20. Hospital

14.5K 1.7K 538
                                    

Haechan menempelkan pipinya pada tangan dingin Jaemin yang diinfus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haechan menempelkan pipinya pada tangan dingin Jaemin yang diinfus. Matanya menatap sang adik dengan sayu dan sendu, disusul helaan napas yang terdengar frustasi.

Kelopak mata Jaemin terpejam dengan damai, membuat ketakutan dalam diri Haechan semakin meningkat. Takut jika mata bulat favoritnya tidak lagi menunjukan eksistensi pada dunia. Mungkin jika saat itu tiba, Haechan memilih ikut mati saja. Untuk apa bertahan jika setengah jiwanya pergi?

Sudah hari ketiga sejak kecelakaan terjadi. Haechan mengalami retak pada tulang rusuk karena menghantam setir, sedikit banyak bersyukur tidak sampai melukai paru-paru. Walau tetap saja rasanya seperti sekarat saat tidak sengaja batuk atau menarik napas terlalu dalam. Kening Haechan juga mendapat tiga jahitan yang membuatnya merasa seperti Harry Potter. Lalu sisanya luka goresan di tangan dan pipi.

Tidak jauh berbeda, Jaemin juga mendapat jahitan di pelipis kiri dan patah tulang di tangan kiri. Hal yang membuat Haechan diliputi rasa bersalah luar biasa sejak detik pertama membuka mata tiga hari lalu. Bahkan anak itu juga meminta Suho agar mereka dijadikan satu ruangan saja supaya Haechan bisa lebih mudah mengawasi Jaemin, lupa jika dirinya juga sakit. Rasa takut Haechan mengalahkan nyeri di dadanya.

Tangan Haechan mengusap pelan pipi Jaemin, lalu memajukan wajahnya untuk mengecup pipi sang adik. "Hey, bangun yuk?"

Hanya ada detik jam dinding yang menyahut. Tidak ada siapapun di ruang rawat kecuali mereka berdua. Mark dan Renjun yang hari itu kebagian jaga, diusir paksa oleh Haechan karena kedua kakaknya itu belum makan sejak siang, sedangkan sekarang waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Haechan sendiri harusnya banyak beristirahat, namun yang ia lakukan adalah duduk di bangku sebelah brankar Jaemin dan mengelus rambutnya.

"Don't you miss me?" Haechan kembali mengecup pipi Jaemin. "Maaf udah buat kamu harus ngerasain hal kayak gini untuk yang kedua kalinya. Aku nggak becus banget ya jadi kakak? Haha."

Hanya napas teratur Jaemin yang menjawab.

"Kamu nggak ada niatan bangun terus jual aku, gitu?" Haechan terkekeh paksa. "Tapi dengan kondisi seperti ini, kayaknya harga jualnya jadi rendah deh, Na. Ya enggak apa-apa sih, setidaknya aku bisa lihat kamu marah-marah lagi karena kelakuan nakalku."

Tangan Haechan masih belum berhenti mengelus rambut Jaemin. "Dua kali Na, dua kali aku gagal jagain kamu. Dua kali juga aku harus lihat darah dan kamu jadi satu. Gambarnya nggak bisa hilang dari kepala aku, gambar kamu dan darah-darah itu masih betah di ingatan aku sampai sekarang. Aku takut banget, asli. Kalau aku lihat darah orang lain, aku biasa aja. Tapi kalau lihat darah kamu, aku rasanya mau mati aja. Aneh ya, padahal sama-sama darah warna merah."

Lagi, Haechan terkekeh paksa. Kali ini disertai satu air mata yang meluncur bebas di pipi.

"Jangan pergi," gumam Haechan sembari menempelkan pipinya pada pipi Jaemin. "Kalau mau pergi, ajak aku sekalian. Biar aku temani supaya kamu enggak sendirian kayak bocah hilang. Karena aku takut ditinggal sendirian sama kamu."

My Stupid Brothers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang