Berubah

202 15 0
                                    

Kim Min Gyu menyodorkan benda yang ternyata sebuah undangan pernikahan kepada sosok gadis di depannya. Bukannya segera menerima, gadis itu justru terdiam sembari membaca berulang-ulang dua nama yang tertera berdampingan di sana.

Jelas bukan namanya.

Min Gyu menggerakkan undangan tersebut, seolah menyadarkan si gadis agar undangan tersebut lekas berpindah tangan. Dan ya, akhirnya si gadis mengambil undangannya.

"Kuharap kau datang."

Tiada jawaban. Merasa tak akan ada lagi percakapan, Min Gyu berbalik bersiap kembali ke mobilnya. Namun si gadis bernama Im Na Yeon itu menahannya dengan kata-kata.

"Aku tahu kita sudah tak punya hubungan apapun, tapi mengundang mantanmu ke pernikahanmu itu sangat keterlaluan, Min Gyu."

Secara otomatis Min Gyu berbalik, menghadap Na Yeon lagi. Kini terdapat sorot dingin di kedua matanya, berbeda dengan Na Yeon yang menampakkan sorot terluka.

"Kau tidak menghargai perasaanku."

Bahkan suara Na Yeon terdengar tercekat, semacam menahan tangis sehingga sulit berbicara. Dulu, Min Gyu akan cepat-cepat memeluk gadis itu bila dirinya mulai berkaca-kaca. Sekarang, untuk sekedar melirik pun, rasanya malas.

"Ini adalah salah satu momen penting dalam hidupku, Noona."

Na Yeon menegakkan kepalanya yang sempat tertunduk, begitu sapaan kakak yang pernah Min Gyu gunakan sebelum mereka berkencan, terlontar kembali.

"Dan aku ingin berbagi kebahagiaan bersama orang-orang di sekelilingku pada saat itu, apakah aku salah?"

"Salah jika yang kau bagikan ternyata adalah kesedihan. Min Gyu kau sadar atau tidak, aku ini masih mencintaimu."

Detik itu jua air mata Na Yeon berguguran, menyusuri pipinya. Na Yeon menghela napas berat sembari mengusap kasar wajahnya sendiri. Sebenarnya, tak mudah baginya konsisten bersikap lemah lembut pada sosok di depannya. Sukar sekali.

"Lalu aku harus membatalkan pernikahanku dengan dia kemudian menikahimu, begitu?"

Sindir Min Gyu sebisa mungkin tidak sampai membentak Na Yeon. Gadis itu mungkin akan semakin terluka jika Min Gyu tak berhati-hati bertindak. Dan tetap saja, Na Yeon harus mengerti.

"Noona, maafkan aku, jika aku melukai perasaanmu dengan mengundangmu datang ke pernikahanku. Aku tidak memiliki niat seperti itu, sungguh. Aku tidak mengira kalau kau masih mencintaiku sementara, kaulah yang lebih dulu mencampakkan aku."

Na Yeon menggeleng, seakan menampik pernyataan Min Gyu yang faktanya memang begitu adanya.

"Jadi, kupikir hubungan kita sudah selesai, Noona. Benar-benar selesai. Sekalipun kau masih mencintaiku, tidak ada yang bisa kita pertahankan selain hubungan pertemanan yang baik. Sekarang, aku hanya mencintai dia, Noona. Dan aku bahagia karenanya.  Itu juga yang kuharapkan terjadi padamu, kau akan menemukan kebahagiaanmu sendiri suatu hari meski bukan denganku. Aku berdo'a untuk itu."

Na Yeon meraih tangan Min Gyu, berupaya menahan lelaki itu. Berharap akan datangnya keajaiban bagi keduanya.

"Datanglah kalau kau mau, jika tidak abaikan saja. Aku permisi."

Min Gyu melepaskan paksa tangan Na Yeon yang tadinya memegangnya lantas bergegas meninggalkan gadis itu seorang diri. Berusaha tutup telinga saat Na Yeon terus memanggil namanya.

Na Yeon terduduk di tempatnya, meski dirinya terisak begitu keras, Min Gyu tidak akan berbalik lagi.

.

Na Yeon menyalakan korek api yang sedari hanya berada dalam genggaman. Kemudian membuangnya ke dalam tong sampah yang di dalamnya juga terdapat undangan dari Min Gyu. Ini adalah simbol dari percobaan Na Yeon untuk melepaskan Min Gyu dari hidupnya, kendati merelakan tak semudah membakar.

Kim Mingyu Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang