⚠ Full of drama ⚠
Jaemin perlahan membuka matanya, mengerjap beberapa kali karena merasakan pusing di kepalanya. Pandangannya lurus pada plafon putih serta bau obat-obatan yang menyerang indera penciumannya.Rasanya mual dan Jaemin ingin muntah, namun kepalanya berat sekali untuk diangkat. Ratusan detik bergulir dalam keheningan dengan tatapan tetap lurus ke plafon, membiarkan mual dan pening yang menderanya merosot turun.
Jaemin menyadari dirinya berada di mana, apalagi ketika ia merasakan sesuatu mengganjal di tangan kiri. Tanpa perlu menoleh, Jaemin sudah tahu bahwa ada selang infus yang mengalirkan cairan ke dalam tubuh. Jaemin terlampau hapal bagaimana bentuk jarum infus menusuk kulitnya.
Jaemin memikirkan sejenak alasan ia terdampar di rumah sakit seperti sekarang. Lalu kilas saat Chenle tak sengaja mendorong punggungnya terputar sesaat.
Helaan napas terdengar. Jaemin hanya tidak bisa mendapatkan dorongan kuat dari arah belakang, itu mengingatkannya akan kejadian menakutkan yang membuat Jaemin harus mengalami kondisi di antara hidup mati. Jaemin masih ingat bagaimana tubuhnya melayang bebas ke depan kemudian ujung anak tangga yang tajam menghantam langsung kepalanya. Atau bagaimana rasanya pecahan kaca snow globe menancap di beberapa bagian tubuhnya.
Menghabiskan waktu hampir dua bulan di rumah sakit bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Jaemin kemudian melihat sekeliling ruangan dan baru menyadari jika Chenle tertidur sembari memegang tangannya. Anak itu duduk di kursi dengan kepala bersandar pada ranjang pasien, jemari tangannya terselip di antara jemari Jaemin. Bahkan Jaemin bisa melihat ada jejak air mata yang mengering di pipi sang adik.
Jaemin menghela napas kemudian melepas pelan-pelan genggaman Chenle. Beruntung anak lumba-lumba itu tidak mudah terbangun, hanya menggeliat tanpa merasa terganggu. Jaemin juga baru sadar jika lima saudaranya yang lain juga berada disini, tertidur dengan posisi tidak nyaman.
Jisung, Jeno, dan Renjun berada di sofa panjang, dengan posisi si bungsu yang rebahan di atas paha kakak-kakaknya. Mark mengalah dan duduk di lantai dengan punggung bersandar pada dinding, tangannya mendekap jaket tebal. Haechan duduk di kursi lain, tepat di belakang kursi Chenle. Jaemin bisa jamin jika leher dan tubuh saudara-saudaranya akan pegal besok pagi.
Agaknya Jaemin merasa bersalah.
Pemuda itu berusaha duduk dan bersandar, menatap satu persatu saudaranya dengan tatapan sayu.
"Lemah banget sih lu Na, perkara didorong doang sampe bikin sodara-sodara lu kerepotan." Gumamnya sangat lirih.
Tatapannya jatuh pada Mark, kakak tertua yang selama ini selalu menjadi tameng pertama adik-adiknya. Meski Mark tidak becus dalam mencari barang dan memiliki orientasi menyimpang pada semangka, Jaemin tetap menyayangi Mark dengan seluruh jiwanya.
Masih membekas dalam ingatannya bagaimana sosok Andrewira Mark Saga selalu tenang dalam menghadapi masalah yang melibatkan adik-adiknya. Mark begitu mengayomi dan melindungi enam saudaranya dengan tangan sendiri. Tenang namun menghanyutkan, itulah Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid Brothers ✔
أدب الهواةTerkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam saudara tidak berakhlak dan beradab seperti ini. "Kalo dijual tambah gratis ongkir, ada yang mau?" 𝐋𝐨𝐜𝐚𝐥!𝐀𝐮 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬𝐡𝐢𝐩 �...