7. Sakit

42 9 3
                                    

Happy Reading 😘
Yukk follow 😘
Jangan lupa vote ya gaes 🥰

🌸🌸🌸

Jika kau saat ini terluka karena orang yang kau cintai, percayalah suatu saat nanti Tuhan akan menghadirkan sosok orang lain penyembuh luka hatimu.

🌸🌸🌸

"Astaghfirullah," ucap Gus Hamam.

"Ummi, Ummi," teriaknya lagi.

Ya, Gus Hamam baru saja masuk lewat pintu belakang dari asrama Putra. Niat hati ingin mengambil minum, akan tetapi malah melihat tubuh maira yang tergeletak di lantai.

"Ono opo Le," jawab Ummi dan bergegas menghampiri Gus Hamam.

"Ya Allah, Maira.  Pantesan tak perhatikan tadi wajahnya agak pucet," ucap Ummi Ma'summah.

"Ayo angkat Le, bawa ke kamar tamu," perintahnya.

Gus Hamam bengong diam mematung,

"Ayo Le kok malah diem, wes Ndak usah mikir aneh-aneh. Ndak papa ada Ummi juga, udah darurat ini. Awake maira demam ini, panas banget," cercah beliau sambil menempelkan telapak tangannya ke kening maira.

"Nggeh, Ummi," jawab Gus Hamam terbata.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Gus Hamam membopong tubuh Maira menuju kamar yang terletak di samping ruang tamu yang diikuti oleh Ummi Ma'summah.

***
"Mbak Mila," seruku.
Sambil mengerjapkan kedua mataku, bau minyak kayu putih menyeruak di Indra penciumanku.

"Mai, Alhamdulillah Sampean wes sadar," lirihnya.

Aku menerawang ke langit-langit kamar Yang terasa asing bagiku.

"Mbak, Aku dimana ini," tanyaku beringsut untuk duduk bersandar di sisi ranjang.

"Eh, eh. Di buat rebahan aja, Mai. Sampean lagi di Ndalem ini. Tadi kata Ummi sampean pingsan pas Aku keluar dari kamar mandi langsung di suruh nemenin kamu. Piye? Masih pusing ra sirahmu," ucap Mbak Mila panjang lebar.

"Udah enakan kok Mbak,"

"Assalamualaikum, Mbak Mil. Ini teh hangat sama buburnya.

Mbak Nina Abdi ndalem tiba-tiba masuk ke kamar dengan membawa nampan dan melatakkan teh dan mangkok berisi bubur di atas nakas di samping kanan ranjang.

"Kok repot sih, Mbak Nin," protesku.
"Suwun, Nin," jawab Mbak Mila dengan bibir tersenyum.

Mbak Nina pun melenggang pergi keluar kamar.  Tiba-tiba Ummi datang masuk ke kamar.

"Nduk, wes sadar Alhamdulillah. Di minum Nduk teh hangatnya dan buburnya, yo?"

"Nggeh Ummi, ngapunten ingkang katah ummi, malah merepotkan panjenengan," lirihku.

"Wes Ndak papa, udah tanggung jawab Ummi kalau ada santri yang sakit, jangan lupa obatnya di minum, Nduk, yo?" perintahnya.

Ummi Ma'summah sosok wanita panutan para santri yang memiliki sifat yang sangat penyayang dan penuh kesabaran. Selalu menyayangi semua santrinya tanpa pilih kasih. Ummi sangat perhatian pada para santri yang sakit. ' jika santriku sakit, Aku yo sedih, di sini Aku lah Ibumu,' tutur beliau beberaoa waktu lalu saat mengisi kajian kitab kuning.

"Nggeh Ummi, jawabku sambil mengambil segelas teh hangat di atas nakas.

Aku pun mengambil semangkuk bubur sumsum, berlahan Aku mulai mengunyahnya. Walau rasanya hambar karena lidahku terasa pahit sebisa mungkin aku paksa untuk menghabiskannya.

Mbak Mila masih anteng memperhatikanku makan. Dia duduk di sisi ranjang tepat di pinggir kakiku. Tadinya dia menawarkan untuk menyuapiku tapi aku menolaknya. Selesai makan bubur tak lupa aku minum obat pereda sakit kepala yang telah di bawakan Ummi tadi.

"Mbak, anter Aku ke asrama ya, Aku mau istirahat di asrama wae, ndak enak nek kene, sungkan," ungkapku.

"Lho, wes enakkan piye sampean, istirahat wae nek kene, tapi Aku ndak bisa nemenin sampean yo. Aku ada bimbingan sekripsi pagi ini jam delapan.

"Wes, kok Mbak," Aku mencoba berdiri dan di gandeng sama Mbak Mila.

Saat kami keluar kamar dan mendapati keluarga Ummi sedang menikmati sarapan pagi, ragu Mbak Mila minta izin untuk mengantarkanku kembali ke asrama. Namun, hal itu di tolak oleh Ummi begitupun Abah. Beliau menyuruhku untuk istirahat di kamar tadi.  Aku dan Mbak Mila pun tidak berani menolak titah beliau.

Akhirnya Aku kembali istrirahat di kamar dan Mbak Mila pamit ke asrama. Tak lupa Aku minta tolong Mbak Mila untuk memberitahu Nur sahabatku untuk menitipkan izin pada dosen Karena hari ini Aku juga ada jam kuliah.

***
"Sepertinya aku tertidur cukup lama," gumamku dalam hati. Aku melirik jam dinding, jarum pendek menunjuk ke angka sebelas dan jarum panjang di angka enam.

Aku merasa tubuhku sudah lebih baik. Suhu panas di tubuhku juga sudah mulai menurun. Perutku? Oh, aku lapar.

Aku bergegas keluar kamar setelah merapikan hijab pashmina yang Aku pakai. Saat sampai di ruang tengah ternyata Ummi sedang makan siang bersama Gus Hamam. tidak ada Abah Yai, mungkin beliau ada undangan mengisi kajian.

Belum juga bibir ini berucap Ummi sudah lebih dulu tahu keberadaanku.

"Lho, Nduk mau kemana, piye wes penak awake sampean?" tanya beliau.

"Emm, sampun, Mi. Kulo nyuwun Izin teng asrama nggeh, Mi,"

Ummi berdiri melangkah menghampiriku menuntunku untuk duduk ikut serta makan siang.

"Sini, Nduk. Makan dulu yo,"

Lagi dan lagi Aku tidak bisa menolak perintahnya. Duduk di samping Ummi berhadapan tepat dengan Gus Hamam.

Sedikit pun Aku tak berani menatap beliau. Lebih tepatnya karena Aku malu. Pasti dia berfikir bahwa Aku sakit karena memikirkan Kak Naufal. Ah, sapu tangan, Aku baru ingat bahwa tadi malam  membawa sapu tangan beliau. 

Duh, dimana ya sapu tangan itu? Kenapa Aku lupa? Kalau Nur dan teman-teman lainnya beres-beres kamar dan menemukan sapu tangan itu bisa gawat.
Karena ada songketan nama Gus Hamam Di sisi sapu tangan itu.

***

Lentera Hati MairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang