10. Naufal 3

37 6 2
                                    

Happy ReadingJangan lupa vote ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading
Jangan lupa vote ya...

Eh, udah musim liburan saja nih...
Liburan kemana nih kalian...

Pov Naufal (Terakhir)

***
Jika pagi Aku merasakan bahagia yang tak terkira, seakan jiwa ini bagai melayang terbang ke langit ke-tujuh dan
cinta bermekaran di dalam hati. Tapi tidak di siang hari, tiba-tiba  mendung datang menyelimuti ruang hati ini tatkala perjodohan diriku pada Ning Hasna, putri dari Abah Kyai Dahlan. Rombongan beliau datang tiba-tiba seakan meruntuhkan semua harapanku.

Lalu? Bagaimana dengan cintaku, Maira?
Bagaimana dengan semua rencana-rencanku yang tersusun dengan apik.
Ya Allah ya Robb, kenapa ini semua  terjadi pada jalan hidupku.

Haruskah Aku menolak perjodohan itu? Mengatakan dengan jujur bahwa Aku sudah memiliki tambatan hati yang ingin Aku nikahi.

Sungguh, Aku tidak mengira jika Ning Hasna menaruh hati padaku. Ah, semua ini membuatku frustasi. Bagaimana tidak, pantaskah Aku hanya seorang santri menolak titah Abah Kyai yang selama ini menjadi panutanku dalam menuntut ilmu agama?

Andai Aku bisa melakukannya mungkin saat dimana kata perjodohan itu dilontarkan Aku langsung kabur begitu saja. Namun, nyatanya hal itu tidak mungkin.

Dengan berat hati aku menerima perjodohan itu. Maira? Maafkan Aku telah mengkhianati cinta ini.

Sepertinya Aku harus belajar  bersabar saat apa yang  kuinginkan tak sesuai harapan dan belajar ikhlas saat Aku harus  kehilangan cintaku, Maira.

***
Seminggu setelah peristiwa patah hatiku itu. Aku sengaja menghindari Maira, rasanya tak sanggup untuk mengatakan padanya, hatiku terasa ngilu. Aku tak sanggup melihat Dia menangis. Dia yang ingin kubahagiakan. Namun, aku pula yang mematahkan hatinya.

"Nur," panggilku.

"Iya, ustaz, ono opo?" tanyanya.

"Titip ini ya untuk Maira," mohonku sambil menyodorkan amplop kecil warna putih.

"Oh, iya. Monggo ustaz permisi," pamitnya setelah mengambil surat itu.

Aku menghela napas kasar.
"Maafkan, Aku Maira. Maafkan, Aku terlalu pengecut untuk menemuimu walau hanya untuk minta maaf," batinku.

Ya, Aku sengaja menemui Nur saat dia pergi ke toko yang jaraknya tak jauh dari pondok. Nur berlalu begitu saja setelah mendapatkan apa yang dia butuhkan. Ah, apakah dia juga marah padaku? Entahlah.

***

Seharusnya malam ini menjadi malam yang indah bagi siapa saja yang akan menyempurnakan separuh agamanya. Apalagi menikah dengan sang putri mahkota pesantren 'Roudlotut Tholibin'. Tapi tidak denganku. Aku menangisi kekalahan atas cinta yang tidak bisa kuperjuangkan.

Aku keluar kamar mencari udara segar untuk sesaat menghilangkan rasa sesak dalam dada ini. Jam sudah hampir tengah malam. Aku tidak bisa tidur malam ini, ingin ku bermunajat pada sang Illahi Robbi, mengadu pada sang Maha Kuasa.

Kulangkahkan kaki ini menuju mushola. Namun, langkahku terhenti saat melihat sosok dua manusia yang berdiri di teras musola. Ya, Dia adalah cintaku, Mairaku dan Gus Hamam.

Gus Hamam menyodorkan sesuatu  kepada Maira. Ada yang sakit menusuk-nusuk hati ini. Ah, rasanya masih tak rela jika Maira dekat dengan laki-laki lain. Masih pantaskah apa yang Aku rasakan ini?

Maira, apakah kau sudah membaca surat dariku?
Maira, maafkan diriku telah menyakiti hatimu.

Aku menghela napas kasar dan mengurungkan niatku untuk ke mushola. Maira, semoga Gus Hamam mampu menyembuhkan luka hatimu karena penghianatanku padamu.

***
Sesuai kesepakatan dari kedua belah pikah keluarga. Pernikahanku dengan Ning Hasna akan dilaksanakan sebulan lagi.

Ning Hasna, dia memang gadis Sholehah berparas cantik dan memiliki sikap yang ramah pada siapapun. Senyumnya tak kalah manis pada Maira. Namun, hati tak bisa di minta kepada siapa cinta itu bersemayam. Semoga suatu saat nanti cinta itu ada untuknya.

***
Bersambung ...

Lentera Hati MairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang