18. Manusia Keren

24 9 1
                                    

Hari masih pagi, bahkan bel jam istirahat pertama baru saja berbunyi. Semua murid kelas tiga berdiri bersandar pada pagar balkon depan kelas sembilan. Mereka menyoraki sesuatu yang lewat di  lapangan yang berada tepat di bawah mereka.

Lyra menatap prihatin pada Eca, Brillian, Lisa, Hani, dan Amini yang melambai-lambai bangga di bawah sana. Kelimanya digiring masuk ke ruang guru, disidang setelah barusan melabrak adik kelas. Di atas hampir semua kelas sembilan yang menyaksikan, menyoraki mereka. Ada yang kagum, ada juga yang mengejek.

"Mantap bosen kita kalau nggak ngapa-ngapain," teriak Eca bangga pada dirinya sendiri yang langsung disambut sorakan dari para murid kelas sembilan yang menonton.

"Asyik masuk BK!" Brillian sudah berjoget tidak jelas sambil mengikuti Eca memasuki ruang guru.

Sementara di belakangnya Lisa, Hani, dan Amini juga ikut tertawa tidak jelas. Mereka tidak terlihat menyesal sama sekali.

"Iya sih katanya adik kelas ngumpat di depan mereka, ya dilabrak lah!" ucap Veren, yang ikutan bersandar di balkon di sebelah Lyra.

"Padahal udah mau UN," ucap Lyra prihatin.

"Kirain masalah cowok," sahut Putri, turut menanggapi. Wajahnya masam, sebenarnya ia kasihan pada mereka  yang sudah masuk ruang guru itu.

"Halah, kemarin aja Septi nggak sengaja jatuhin mukenanya Yeti pas di Masjid udah dilabrak habis-habisan sama Mega. Aneh ya padahal bisa dibicarakan baik-baik," lanjut Veren, malah bergosip.

Lyra menggeleng-geleng tak heran. Kemarin Septi tidak sengaja membuat mukena Yeti basah, kemudian Mega sebagai teman sebangku Yeti justru melabrak Septi habis-habisan. Atas ketidaksengajaan gadis itu. Memang, praktik labrak melabrak sudah sangat akrab di sekolah ini. Lyra termasuk beruntung tidak pernah terkena masalah dengan siapa pun.

Dahulu pernah ada adik kelas bernama Ayu. Ayu ini satu angkatan dengan Lyra. Saat itu mereka masih duduk di bangku kelas tujuh dan belum mengerti banyak soal hierarki di sekolah ini. Ayu yang ceplas-ceplos tidak sengaja mengumpat di depan Mbak Puji, senior mereka di kelas sembilan. Langsunglah Ayu kena labrak. Tidak main-main, Mbak Puji menjambak Ayu saat akan melaksanakan Sholat Zuhur berjamaah di Masjid. Esok harinya, Mbak Puji dikeluarkan dari sekolah.

Menurut Lyra itu kasus labrak paling buruk sepanjang sejarah. Karena saat itu hampir seluruh siswa di sekolah ini takut pada Mbak Puji. Pasalnya perempuan itu definisi bad girl sungguhan. Sudah berulangkali ia di skors karena ketahuan merokok di sekolah. Bahkan saat naik bus pulang sudah jadi rahasia umum kalau Mbak Puji pasti merokok di jok paling belakang bus. Perempuan itu juga sering bergabung bersama para laki-laki tidak benar untuk mabok oplosan. Intinya pada saat itu sekolah seperti mendapat sinar baru saat Mbak Puji dikeluarkan karena melabrak Ayu.

Namun plot twist sebenarnya adalah, beberapa bulan setelah peristiwa itu Ayu dikeluarkan dari sekolah. Gadis SMP itu ketahuan berpacaran di kebun dan digrebeg warga. Jadilah untuk melindungi nama baik sekolah, ia langsung dikeluarkan.

Sebenarnya banyak sekali siswa yang dikeluarkan dari sekolah ini. Ada yang karena tidak pernah berangkat, ada yang karena hamil, mabuk, merokok, dan masih banyak lagi. Lyra terkadang seram sendiri, padahal ini masih SMP namun pergaulan teman-temannya tidak ada yang benar. Sulit sekali menemukan orang benar di sekolah ini. Makanya gadis itu heran bisa menemukan model seperti Sakti di sini.

Manusia seperti Sakti mungkin sangat mudah ditemukan bila di luar sekolah ini. Namun, keberadaan Sakti di sekolah ini merupakan sebuah anomali. Anomali yang Lyra sukai dan syukuri.

Lyra menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan. Angin di lantai dua berhembus sedang namun cukup untuk mengibarkan rambutnya. Hari masih mendung, sepertinya akan hujan lagi. Padahal sore nanti gadis itu berencana mengunjungi Sakti. Kemarin pemuda itu tiba-tiba ingin dibawakan buku novel. Jadilah Lyra meminjamnya dari Putri karena di perpustakaan sekolahnya memang tidak ada novel. Mungkin karena murid-muridnya memang sudah terbiasa dengan tabiat malas membaca jadilah daripada untuk novel dana yang ada digunakan untuk keperluan lainnya.

Novel yang dipinjamkan Putri berjudul Syarat Jatuh Cinta. Covernya berwarna biru muda dengan gambar animasi lucu di depannya. Lyra mencibir, kalau ia nanti kecanduan membaca novel pokoknya itu salah Sakti.

Sebenarnya sudah beberapa hari ini setiap pulang sekolah Lyra selalu menyempatkan mampir menjenguk Sakti. Keduanya saling bertukar cerita tentang hari yang mereka alami di depan air terjun rumah sakit yang berisik. Namun daripada bercerita, Lyra lebih senang mendengar cerita Sakti.

Mata pemuda itu selalu berbinar terang saat ia bercerita. Berkelap-kelip  memancarkan sinar ketulusan. Meskipun wajah pemuda itu tetap pucat.

Terakhir kali gadis itu berkunjung, Lyra bercerita mengenai ia yang marah karena Sasuke dibuang begitu saja. Sakti tersenyum tipis, mendengarkan Lyra dengan seksama. Lalu pemuda itu menarik napas panjang kemudian mulai bicara banyak. Ia mengibaratkan kucing sebagai hewan yang tidak Lyra suka. Pemuda itu menganalogikan ayam sebagai pengganti kucing. Lyra memang tidak pernah suka ayam. Pasalnya jika ayam milik tetangga datang ke halaman rumah Lyra, makhluk itu pasti akan membuang hajat di sana membuat Lyra jadi repot mengepel lantai. Maka pemuda itu bilang, begitupun Ibu tiri Lyra, ia tidak senang Sasuke buang hajat di kasurnya makanya perempuan itu ingin Sasuke pergi. Meskipun caranya mengusir Sasuke salah besar, karena Lyra sudah mencintai kucing itu layaknya saudara sendiri.

"Manusia itu banyak yang berhati baik kok Ra, banyak beda di karakter saja. Ada yang sensitif karena hidupnya enak terus dan tidak pernah diusik. Ada juga yang sensitif karena ia sudah banyak dilukai. Ada yang pembawaannya santai. Ada yang hangat, ada yang dingin. Ini semua masalah karakter saja. Kamu harus percaya bahwa kebanyakan orang di bumi berhati baik," tutur Sakti, pemuda itu kemudian meminum air mineral di pangkuannya sampai tandas.

Langit sudah berubah menjadi jingga, burung-burung bergerombol terbang rendah dan berputar-putar. Mereka seakan tahu kalau langit sebentar lagi meneteskan gerimis.

"Manusia itu jauh dari kata sempurna Ra, jadi sebagai sesama ya kita harus memaklumi. Mau bagaimanapun buruknya karakter orang lain, kita tetap butuh mereka. Supaya kehidupan kita seimbang. Supaya kita tidak jadi makhluk yang egois."

Lyra menoleh sebal, ia masih tidak terima Sasuke dibuang begitu saja.

"Tapi Ra meskipun kamu diperlakukan begitu kamu harus ikhlas. Karena kalau karakter kita indah, sikap kita indah ke orang lain kita juga bakal dapat yang indah-indah," sambung Sakti masih menasihati karena melihat Lyra yang belum lapang.

"Apa yang indah?"

"Surga misalnya," jawab pemuda itu cepat dan tepat, berhasil membungkam Lyra saat itu juga. Kemudian perlahan Lyra mengembangkan senyum tipisnya. Sakti terlalu keren, pemuda itu pandai sekali kalau soal menghasut orang. Atau sebenarnya pemuda itu memang keren, keren segalanya. Pribadinya, tuturnya, dan pembawaannya.

"Yang ikhlas ya Ra."

"Insyaallah Sakti."

***

Anomali (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang