Sudah 20 menit Jaemin menatap kosong pada dinding kamarnya yang tergantung pigura sedang berisi foto potret tujuh anak Saga. Boneka singa pemberian si sulung didekap erat seakan hanya itu yang membuatnya tetap waras. Lampu kamar yang temaram juga suhu ruangan yang rendah membuat atmosfer terasa dingin dan mencekam.
Kepala Jaemin terasa penuh dan berat, begitu juga dadanya. Banyak kalimat yang tergiang di telinga dan sulit untuk hilang. Seluruh pikiran bertumpuk jadi satu dan seakan bisa meledak kapan saja. Pundaknya juga seperti menopang banyak beban yang belum terselesaikan dengan sempurna.
Tetapi yang paling menyakitkan, kata-kata Jeno waktu itu tidak bisa berhenti berputar di benaknya.
Adek lo terlalu naif, terlalu munafik, terlalu bodoh. Gue benci manusia yang serupa adek kembar lo, Adhyaska!
Jaemin mencengkram erat rambutnya, menarik dengan kencang hingga banyak helai yang rontok.
Jaemin terbiasa hidup dengan seluruh saudara yang bergantung padanya. Cinta yang diberikan mereka terlampau banyak dan jelas. Jadi ketika kata benci terlempar, Jaemin tidak mampu menerimanya dengan baik.
Naif.
Munafik.
Naif.
Munafik.
APA?! Puas lo ngebuat saudara lo berantem, hah?! Puas lo bikin kita pecah?!
"Nggak," Jaemin menggeleng sangat keras hingga lehernya sakit. Ia berusaha mengenyahkan kalimat itu di kepalanya. "Nggak Mas, nggak! Gue nggak maksud bikin kalian pecah! Sumpah demi Tuhan gue nggak mau!"
Titik air mata perlahan membasahi boneka singa pemberian Mark. Tubuh Jaemin bergetar dan dadanya benar-benar sesak.
Kurang sehat? Gila maksud lo?
"Gue nggak gila." Tarikan pada rambutnya semakin mengencang hingga semakin banyak helai yang rontok. Perih di kulit kepala seakan tidak lagi terasa. "Gue nggak gila Mas, kata Dokter ini bukan gila. Gue nggak gila!"
Tarikan pada rambut perlahan mengendur sejenak. Jaemin menatap boneka di pangkuannya dan memiringkan kepala.
"Gue nggak gila kan? Ya kan, Leo?"
Lalu tawa kecil terdengar. Tawa yang penuh frustasi dan keputusasaan.
"Mas Jen salah! Gue nggak gila, tau." Jaemin terkekeh lalu terdiam, menatap lurus pada sang boneka. "Ya kan?"
Tangan Jaemin yang semula berada di rambutnya, perlahan turun untuk mengelus bulu-bulu boneka yang tebal. Tatapannya hampa.
Gue benci manusia yang serupa adek kembar lo
"Tapi kenapa Mas benci sama gue ya?" gumamnya.
Gila maksud lo?
"Karna gue gila?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid Brothers ✔
FanfictionTerkadang Jaemin berpikir, dosa besar apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai harus mempunyai enam saudara tidak berakhlak dan beradab seperti ini. "Kalo dijual tambah gratis ongkir, ada yang mau?" 𝐋𝐨𝐜𝐚𝐥!𝐀𝐮 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬𝐡𝐢𝐩 �...