Agustus 2016
Gerimis kembali menghiasi pagi hari di Bulan Agustus ini. Lyra menarik napas panjang, tangannya merapatkan jas hujan yang dikenakannya. Kemudian gadis itu mencium tangan Ibu tirinya yang akhirnya mau pulang setelah Ayahnya memberi tahu kalau mereka batal berkunjung ke makam Ibu Lyra.
"Lyra berangkat dulu Bu, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Lalu seperti biasa gadis itu membonceng Ayahnya untuk berangkat sekolah, setelah melambai-lambai ceria pada Sasuke yang sedang menjilati tubuh di pelataran rumah.
Ayahnya yang guru di Sekolah Dasar kebetulan piket hari ini, jadilah mereka berdua berangkat lebih awal. Sebenarnya untuk menuju sekolahnya hanya butuh lima menit jika menaiki sepeda motor, bahkan sebenarnya Lyra bisa berangkat sendiri menggunakan sepeda. Namun gadis itu terlalu malas untuk mengayuh. Saat pulang sekolah juga Lyra lebih rela untuk menyerahkan selembar dua ribuan daripada harus berjalan kaki walau rumahnya dekat.
Seperti biasa, sekolahnya masih sepi padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas. Memang mayoritas siswa biasanya berangkat lima menit sebelum bel masuk, bahkan manusia seperti Jejen, Arif, dan Rival sering berangkat tiga puluh menit setelah bel masuk. Mereka biasanya dihukum untuk membaca asmaul husna--99 nama Allah-- di depan kelas. Namun karena mereka sering terbolak-balik dalam membacanya jadilah mereka menjadi tontonan gratis seisi kelas sampai jam istirahat pertama berbunyi.
Lyra melongok isi kelasnya yang hanya diisi oleh segelintir orang, Putri salah satunya.
"Selamat pagi cikgu!" sapa Lyra dengan ceria sambil menghampiri Putri. Gadis itu berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum lebar, walau dalam hati gadis itu tahu betul bahwa ada yang hilang dari dirinya.
Malam itu semuanya tampak baik-baik saja. Bintang yang bertebaran, angin malam yang berhembus kencang, cahaya kendaraan bermotor yang melintas, dan senyum ceria milik Sakti saat mengantarnya pulang. Bahkan masih lekat diingatan gadis itu saat Sakti tertawa mengejek Lyra yang bilang bahwa ia sering menonton sinetron Mermaid in Love. Pemuda itu tertawa habis-habisan, katanya tontonan Lyra sama saja dengan tontonan bocah seperti Mei.
Malamnya Lyra sulit tertidur, dipeluknya Sasuke dengan otaknya yang tak berhenti memutarkan segala ekspresi milik Sakti saat seharian bersamanya. Lalu gadis itu tertawa-tawa sendiri, membiarkan Sasuke menganggapnya sebagai gadis paling aneh di dunia. Paginya Lyra dengan semangat mengajak Ayahnya untuk berangkat awal, supaya cepat ke sekolah, supaya gadis itu cepat bertemu Sakti, supaya ia dapat mendengarkan pemuda itu bicara lagi mengenai banyak hal.
Namun saat ia sampai di sekolah, tak ditemukannya sosok Sakti. Padahal saat mereka bertemu pertama kali pemuda itu sudah ada di sekolah saat masih pagi sekali. Sampai istirahat pertama, Lyra baru menyadari pemuda itu memang tidak berangkat sekolah. Satu hari, dua hari, tiga hari, kemudian empat hari berlalu begitu saja dan pemuda itu masih belum menampakkan batang hidungnya di sekolah. Lyra khawatir, apa jangan-jangan saat mengantarnya pulang terjadi sesuatu pada Sakti? Lyra ingin bertanya tetapi tidak tahu siapa yang harus dihubungi. Pemuda itu bahkan tidak punya akun facebook atau bbm seperti yang lainnya, bahkan teman sekelasnya tidak ada yang punya nomor teleponnya.
Gadis itu juga sering tidak fokus dalam pelajarannya. Ia dihantui oleh rasa bersalah. Gadis itu takut terjadi sesuatu pada Sakti setelah mengantarnya pulang. Beberapa hari terakhir Lyra dan Putri jadi sering mengunjungi kelas Sakti hanya untuk mendapatkan keterangan dari si seksi absensi bahwa Sakti tidak masuk tanpa keterangan. Lalu Lyra menyerah, Sakti raib begitu saja.
***
Banyak hal bisa terjadi di bumi, termasuk razia rambut dadakan. Semuanya berawal dari ketua kelas IXA bernama Rizki yang tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba memakai peci terus saat ke sekolah. Padahal penutup kepala tersebut seharusnya dibuka saat sedang di dalam kelas. Lalu Bu Kiki yang jeli menyadari itu, dengan tanpa tedeng aling-aling beliau membuka paksa peci milik Rizki dan tampaklah rambutnya yang dicat warna oren gelap.
"Ya Allah!" hanya itu kata yang mampu diucapkan Bu Kiki setelah menghela napas panjang, lagi-lagi untuk menahan amarah.
"Rizki mau jadi Naruto," celetuk Reni asal.
Kemudian dipanggilah Amar, anak kelas yang pandai soal urusan cukur mencukur. Lalu semua laki-laki yang tadinya menertawai kebodohan Rizki jadi kicep seketika, menyadari rambut mereka juga akan menjadi tumbal.
"Ah anying!" maki Fizar saat Bu Kiki menariknya maju untuk dipangkas rambutnya setelah Rizki.
"Heh ngomongnya!" tegur Bu Kiki sambil menepuk pelan lengan Fizar.
"Bu satu anak lima ribu ya Bu," ucap Amar yang sedari tadi membantu memangkas rambut menggunakan mesin cukur yang memang disediakan sekolah.
"Tenang Mas Amar, pokoknya ini ni dicukur habis aja rambutnya," ucap Bu Kiki sambil menunjuk rambut Fizar yang sudah panjang.
"Walah bu, model Erik Mermaid aja Bu jangan gundul!" protes Fizar tidak terima.
"Inalloha maas shobirin Jar!" teriak Sol dari belakang sambil tertawa lepas, walau berikutnya pemuda itu dipelototi oleh Yarham yang merasa nama Ayahnya terpanggil.
Lalu kemudian semua anak kelas tertawa karena Yarham dan Sol juga turut ditarik Bu Kiki untuk dipangkas rambutnya. Mengantri setelah Fizar.
"Mamam tah duo S, Sol dan Sobirin!" ucap Fizar yang sudah botak, menertawai dua orang berikutnya yang sudah bermuka pias.
"Mar harap bisa berkompromi," ucap Yarham takzim, walau sebenarnya takut Amar juga memotong botak rambutnya.
"Bu Kiki tambahin jadi tujuh ribu per orang Mar, botakin aja," ucap Bu Kiki membuat seisi kelas tertawa kecuali Sol dan Yarham yang pias.
Lyra ikut tertawa terbahak-bahak. Manusia-manusia tidak normal, namun asik jika bercanda. Kelas ini tidak pernah sepi, terlebih lagi jika pelajaran Bu Kiki. Entah, tapi Lyra merasa hampir semua teman kelasnya sengaja membuat ulah saat di depan Bu Kiki.
Lyra tahu betul hampir semua latar belakang keluarga temannya yang tidak baik-baik saja. Kebanyakan adalah pencari perhatian karena tidak pernah mendapatkan perhatian dari orang tuanya, sebagian lagi adalah anak-anak yang orang tuanya terlalu yakin bahwa anaknya tidak akan terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Namun itu semua hal yang paling salah yang pernah orang dewasa lakukan, hal yang paling penting di usia peralihan menuju dewasa ini justru perhatian lebih, kasih sayang yang lebih, dan nasihat yang lebih. Berbicara tentang nasihat, Lyra jadi ingat Sakti.
Walau tuturnya pedas, Sakti sering memberi nasihat bijak yang selalu mampu menyentuh inti jantung gadis itu. Lalu pemuda itu berhasil membuat Lyra penasaran setengah mati dengan pribadinya. Membuat Lyra ingin lebih mengenal pemuda itu. Membuat Lyra ingin mendengar banyak cerita hidupnya. Terlalu klise kah jika gadis itu rindu? Lyra jadi terkekeh, hal paling konyol dalam hidupnya adalah merindukan seorang pemuda yang baru ia kenal satu hari, yang bahkan tidak ia ketahui apa pun tentang orang itu. Konyol sekaligus menyedihkan. Lyra jadi tertawa kecil, menertawakan dirinya sendiri.
***
1056Btw tokoh favoritku Naruto. Kangen nntn naruto.
KANGEN NARUTONYA DING HAHAHAHHAHAHAHA KANGEN BGT.
TP BOONG
TAPI BENERAN.
Jadi ingat, kalian tau lagunya one direction yg ini ga
I was so stupid for letting you go, but i know u're still the one
HAHAHAHAHAHHAHA PAS BGT
numpang curhat bentar, soalnya klo ke teman pasti dibilang gamon.
Enak saja.
PADAHAL KAN EMANG IYA AHAHAHHAHAAH
CANDA.
Dahlah w mo mikirin Mas Sakti. bye.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anomali (END)
عشوائي[Juara 1 Writing Challenge with Etherial Publisher 2021] "She wanna die but start live her life because of him." Ini cerita tentang penerimaan. Tentang seorang perempuan putus asa bertemu dengan laki-laki penuh asa, Sakti Abhimanyu.