3. Cincin

49 14 5
                                    

Happy Reading 😘

❤❤❤
Kerinduan yang sekian lama terpendam. Kini terobati karena sebuah pertemuan. Kamu adalah rinduku.
❤❤❤

"Ustaz Naufal. Mai," lirih Nur sambil menyenggol lengan kananku.

Aku terkejut akan kedatangannya. Kak Naufal? Benarkah itu? Aku mengerjapkan kedua mata untuk memastikan seseorang yang berjalan ke arahku bukan bayangan semu belaka.

"Maira, kok malah bengong," bisiknya.

"Astaghfirullah," lirihku.
Tersadar akan lamunanku.

Ya, kini sosok yang kurindukan telah berdiri tepat dihadapanku yang berjarak kurang lebih setengah meter dengan senyuman manisnya membuat detak jantung ini berpacu lebih cepat.

Senyuman itu masih sama dengan empat tahun yang lalu. Senyum yang menawan mampu melelehkan hatiku. Mungkin es di kutub utara bisa mencair ketika dia tersenyum, Eh.
Tuhan... Bolehkah aku meminta senyuman itu hanya untukku seorang?

Aku menatapnya sekilas lalu menunduk, rasa grogi telah menguasai diri ini. Hingga rasa penasaran berkecamuk memenuhu ruang hati.

"Untuk apa Kak Nuafal menemuiku?" gumamku dalam hati.

"Assalamualaikum," ucapnya.
"Wa'alaikum salam, Kak. Eh, Ustaz," jawabku Kikuk. Nur pun menjawab salam.

"Gimana Kabarnya, Mai," tanyanya.

"Alhamdulillah baik. Ustaz sendiri gimana kabarnya?"

"Ustaz? biasanya Kak," jawabnya sambil mengernyitkan dahinya.

"Kabarku buruk Mai, selama empat tahun ini, Karena aku selalu merindukan seseorang yang membuat tidurku tak nyenyak, makan pun tak enak," sambungnya.

'Ah, apa-apan ini jawabnya bucin sekali. Merindukan seseorang? Apakah itu aku. Ah, janagan GR Maira,' aku bermonolog dalam hati.

Aku mengalihkan pandangan ke jalan raya yang banyak kendaraan berlalu lalang.

"Aku ke kampus dulu ya kalau gitu," cicit Nur.

"Jangan,"
"Jangan,"

Aku dan Ustaz Naufal menjawab bersamaan.

"Kalau kamu pergi nanti akan menimbulkan fitnah Nur? aku ndak mau itu," sergahku sambil memegang tangan kirinya.

"Iya, Nur," jawab Kak Naufal.

"Yaudah deh, Ustaz mau ngomong apa sama Maira? buruan dong tujuh menit lagi masuk nih," tegur Nur.

Ustaz Naufal menghirup nafas dalam-dalam dan dihempaskan berlahan.

"Ekhem" Ustaz Naufal berdehem tampak gerogi. Aku menatapnya sekilas dan kembali menunduk dan penasan apa yang ingin Kak Naufal katakan. Pentingkah? Sampai harus menemui aku di sini.

"Maira, Aku ingin mengkhitbahmu," jelasnya.

Aku yang mendengar sepontan langsung mendongak menatap matanya, sorot ketulusan terpancar dari bola matanya yang teduh dan menengkan.

'Apa? Apa aku tidak salah dengar. Kak Nuafal melamarku? Sekalian lama tidak pernah berjumpa. Kini tiba-tiba datang melamar?' gumamku dalam hati. Aku masih diam bergeming.

"Selama empat tahun ini rasa ini masih sama Maira. Aku selalu merindukanmu dan namamu selalu kusebut di sepertiga malamku. Alhamdulillah takdir tuhan mempertemukan kita kembali. Itu artinya kita berjodoh Maira," sambungannya dengan senyum manisnya.

"Kak Naufal, rasa di hati ini juga masih sama kak, tak pernah berubah bahkan semakin bertambah," ucapku dalam hati. Bibirku mengatup rapat seolah tak mampu berucap sepatah kata pun.

Aku bengong, seolah tidak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.

"Maira, ambilah cincin ini sebagai pengikatnya jika kamu siap, aku akan segera kerumahmu untuk bertemu kepada orang tuamu," dia menyodorkan kotak segiempat berukuran kecil warna maroon yang telah dibukanya. Terdapat cincin perak dengan ukiran yang cantik.

Aku? Sungguh, aku bingung apa yang harus aku lakukan. Wanita mana yang tak bahagia ketika dia yang selalu kita rindukan tiba-tiba datang melamar? Tuhan... Inikah jawaban atas do'a-do'a yang telah kulangitkan?

Aku menoleh ke arah Nur yang dari tadi sibuk dengan gawainya. Dia tersenyum padaku dan mengangguk, aku ragu. Tapi Nur meyakinkan. Nyatanya rasaku padanya tak pernah berubah sedikitpun. Walau aku pernah mencoba untuk menepis gejolak rasa itu tapi nyatanya cinta itu semakin bermuara pada kalbu.

Aku pun meraih benda kotak berwarna maroon itu dengan senyum penuh kebahagiaan.

"Terimakasih, Maira. Secepatnya aku akan datang kerumahmu," ungkapnya dengan raut wajah girang.

Aku mengangguk dan menggenggam kotak segiempat berwarna maroon itu.

Aku pun pamit masuk ke dalam kampus karena waktu sudah menunjukkan jam mata kuliah pertama akan segera di mulai.

"Kalau begitu aku masuk dulu ya Kak, AssalamualaikumAssalamualaikum."

"Wa'alaikum salam," jawabnya dengan senyuman manisnya. Lagi dan lagi senyuman itu membuatku terkesima.

Aku bergegas berjalan menuju gerbang kampus menggandeng tangan Nur.
Bagaimana perasaanku saat ini? s
Sungguh, sangat bahagia yang tak terhingga. Senyumku mengembang terukir di bibirku membersamai kuliah hari ini.

Tuhan, terimakasih atas jalan takdirMu yang indah ini.

❤❤❤
Bersambung ...

Lentera Hati MairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang