Ketika erangan frustrasi Tadashi mereda, Kagumi membawa putranya keluar dari kamar Dakota dan menyuruhnya untuk duduk di meja makan. Kini, pemuda beretnik asia-kaukasia itu lebih banyak diam, pandangannya menatap kosong ke depan tanpa berkedip. Di hadapannya, sang kakek terlihat sedang berjalan cepat menuju ke luar rumah sambil membawa tali tambang.
Kagumi menyeduh daun teh melati di dalam gelas dengan air hangat, kemudian meletakkannya di hadapan putranya. Tadashi mendongak pelan, menatap ibunya sayu. Melihat raut wajah Tadashi membuat hati Kagumi hancur berkeping-keping. Ia tersenyum simpul dan mengelus lembut pucuk kepala Tadashi, menahan diri untuk tidak menangis lagi.
Terdengar kegaduhan dari luar rumah, disusul oleh sesuatu yang diseret dengan kasar. Kagumi dan Tadashi menoleh, mendapati Dakota sedang membawa seorang pria berwajah kotak dengan jaket kulit hitam dan celana jeans yang sudah tercabik-cabik secara harfiah. Kaus putihnya bersimbah darah, tatapan pria itu kosong, tubuhnya melemas, seperti tidak merasakan sakit tetapi pasrah akan perlakuan Dakota.
Tadashi menatap pria berwajah kotak dengan alis tebal itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Pakaiannya normal layaknya penduduk Amerika biasa, tidak seperti pakaian kuno khas suku Indian yang dikenakan Akando. Ia sempat bertanya-tanya dalam hati, apakah kakek dan ibunya menangkap orang yang salah?
"Bantu aku membawa pria sialan ini ke basement!" titah Dakota pada putrinya.
Kagumi mengangguk, ia menoleh ke arah Tadashi, mengelus pipi pemuda itu lembut. "Tetap di sini dan habiskan tehmu, oke?" bisiknya.
Tadashi mengangguk lemah ketika ibunya pergi menyusul pria tua yang masih bugar itu, kemudian membantu menggotong anak buah Akando ke basement. Dirinya tidak berhasrat untuk menikmati apa pun, bahkan untuk meneguk secangkir teh hangat yang dapat mengurangi beban di kepalanya.
"Tadashi!" teriak Dakota dari dalam basement, suaranya bergaung. Tadashi melirik sekilas ke sumber suara, tetapi tidak merespons.
Hening untuk sejenak. Dari arah basement, terdengar suara langkah kaki. Kagumi menampakkan diri dari balik tembok, masih menggenggam katana-nya dengan bercak darah yang sudah mengering. "Kau mau ikut bersama kami?" tanya wanita itu.
Tadashi melirik Kagumi, kemudian menggeleng pelan dengan tatapan kosong. Pemuda itu menyadari bahwa seharusnya ia menjawab panggilan sang kakek dan melangkah dengan berani menuju basement, tetapi dirinya masih sedikit ragu. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di dalam sana. Maka, berdiam diri adalah hal yang tepat, 'kan? Biarlah orang dewasa yang menangani hal-hal seperti itu.
Melihat respons anaknya, Kagumi mendesah pelan. Ia mendekat dan berjongkok di depan Tadashi. Sambil tersenyum, wanita itu mengelus dagu Tadashi, mengisyaratkan putranya untuk menunduk dan menatapnya. "Aku tahu malam ini sangat berat untukmu, hidup terkadang tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita hanya berencana, tetapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya?" lirih wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Walker [END]
Fantasy🏆 The Wattys Winner 2022 (Wild Card) 🏆 Wattpad Ambassadors ID's Pick 2024 🏆 Reading List WIA Indonesia Periode 3 Konon, seorang dream walker hanya terlahir satu di setiap generasi. Selama ini, Tadashi Reyes menyangka kemampuannya yang langka ada...