5 | I've Made a Bad Decision

1.9K 462 500
                                    

Beberapa hari kemudian, Tadashi disibukkan oleh berkas-berkas persyaratan pendaftaran mahasiswa baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari kemudian, Tadashi disibukkan oleh berkas-berkas persyaratan pendaftaran mahasiswa baru. Sesekali, Robert membantunya untuk mengumpulkan persyaratan itu. Usaha yang dilakukan pemuda beretnik Asia-Kaukasia itu pada akhirnya membuahkan hasil. Dengan keyakinan penuh, ia mengirimkan seluruh berkas yang telah terkumpul ke website resmi Yale University, dua hari sebelum masa tenggat. Tadashi tersenyum puas, ia mengeluarkan Google Chrome, lalu mematikan laptopnya dan berjalan menuju ranjang.

Pemuda berambut hitam itu merebahkan tubuhnya di permukaan ranjang yang empuk, lalu mengambil benda pipih dari dalam saku. Ia menekan beberapa tombol di layar sentuh iPhone-nya, kemudian meletakkannya di telinga.

"Yo?" Tidak lama setelahnya, seseorang di seberang telepon menjawab.

"Kau sudah selesai dengan semua berkas-berkas itu?" tanya Tadashi.

"I'm not sure," jawab Robert dari seberang telepon. "Tiba-tiba saja aku merasa tidak yakin dengan pilihanku."

Tadashi mengedikkan bahu. "Waktu tenggat pendaftaran NYU masih dua minggu lagi. Kau bisa memikirkannya kembali."

"Aku mulai berpikir kalau ide Evelyn cukup bagus. Bagaimana jika aku pergi mengunjungi guru konseling besok?" tanya Robert.

"Yeah, itu bisa dicoba."

"Alright. Aku akan menghubunginya untuk mengatur jadwal konseling," putus Robert. "Bagaimana dengamu?"

"Aku baru saja mengirimkan semua berkas-berkasnya."

"Well, good luck, Bro. Semoga saja dengan berkuliah di kampus yang sama dengan Evelyn, kau bisa berkencan dengannya. Benar-benar, deh. Kau menghabiskan kesabaranku! Sesekali, ajak dia bicara duluan!"

"Aku menghargai proses, Robert." Tadashi mencari-cari alasan. "Kemarin, aku berhasil mengobrol dengannya di kafetaria. Itu merupakan kemajuan yang besar."

"Whatever," jawab Robert malas.

Masih menelepon Robert, Tadashi memalingkan pandangan pada jendela kamar. Di sana, terlukis garis horizon langit berwarna kuning-jingga, pertanda matahari akan segera beristirahat. Jam di atas nakas menunjukkan pukul setengah enam sore.

"You know what? I'm in a mood for mint ice cream," ucap Tadashi.

"Davey's Ice Cream? Right now?" tanya Robert.

"Bagaimana menurutmu?"

"Yeah, that's a great idea. Mungkin satu cone es krim bisa menjernihkan pikiranku. Aku akan menjemputmu sebentar lagi," ujar Robert.

Sebelum Tadashi menutup telepon, terdengar suara ketukan pintu kamar.

"Come in!" Tadashi menjauhkan ponselnya dari telinga dan berteriak.

Pintu kamarnya terbuka, menghasilkan decitan halus ketika bergesekan dengan lantai. Di sana hadir figur seorang pria tua yang rambutnya sudah sepenuhnya memutih. Meskipun begitu, tubuhnya masih sangat bugar. Tentu saja, di masa muda dulu, ia memiliki rutinitas yang sama seperti Tadashi—melakukan workout singkat di pagi hari sebelum pergi ke sekolah atau bekerja.

Dream Walker [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang