17. Siapa?

39 8 3
                                    

*Maira Wardatul Jannah*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Maira Wardatul Jannah*

Happy Reading 😘
Love kalian semua
...

❤❤❤

***

Desas-desus kabar Gus Hamam akan menikah telah beredar di pesantren Al Fatah. Hal itu membuat para santriwati patah hati berjama'ah. Bagaimana tidak? Gus Hamam sangat di idolakan mereka, bahkan ingin menjadi istri beliau. Wajar saja pesona Gus Hamam memang tidak diragukan lagi. Siapa saja tidak bisa menolak pesonanya. Apalagi ilmu agamanya, Sungguh, suami idaman.

Mengapa kita harus memilih laki-laki yang taat beragama? Karena dengan memilih laki-laki yang soleh maka ia akan senantiasa membimbing kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi Muhammmad SAW yang artinya :

"Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya, hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas." (H.R. Tirmidzi dan Ahmad).

***

"Aku patah hati Mai," celetuk Mbak Mila sambil manyun.

"Ora popo Mbak, koncone patah hati akih kok. Kecuali aku," ledekku sambil tertawa.

"Halah, Mai semprul sampean ki," pungkasnya.

Kami berdua merapikan hasil jawaban semester Madrasah Diniyah di kantor. Kebetulan hanya ada kami berdua yang lain sudah pamit undur diri. Termasuk Nur, dia ke asrama lebih dulu. Biasalah lagi ada panggilan alam katanya.

Waktu menunjukkan pukul sembilan. Dan Malam ini adalah malam terakhir para santri mengerjakan soal semester. Tiba-tiba ponselku yang berada di atas nakas bergetar. Saat kulihat terpampang jelas nama 'Ibuku Sayang'. Bergegas aku menggeser tanda hijau pada layar ponsel. Ah, aku merindukan kedua orangtuaku.

....
Wa'alaikum salam, Ibuk. Pripun kabare?
....
Lho, Buk. Kok mendadak to?
....
Insya Allah, Buk. Mbenjeng enjing Kulo tak nyuwun izin Ummi Ma'summah.
....
Harus, nggeh, Buk.
....
Nggeh, Buk. Wa'alaikum salam.

Panggilan pun berakhir dengan raut wajah lesu, aku menghela napas panjang. Huft...

Kami para asatidz dan juga santri yang sudah kuliah diperbolehkan membawa ponsel, hanya saja harus bisa menggunakannya dengan bijak. Semua ada aturannya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang merugikan diri sendiri juga pesantren tentunya.

"Kenopo kok kusut ngunu mukamu, Mai. Bukane seneng di telpon orangtua, eh ini malah sedih," tanyanya.

"Bukan begitu Mbak Mil, Aku juga seneng banget iki. Tapi sepertinya aku besok ndak bisa nemenin sampean masak, aku di utus Ibuk pulang pagi-pagi sekali," jelasku.

Lentera Hati MairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang