4. Perjodohan

52 12 6
                                    

💔💔💔

Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan selalu memiliki rencana lain bagi hamba-Nya. Apa yang baik menurut manusia, belum tentu baik menurut Tuhan. Lalu, apakah kita harus merasa kecewa dan marah-marah? Menghujat dan memaki? Percayalah, pasti selalu ada hikmah di balik semua penderitaan.

***
Saat pulang kuliah, aku ingin langsung ke asrama istirahat sejenak dan kembali ke ndalem setelah asar. Namun, baru saja aku masuk ke gerbang pondok Mbak Mila telah memanggilku lebih dulu, kebetulan dia dari mushola putri yang terlatak bersebalahan dengan ndalem.

Rencana istirahat pun kuurungkan karena tidak enak menolak ajakan Mbak Mila. Nur pun pamit untuk ke asrama. Aku langsung mengekori Mbak Mila masuk ndalem lewat pintu belakang.

Mengingat kejadian tadi pagi membuat lelahku menjadi hilang bak di terjang angin topan. Tas kutaruh di ruang tengah di samping almari karena bawa laptop sehingga tas kuletakan di bawah.

Aku pun langsung  bantu cuci piring bersama Mbak-mbak ndalem lainya sambil ngobrol kalau keponakan Abah yang dari Jogja itu akan di jodohkan sama ustaz sini, hanya saja belum tahu siapa ustaz pilihan kiayi Dahlan itu.
Aku yang baru bergabung di dapur cukup menjadi pendengar setia obrolan mereka.

Setelah pekerjaan bersih-bersih selesai. Aku pun melangkahkan kaki menuju ruang tengah untuk mengambil tas.
Namun, betapa terkejutnya aku mendengar pembicaraan di ruang tamu bahwa yang mau di jodohkan oleh keponakan Abah Yai adalah Ustaz Naufal. Tas yang tadi kuambil, kudekap dengan sangat erat. kaki ini terasa lemas seketika, rasanya tak mampu menopang tubuh ini. Hatiku terasa ngilu dan perih. Mata bulatku mulai berkaca-kaca, bibirku bergetar, nafasku memburu menahan gejolak rasa yang menyesakkan dada ini. Sakit? Sungguh sakit. Pikiranku mulai berkelana menerawang jauh akan kemungkinan buruk yang bisa  terjadi pada diriku dan ustaz Naufal.

Ruang tengah dan ruang tamu hanya bersekat kelambu saja, jadi obrolan mereka sangat terdengar begitu jelas.

Baru tadi pagi kebahagian menyelimuti hatiku, kini selimut itu serasa hancur berkeping- keping. Tuhan ... Kenapa seperti ini? Fakta apalagi ini, Tuhan?
Kenapa semua ini harus terjadi pada hidupku.

Bruk!!

"Astaghfirullah,"
"Astaghfirullah,"

Lirihku bersamaan dengan seseorang yang baru kutabrak. Dia hampir  tersungkur ke lantai begitupun aku.

Ternyata Aku menabrak Gus Hamam, beliau baru keluar dari kamar. Ruang tamu tengah ini memang terdapat dua kamar satunya kamar Abah dan Umi, satunya kamarnya Gus hamam.

"Ngapunten Gus," lirihku menunduk.
"Iya, Mbak. Ndak papa, lho Mbak sampean kenapa kok nangis? " ucapnya penuh selidik.

Air mataku memang sudah luruh membasahi pipi ini, sebisa mungkin aku menahannya. Nyatanya aku tak mampu membendungnya.

"Mboten, Kulo pamit ke asrama riyen Gus. monggo," pamitku tanpa berani menatap Gus Hamam.

Aku pun bergegas melangkah pergi menuju asrama dengan perasaan hancur, porak poranda.

💔💔💔
Bersambung ...

Lentera Hati MairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang