiku. Dia pernah memperhatikanku, lalu merasa punya ketertarikan terhadapku. Dia bisa bertindak sesuatu karena ketertarikan itu. Dan saat orang itu berhasil mengenalku, dia mengharapkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Dia orang yang baik, ayah dan ibuku juga menyukainya. Poin-poin positif yang dia miliki bisa dengan mudah digunakan untuk mengambil hati mereka, atau mungkin semua orang juga. Hal itu membuatnya memenuhi standar yang diinginkan orangtua pada umumnya. Akupun mengakuinya."
"Lantas, apa yang mendorongmu menghentikan rencana itu?"
Tanya ibu Min Gyu hati-hati.
"Hatiku, bibi. Mereka mungkin lupa pada kondisi hatiku sendiri. Aku bukan orang yang mudah jatuh cinta, bibi. Sebaliknya, sekalinya aku bisa, aku akan sulit melupakannya. Walau sebajingan apapun laki-laki itu, kalau aku menyukainya, aku masih bisa menyimpan perasaanku padanya. Bodoh sekali bukan? Menyia-nyiakan yang baik untuk menanti yang jahat. Begitu, yang diriku sendiri dan orang sekelilingku katakan."
Ibu Min Gyu segera mengambil beberapa lembar tisu untuk diberikan kepadamu yang mulai dibasahi oleh air mata.
"Maaf bibi. Aku membuatmu mendengar cerita menyedihkan. Ah, aku benci dikasihani."
Ibu Min Gyu menggeleng.
"Bibi malah senang kau mau bercerita. Itu tandanya kau percaya pada bibi. Lebih baik daripada bibi termakan pendapat orang-orang bukan?"
Kau masih mengusap kedua matamu sembari mengangguk.
"Pasti sangat menyakitkan. Saat kau tidak bisa mengatakan segalanya pada dunia tentang sakit yang kau rasakan selama ini, sementara orang-orang dengan bebasnya mengeluarkan pendapat mereka yang hanya bermodalkan katanya, seolah apa yang mereka ucapkan merupakan kebijaksanaan untuk hidupmu. Bagaimana seseorang menilai sebuah gaun dalam etalase bagus dikenakan, kalau kau sendiri tidak ingin mencoba gaun itu. Mengandalkan bayangan?"
Kau terbahak mendengar ibu Min Gyu mengatakan dua kata terakhir. Kau benar-benar tak tahu bagaimana membalas kebaikan ibu Min Gyu yang dengan senang hati mendengar keluh kesahmu sekaligus memberimu kekuatan melalui kata-katanya.
"Logika dan hati, memang sering berbanding terbalik. Bibi bisa merasakannya, bahkan kau masih menangis saat menceritakan soal laki-laki yang kau cintai. Luka itu, mungkin belum sepenuhnya pulih, Nak. Bibi maklum kalau kau bersikap demikian. Tapi, bibi yakin kau adalah gadis yang kuat. Semua luka ini akan membantumu bertambah dewasa seiring berjalannya waktu, kau akan bisa menyaring sosok seperti apa yang pantas untukmu di masa depan. Kau pernah dengar, jatuh cinta adalah cara terbaik untuk move on."
"Benarkah?"
"Iya. Begini, kalau ada pertanyaan, kau mau hidup dengan laki-laki yang baik apa laki-laki yang kau cintai, kau memilih apa?"
Kau terdiam sesaat.
"Dua-duanya."
Ujarmu disusul kekehan, ibu Min Gyu mendengus.
"Satu saja, Nak. Kalau laki-laki yang kau cintai, mungkin kau masih bisa menerima apapun kekurangannya, tapi resiko sakit tetap ada. Kalau laki-laki-laki baik, belum tentu kau mencintainya. Dia baik kepadamu karena dia mencintaimu, tapi kau? Bisakah kau balas bersikap baik sementara kau tidak mencintainya sama sekali. Yang pasti, itu akan menyakiti dirinya. Nak, bibi berharap kau bertemu laki-laki yang baik dan kalian saling mencintai. Bukan sepihak seperti ini. Jelas tidak adil. Ingat, cara move on adalah jatuh cinta kembali. Kalau kau tidak jatuh cinta, bagaimana kau akan move on, dan kalau kau tidak move on, kau tidak bisa memulai hubungan yang baru."
"Bibi benar. Terimakasih banyak, bibi. Aku tak tahu bagaimana aku akan membalas kebaikanmu sejak dulu sampai sekarang."
Ibu Min Gyu tersenyum.
"Dengan senyummu, Nak. Dan kalau kau tidak keberatan, bisakah kau ikut ke rumah bibi selepas ini. Min Gyu baru pulang dari Inggris."
Oh, apakah kau harus memulai hubungan yang lain juga hari ini?
END
Ngajak dinner ternyata ada maksud terselubung didalamnya toh🤣🤣jadi mau gak kalian dijodohin sama mingyu, lewat mamanya langsung loh? Gas lah ya🤣🤣🤣.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kim Mingyu Imagines (Completed)
Short StoryCarat, ini kisahmu bersama Kim Mingyu❤❤. Update setiap Sabtu.