16 | Everything's Gonna Be Alright

873 284 145
                                    

Robert Lewis pamit untuk pulang dan meninggalkan kediaman Reyes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Robert Lewis pamit untuk pulang dan meninggalkan kediaman Reyes. Kagumi dan Andrian berkali-kali mengucapkan terima kasih pada pemuda berambut merah itu. Namun, Robert hanya menanggapi dengan senyum santai. Dirinya pun dengan senang hati membantu sahabatnya.

Berita mengenai terbakarnya hutan pinggiran Kota New York telah tersebar dengan cepat. Beruntung, Dakota tidak perlu memanggil petir terlalu banyak untuk menyingkirkan Akando, sehingga ia tidak perlu membakar pohon lebih dari satu. Kebakaran hutan itu dapat ditangani dengan cepat oleh petugas pemadam kebakaran. Pria tua itu dapat mengembuskan napas lega ketika melihat pemberitaan di televisi. Pertarungan mereka tidak meninggalkan jejak; logo-logo kuno suku Indian dan ramuan herbal yang dibuat oleh Akando lenyap oleh si jago merah, sehingga kepolisian menyimpulkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi sore tadi murni akibat sambaran petir biasa.

Setelah kepulangan Robert, Tadashi menghabiskan waktu sendirian di kamarnya, berbaring dengan selimut tebal yang menutupi tubuh. Acap kali pikirannya kosong, dirinya seakan tidak berhasrat melakukan apa pun. Langit Kota New York telah menghitam sepenuhnya. Sekitar jam delapan malam, terdengar suara ketukan halus di pintu kamarnya.

"Come in," ucap Tadashi lesu.

Pemuda itu memutar tubuh ke arah pintu, mendapati pria tua yang rambutnya sudah memutih berdiri di sana.

"Kau melewatkan makan malam," ujar Dakota. "Apa kau ingin aku membawakan makan malammu ke sini?"

Tadashi menggeleng pelan. "Aku sedang tidak nafsu makan. Tapi Grandpa tidak perlu khawatir, aku tidak berniat untuk mengunjungi mimpi seseorang malam ini."

"Tapi kau belum makan apa pun seharian ini. Bisakah kau turun dan makan sedikit saja?"

"Baiklah, aku akan turun sebentar lagi untuk makan malam."

Mendengarnya, Dakota mendesah pelan. Ia menutup pintu, kemudian berjalan menuju kursi kayu di sebelah ranjang dan mendaratkan bokongnya di sana. Pria tua itu membawa kotak berukuran sekitar 20 x 20 sentimeter dengan tinggi sekitar tiga sentimeter di tangannya.

Namun, bukan kotak itu yang menjadi fokus Tadashi, melainkan perban yang membalut lengan sang kakek. Pemuda beretnik asia-kaukasia itu baru menyadarinya ketika Dakota mengganti bajunya menjadi kaus rumahan berlengan pendek.

"What happened?" tanya Tadashi sambil mengubah posisi tidurnya menyamping menghadap Dakota, kemudian menyentuh lengan pria itu.

"Akando menyayat tanganku dengan daun." Dakota menjawab.

"I'm sorry, Grandpa," lirih Tadashi penuh sesal sambil menunduk. "Aku ... aku terlalu ceroboh."

Mendengarnya, Dakota tersenyum, kemudian mengelus pucuk kepala Tadashi lembut. "Seharusnya aku yang meminta maaf padamu, Tadashi. Aku terlalu kasar pada cucuku tadi sore."

Tadashi tersenyum tipis. Pemuda itu bangun, kemudian duduk tegak menghadap kakeknya. "It's okay, Grandpa. Itu memang salahku sendiri."

Dakota mendesah pelan. "Kau tahu, aku benar benar khawatir setelah mendengar ceritamu sore tadi. Rupanya ... kemampuan itu begitu membebanimu."

Dream Walker [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang