Boleh dibaca dulu chap sebelumnya terutama yg Finally dan Laut dan Langit Sore, kali aja udah lupa jalan ceritanya yekan :P
Kaki Haechan menapaki tangga satu persatu dengan perlahan. Siang itu keadaan sangat sunyi, hanya ada angin panas yang menerpa juga terik mentari tepat di atas kepala. Langkah kaki Haechan berhenti tepat di sebelah sebidang tanah yang dihias dengan cantik juga batu marmer hitam berukirkan nama seseorang yang Haechan hapal setengah mati.
Perlahan tubuh tinggi itu terduduk dan tangan mulai merapikan bunga-bunga yang sedikit berantakan. Untungnya paviliun yang terbangun kokoh membuat sinar mentari menghalangi Haechan dan sebidang tanah itu dari terik panas yang menyengat. Bunga marigold dan anyelir yang dipegang Haechan kini diletakkan di tanah yang masih terlihat baru dan segar oleh bunga-bunga cantik lain yang sudah lebih dulu ada.
Jemari Haechan perlahan mengelus batu marmer yang tertanam seakan tengah mengelus rambut seseorang. Di wajahnya tidak ada ekspresi nyata selain kekosongan yang tercetak sejak satu minggu yang lalu. Pun sama dengan bibirnya yang terkatup rapat dan tidak mengeluarkan suara apapun yang biasa keluar dari mulut ceriwisnya. Tujuh hari berlalu dengan sangat cepat, tetapi setengah jiwa Haechan yang direnggut paksa masih meninggalkan siksaan yang mungkin tidak akan hilang.
Batu marmer cantik yang mengukir nama Adhynata Jaemin Saga dielus lembut oleh Haechan. Lalu perlahan, Haechan menyandarkan pipinya pada nisan dan memejamkan mata. Paviliun San Diego Hills siang itu sangat damai dan menenangkan, terutama dengan bangunan kokoh yang membuat makam Jaemin menjadi teduh dan cantik. Perlahan Haechan memejamkan matanya, menikmati presensi Jaemin disebelahnya meski dalam wujud yang tak nyata dan hanya sekedar bayang dalam ingatan.
Satu minggu Haechan melewati waktu seperti manusia tanpa jiwa. Penyesalan teramat kuat mengakar dalam hati semenjak terakhir kali Haechan melepas tangan Jaemin. Harusnya malam itu Haechan tetap berada di samping Jaemin, menggenggam erat tangannya dan terus melontarkan kalimat-kalimat yang menjadi pegangan sang kembaran untuk terus bertahan. Harusnya Haechan tidak dikalahkan oleh rasa penasaran dan fokus mementingkan Jaemin lebih dari apapun. Jika saja Haechan tidak keluar, apakah Jaemin tetap bersamanya hingga detik ini?
Haechan tidak ingat apa yang terjadi malam itu, tepat setelah dokter dengan berat hati memberi tahu jika anak kelima Saga dinyatakan meninggal dunia. Kata Mark, Haechan berteriak keras dan nyaris menyerang sang dokter. Kata Chenle, suara Haechan terdengar hingga ke seluruh penjuru koridor. Kata Jeno, Haechan memeluk erat tubuh dingin Jaemin dan berteriak pada siapapun yang akan menyentuh mereka. Kata Renjun, Haechan berakhir pingsan.
Kata Jisung, tidak ada. Anak itu tidak lagi berbicara pada siapapun semenjak malam itu.
Haechan juga tidak ingat apa yang terjadi di rumah duka. Yeji memberitahu jika seluruh anak Saga seperti tidak memiliki jiwa dan hanya menyisakan raganya saja. Simpati dan empati yang ditunjukkan oleh orang-orang juga tidak digubris oleh mereka. Yeji juga bilang kalau Felix dan Ryujin tidak berhenti menangis serta Hyunjin yang bahkan tidak berani melihat isi peti. Hyunjin hanya menunggu di luar, menjauhkan diri dari orang-orang hingga Yeji terpaksa menariknya guna melihat wajah Jaemin untuk terakhir kali. Baru setelah itu tangis Hyunjin pecah dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid Brothers ✔
FanficTerkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam saudara tidak berakhlak dan beradab seperti ini. "Kalo dijual tambah gratis ongkir, ada yang mau?" 𝐋𝐨𝐜𝐚𝐥!𝐀𝐮 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬𝐡𝐢𝐩 �...