57 | The Long Night [Part 4]

385 123 32
                                    

Tadashi dan Noah membelalak ketika melihat apa yang ada di hadapan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tadashi dan Noah membelalak ketika melihat apa yang ada di hadapan mereka. Di dalam hutan belantara dengan badai salju ini, sekitar satu lusin pejuang suku Indian meronta-ronta, tetapi tidak membuahkan hasil akibat sulur tanaman yang mengelilingi tubuh. Beberapa dari mereka menggigil hebat dengan bibir yang membiru. Mereka bersandar dan bergantung di pepohonan yang berjejer, sulur tanaman melilit tangan dan kaki mereka bagaikan borgol. Tadashi merasa mual sekaligus ngeri melihat banyak luka di tubuh mereka, seperti sayatan dan memar. Darah mereka masih segar.

"Oh, no. Kita tidak sedang berada di mimpimu, Noah," ucap Tadashi pelan dengan suara bergetar. Kini, semuanya mulai masuk akal.

Noah menoleh, alisnya bertaut. "Apa? Kalau begitu, di mana kita?" tanyanya sedikit mendesak.

"Kita berada di alam mimpi dengan Wendigo sebagai penguasanya."

Noah membelalak, terlalu syok untuk merespons. Ia kembali menoleh pada Akando dan Kele yang digantung di pohon dalam keadaan tidak sadarkan diri. Perlahan, pemuda berambut pirang itu mundur. Lututnya terasa lemas. Ia menunduk, menggeleng pelan. "Kalau begitu ... Wendigo itu bisa mendatangi kita–"

Ucapan alumnus Harvard itu terputus ketika lolongan binatang buas mengudara, menusuk indra pendengarannya, begitu pula Tadashi yang dengan refleks menutup kedua telinga. Suara itu bergema dan saling tumpuk menumpuk. Setelah lolongan panjang itu mereda, hutan belantara di sekitar mereka terasa lebih mencekam. Tadashi dan Noah mengedarkan pandangan di antara kegelapan. Badai salju yang menerpa hutan membuat jarak pandang keduanya menjadi terbatas. Cahaya bulan tampak redup. Mereka tidak bisa memprediksi dari mana dan kapan makhluk itu akan datang. Keheningan ini begitu menyiksa. Napas keduanya memburu, rasa ngeri yang begitu hebat menjalar ke seluruh tubuh. Mustahil mengharapkan perlindungan dari orang lain. Seseorang yang dapat membantu Tadashi dan Noah adalah diri mereka sendiri.

"Remember, Tadashi. Kau seorang dream walker. Alam mimpi berada di dalam kuasamu." Tadashi mendengar bisikan Takeshi di kepalanya.

Tadashi kembali mengedip, dan cahaya kemerahan tampak di sekitar irisnya. Angin kencang yang membawa butiran salju perlahan mereda. Kini, tidak perlu lagi mengkhawatirkan hawa dingin yang menusuk kulit, ataupun debu dan salju yang berisiko melukai retina. Udara mulai menghangat, hanya tersisa rintik-rintik salju. Noah mendongak, melihat langit yang semula berwarna abu-abu gelap kini mulai cerah kembali. Badai salju telah lenyap. Cahaya keemasan dari rembulan kini berubah menjadi merah padam. Salju di bawah kakinya mencair, rerumputan hijau mulai tumbuh. Noah membelalak, takjub menyaksikan kemampuan dream walking Tadashi dapat mengimbangi sihir Wendigo di alam mimpi.

"Aku akan membebaskan mereka. Awasi keadaan sekitar!" perintah Noah.

Tadashi mengangguk. Pemuda itu memasang kuda-kuda sambil mengedarkan pandangan, mengantisipasi bila ada pergerakan di kejauhan. Noah menggunakan apinya untuk membakar sulur-sulur tanaman yang mengikat anggota sukunya. Satu per satu pejuang lepas dari jeratan Wendigo. Setelah sulur itu putus, Noah membantu mereka untuk turun dari pohon.

Dream Walker [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang