Rumah sakit masih sama, putih dan bersih. Bedanya akses gadis itu masuk kali ini bukanlah lewat jalan rahasia melainkan lewat gerbang depan. Satpam yang berjaga membukakan pintu masuk menuju bagian dalam rumah sakit. Tempat berdiri berbagai ruang rawat inap.
Bu Kiki sudah berjalan terlebih dahulu, sementara Lyra dan dua temannya mengikuti di belakang.
"Ah lihat deh lampu tamannya warna ungu, cantik banget ya," ucap Rizki tiba-tiba menunjuk pada lampu taman rumah sakit yang berwarna ungu sambil menoleh pada Farhah. Padahal ini siang hari, tapi lampunya masih menyala. Pemuda itu memang paham betul kalau Farhah senang warna ungu.
Lyra jadi menoleh pada Farhah yang berjalan di tengah mereka. Gadis itu hanya tersenyum menanggapi Rizki yang bicara padanya.
"Bu nanti pulang dari sini traktiran baso dong," kali ini Rizki maju mensejajarkan langkah dengan Bu Kiki.
"Tenang, baso mercon nanti yang pedes banget dan ngetren itu," jawab Bu Kiki mengangguk menyanggupi.
"Lah, Aah kan nggak suka pedes Bu," jawab Rizki lagi. "Baso biasa aja, biar nggak kurusan dia," lanjut pemuda itu.
Lyra melongo, hanya menatap Farhah yang lagi-lagi hanya tersenyum. Kemudian gadis itu mendecih dalam hati. Iya sih Farhah dan Rizki katanya cuman sahabatan. Mereka tidak tahu saja seluruh dunia tahu kalau mereka saling suka. Lyra bisa stress sendiri kalau memikirkan kisah cinta dua orang itu. Tetapi ia juga iri, kenapa tidak ada laki-laki di hidupnya yang tahu segala hal tentangnya seperti halnya Rizki tahu segalanya tentang Farhah?
Gadis itu hanya menelan dalam-dalam segala keluhan tentang hidupnya yang hampa ini. Lyra kemudian melepas sepatunya mengikuti Bu Kiki dan Rizki yang sudah memasuki ruang anggrek, tempat Jejen di rawat.
Baru saja Lyra dan Farhah hendak memasuki kamar Jejen, sebuah teriakan menghentikan mereka. Di dalam sana, Jejen terlihat dimarahi oleh ibunya di depan Bu Kiki dan Rizki. Tetapi Jejen masih terlihat seperti biasanya, lesu dan mengantuk membuat pemuda itu malah semakin dimarahi.
"Konflik adalah ketidaksamaan pendapat antar satu individu dan individu lainnya," ucap Farhah tiba-tiba membuat Lyra jadi menoleh. Tumben sekali gadis kalem itu bicara, biasanya kan hanya mengangguk, menggeleng, dan senyum.
Farhah terlihat menghela napas, "Konflik ada agar hidup tidak statis. Supaya hidup jadi terasa hidup," lanjut gadis itu. Kaku sekali, seperti merapal mantra.
Lyra hanya meringis menyadari bahwa Farhah tidak mengajaknya bicara. Gadis itu hanya bicara sendiri.
"Hah, kamu di sini aja ya? Aku mau jenguk temanku sebentar," ucap Lyra akhirnya. Karena saat ini sepertinya waktu yang tepat untuk kabur dari Bu Kiki untuk menemui Mei.
Sebelum Farhah sempat mengangguk, gadis itu sudah terlebih dahulu beranjak. Ia memakai sepatunya dan berlari kecil menuju ruang aster.
Air terjun di depan ruang aster masih sama seperti biasa, ramai pengunjung. Walaupun para pengunjung kebanyakan hanya melamun sambil menatap air terjun karena memang tidak diperbolehkan untuk berisik. Lyra menatap sekeliling, namun tidak ditemukannya sosok Mei. Gadis itu lantas mengikuti cara yang Sakti lakukan tempo hari. Mengintip kamar satu per satu.
Lyra mendecak, padahal ia sudah dengan tidak tahu diri mengintip namun tetap tidak ditemukannya sosok Mei. Gadis itu kembali menuju air terjun, mencari sekali lagi. Namun kebanyakan yang berkunjung adalah wali pasien dewasa dan pasien yang juga sudah bukan anak-anak.
Lyra jadi menarik napas panjang, pasrah saja pada kenyataan bahwa ia tidak dapat menemukan Mei. Tetapi kemudian gadis itu tersadar, apa Mei sudah sembuh ya jadi dia tidak di rumah sakit lagi. Dengan pemikiran tersebut terbitlah senyum tipis di bibirnya, syukurlah kalau memang begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anomali (END)
Random[Juara 1 Writing Challenge with Etherial Publisher 2021] "She wanna die but start live her life because of him." Ini cerita tentang penerimaan. Tentang seorang perempuan putus asa bertemu dengan laki-laki penuh asa, Sakti Abhimanyu.