58 | The Long Night [Part 5 ]

421 122 32
                                    

"So

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"So ...." Noah mengedarkan pandangan. Sejauh mata memandang, hanya ada kegelapan yang tidak berujung. Ditambah lagi kabut tipis yang membuat jarak pandang pemuda itu menjadi lebih terbatas. "Where are we?" tanyanya.

Tadashi merasa familier dengan tempat di mana ia berada saat ini. Tentu saja, dirinya pernah mengunjungi alam ini. Namun, ia tidak merasakan aura dari pemiliknya.

"Selamat datang di alam mimpi ibuku, Noah," ujarnya.

Noah mengangkat kedua alis karena bingung. "Alam mimpi ibumu? Mengapa? Dan bagaimana bisa?"

"Aku tidak tahu harus pergi ke mana lagi. Kita tidak bisa bangun sebelum membebaskan empat anggota suku yang tersisa dari jeratan sulur tanaman itu."

"Oke. Kalau begitu sepertinya mencari mereka berempat adalah prioritas kita untuk sekarang."

Tadashi mengangguk setuju. Di hadapannya, terdapat jalan setapak yang terbuat dari bebatuan kecil yang disemen. Ia memilih untuk berjalan di atasnya dibandingkan tanah dengan tulang belulang yang setengah terkubur. Dilangkahkanlah kedua tungkainya cepat menelusuri jalan panjang di depannya. Noah mengikuti di belakang.

"Where are we going?" tanya Noah sambil berjalan cepat.

"Aku merasakan aura Akando dari arah sini," jawab Tadashi.

"Oke, lalu, di mana ibumu? Kita bisa meminta bantuannya, 'kan?" tanya Noah sambil berjalan cepat.

Tadashi menggeleng, masih melangkahkan kakinya cepat. "Ia tidak di sini. Ibuku belum tertidur."

"Jika ibumu belum tertidur, bagaimana bisa alam mimpi ini tercipta?"

Tadashi tidak langsung menjawab, pikirannya berkelana. Apa yang terjadi di dunia nyata sesaat sebelum dirinya tertidur kembali berputar di otaknya. "Dalam pengaruh sihir Wendigo, ibuku masih berjuang untuk tetap sadar. Um ... sulit menjelaskannya. Intinya, jiwa ibuku berada di ambang sadar dan tidur. Makanya, alam mimpi ini sudah tercipta, tetapi kesadaran ibuku belum sampai ke tempat ini," terangnya.

Noah mengangguk paham. "I see."

Kini, di hadapan mereka menjulanglah torii, gerbang bergaya Jepang yang tadi berada di kejauhan. Tadashi dan Noah berjalan cepat melewati gerbang tersebut, masih mengikuti ke mana jalan setapak menuju. Semakin dalam mereka melangkah ke lokasi suci, kabut di sekitar semakin tebal, membuat jarak pandang menjadi lebih terbatas.

Di kejauhan, Tadashi melihat empat bayangan dengan figur yang menjulang tinggi. Tidak terlihat seperti pohon, tidak pula terlihat seperti manusia ataupun Wendigo. Pemuda berambut hitam itu mempercepat langkah, begitu pula Noah. Seiring dengan jarak yang semakin pendek, figur itu menjadi semakin jelas.

Dua pemuda itu menghentikan langkah. Di hadapan mereka, menjulanglah empat tiang kayu yang tingginya sekitar tiga meter. Sulur tanaman masih membelit empat anggota suku Indian di tiang-tiang itu. Mereka masih tidak sadarkan diri. Noah melihat sulur tanaman yang menjerat Kele nyaris putus di beberapa bagian. Maka pemuda itu berlari kecil ke arah sang jendral, lalu memanjat tiang tersebut. Ia memutuskan untuk menyelamatkan pria itu terlebih dahulu, menyelesaikan apa yang sudah dimulainya di alam mimpi sebelumnya. Sedangkan Tadashi berjaga di bawah, bersiap dengan kuda-kudanya untuk mengantisipasi ancaman yang mungkin datang.

Dream Walker [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang