Tangga kayu berdecit ketika Tadashi melangkah turun menuju basement. Pemuda itu mengintip, mendapati pria asing yang baru saja menyerang rumahnya kini telah siuman. Ia duduk di sebuah kursi kayu dengan tali tambang yang mengikat tubuhnya kuat-kuat. Tatapannya kosong, meskipun terdapat luka di perutnya, pria itu tampak seperti tidak merasakan sakit. Padahal, Tadashi sendiri sudah merasa ngilu ketika melihat pakaiannya bersimbah darah. Keadaannya cukup mengenaskan. Wajahnya membiru akibat memar, mungkin akibat dari pukulan Dakota beberapa saat lalu. Sudut bibirnya robek, terdapat noda darah yang telah mengering di sana.
Pemuda berambut hitam itu berhenti di belakang tubuh sang ibu yang sedang bersedekap. Di depannya, sang kakek sedang berhadapan langsung dengan pria asing itu.
Kagumi menoleh, tersenyum pada putranya. "Sudah merasa lebih baik?"
Tadashi mengangguk. "Yeah ... I will try my best to face whatever comes."
Obrolan itu terputus ketika terdengar suara pukulan, disusul oleh erangan kesakitan. Tadashi dan Kagumi menoleh, mendapati Dakota meninju perut pria itu. Tadashi dengan refleks meringis sambil memegang perutnya yang terasa ngilu. Dakota adalah pria berusia tujuh puluh tahun paling bugar yang pernah Tadashi kenal, dirinya seperti menonton pertandingan tinju secara langsung.
"Well, baru sekitar dua puluh detik aku berada di basement dan sudah disuguhkan dengan pemandangan seperti ini?" Tadashi tertawa hambar, sedikit menyesali keputusannya untuk menyusul.
"Siapa yang mengirimmu ke sini?" tanya Dakota pada pria itu.
Senyap untuk beberapa saat. Lagi-lagi, Dakota melayangkan tinjunya, kali ini ke rahang sebelah kiri. Sibuk menahan rasa sakit, pria yang diikat di kursi tersebut masih bungkam, terlihat enggan menjawab pertanyaan Dakota sebelumnya.
"Ini akan memakan waktu semalaman," ucap Dakota pada Kagumi, "si bodoh ini tidak berkata satu kata pun sejak satu setengah jam yang lalu." Pria tua itu kemudian berbalik badan sambil menggaruk kasar kepala belakangnya yang tidak gatal. Embusan napas berat lolos dari mulutnya.
Basement kembali diliputi keheningan. Setelah mondar-mandir sambil bersedekap, pada akhirnya atensi Dakota tertuju pada cucunya yang sedang berdiri di belakang Kagumi dengan ekspresi kebingungan. "Ah, akhirnya kau datang. You're a big man now, huh?" tanyanya dengan nada mengejek. Berbeda dengan beberapa saat yang lalu, air mukanya tampak cerah.
"Grandpa, kau sadar kita sedang berada di tengah-tengah interogasi, 'kan? Kita tidak boleh bercanda atau wibawamu akan jatuh!" bisik Tadashi.
Mendengarnya, Dakota tertawa. "Definisimu soal wibawa masih terlalu dangkal, Nak."
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Kagumi pada ayahnya.
Dakota mendesah pelan sambil melipat tangan di dada, bertatapan dengan putrinya selama beberapa saat. Perlahan, keduanya menoleh ke arah Tadashi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Walker [END]
Fantasía🏆 The Wattys Winner 2022 (Wild Card) 🏆 Wattpad Ambassadors ID's Pick 2024 🏆 Reading List WIA Indonesia Periode 3 Konon, seorang dream walker hanya terlahir satu di setiap generasi. Selama ini, Tadashi Reyes menyangka kemampuannya yang langka ada...