2. Senyuman Itu...

63 17 3
                                    

Happy Reading 😍
Jangan lupa klik tanda bintangnya yah🥰

***

Rapat telah usai yang ditutup doa oleh Gus Hamam, aku dan Nur langsung pamit undur diri untuk kembali ke pondok, begitupun dengan yang lainya  karna waktu telah menunjukkan pukul 22:30 WIB.

"Mbak Maira," seseorang memanggilku saat aku memakai sendal jepit merk swaloo warna orens.

Aku berbalik ke sumber suara, Gus Hamam yang memanggilku.

"Inggih, Gus."

"Tadi Umi matur, setelah rapat sampean disuruh ke ndalem."

"Oh, nggeh, Kulo tak mriko tapi kan mpun dalu Gus. Umi lak mpun sare?"

"Dereng, niki wau chat Kulo malih, sampean mpun ditunggu."

"Nggeh."

Ada sepasang mata yang memperhatikan saat aku berbincang sama Gus Hamam. Yaps, dia adalah Ustaz Naufal yang masih duduk bersila di dalam aula bersama ustaz Afif.

Aku pun bergegas ke ndalem bersama Nur.

***

Setelah lulus madrasah Aliyah aku menjadi abdi ndalem di pondok pesantren Al Fatah. Sudah dua tahun ini aku menjadi abdi ndalem kepercayaan Umi Ma'summah istri Abah yai Khalid Ibu dari Gus Hamam, Alhamdulillah aku santri biasa bisa jadi santri kepercayaan Umi, setelah mbk Alfi boyong untuk  melanjutkan kuliah S-2 nya di Kairo aku dipilih untuk menggantikanya. Suatu keistimewaan tersendiri bagiku bisa menjadi abdi ndalem.

Sedangkan Kak Nuafal pindah mondok dan kuliah di luar kota. Ada rasa hampa yang menyeruak dalam dada ini. tiada lagi kertas origami yang menghampiri. Dia yang pergi membawa separuh hati.
Yang tertinggal puing-puing kerinduan dan kenangan.

***
Di sinilah aku sekarang  di pasar tradisional bersamaan mbk Mila santri yang lebih lama menjadi Abdi ndalem dan juga menjadi ustazah.

Tadi malam Umi menyuruhku belanja ke pasar karena akan ada tamu saudara Abah dari Jogja yang berkunjung. Namanya kiai Dahlan, beliau juga memiliki Pondok Pesantren 'Roudlotut tholibin'.  Selang waktu kurang lebih satu jam kami muter-muter di dalam pasar kami sudah mendapatkan semua bahan makanan yang diperlukan.

"Maira, kayaknya Gus Hamam menaruh hati deh karo Sampean," celetuk mbak Mila saat kami keluar dari pasar menuju parkiran.

''Halah Mbak sampean ngomong opo sih, Aku ki santri biasa, yo agak ayu, prestasi ae ogak, yo gak ngiro dilirik Karo Gus Hamam," kilahku.

"Lho, gak percoyo, tak omongi Aku ki pernah mergoki Guse mandengi sampean nagnti ra kedip blas lho," jelas Mbak Mila.

"Halah, mbak ngunu ae kok mosok cinta."

"Lha sampean mosok gak seneng karo Guse, santri putri kabih  mengidolakan guse kok. termasuk Aku," jawab mbak Mila sambil cengengesan.

"Ora Mbak, atiku wes ono jenenge wong liyo," kilahku.

"Lho, sopo?" tanyanya penuh selidik.

Aku hanya tersenyum memperlihatkan gigi gingsulku, yang kata orang membuat senyumanku terlihat manis, iya manis semanis gula, eh.

Jarak tempuh lima belas menit aku dan Mbak Mila sudah sampai ndalem, membawa barang belanjaan yang siap dieksekusi pagi ini karena umi bilang sekitar jam sebelasan saudara Abah datang, pas waktu makan siang.

Aku sudah izin pada Umi bahwa aku tidak  bisa membantu masak karena hari ini ada jadwal kuliah jam sembilan sampai kurang lebih jam dua-an.

Waktu menunjukkan pukul delapan Aku pun bersiap-siap untuk berangkat kuliyah tepat di jam 08.30 Aku dan Nur berangkat berjalan kaki. Karena letak kampus dari pesantren hanya berjarak lima puluh meter saja. kalau di tempuh dengan jalan kaki menghabiskan waktu kurang lebih sepuluh menit. Letak pondok Al-Fatah memang strategis, walaupun di pondok ini hanya ada lembaga pendidikan paud TK, MI, Mts dan MA. Namun, kampus perguruan tinggi ternama salah satunya kampus Sunan Giri tempatku kuliah sangat dekat dengan pondok. Jadi banyak para santri dan santriwati yang kuliyah di situ.

"Maira, piye atimu ketemu Kak Naufal. Eh, Ustaz Naufal," tanya Nur saat
Kami berjalan bersisian.

"Piye, gak piye-piye, uwes masa lalu," celetukku

"Mosok gak cinta," kilahnya

"Mbuh," jawabku datar.

"Halah paling yo sek cinta. Sampean iku ndak bisa bohong sama Aku," ledeknya penuh penekanan.

Masih cintakah Aku? entahlah. Bolehkan aku masih berharap akan cintanya empat tahun lalu? biarlah semuanya berjalan dengan semestinya. Walau tak dapat kupungkiri ada namanya di sudut hati yang terdalam. Dulu saat bayangan itu hadir aku mencoba menepisnya. Namun, setelah pertemuan malam itu rasa cinta yang mulai padam kembali  bersemi lagi.

Nur adalah sahabatku sejak pertama kali mondok. Tepatnya saat penerimaan siswa dan santri baru di Madrasah Aliyah. Kami satu asrama dan satu kelas pula. Semua tentangku Nur tahu, bahkan dia jadi perantara surat-surat  origami yang Kak Naufal berikan. Dia tempat keluh kesahku begitupun sebaliknya.

Saat kami asyik ngobrol, tiba-tiba ada sepeda motor vario hitam yang berhenti tepat di depan kami. Aku dan nur pun berhenti dan memperhatikan sosok laki-laki di balik helm hitam bermerk INK. Saat helm nya di buka betapa terkejutnya aku. Berlahan dia turun dari sepeda motor dan berjalan ke arah kami sambil tersenyum.

Tuhan, senyumannya membuat dada ini berdegup lebih kencang. Dag dig dug tak karuan. Sungguh, senyumannya membuatku terkesiama. Senyuman itu, selalu aku rindukan.

Bersambung ...

😘😘😘😘

Lentera Hati MairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang