9. Maaf

6.5K 652 17
                                    

*ketika engkau berbuat kesalahan, minta maaf lah secepatnya dan jangan ulang kembali kesalahan yang kau buat*

H
A
P
P
Y
READING!

Didalam ruang keluarga bernuansa putih itu, terpampang seorang lelaki yang sedang menonton televisi. Tak lupa dengan cemilan yang begitu banyak diatas meja. Kedua kakinya pun diletakkan diatas meja tersebut.

Saat tengah asyik berkutat dengan benda elektronik itu, tiba-tiba suara gebrakan pintu dari luar rumah terdengar begitu jelas. Walaupun suara televisi yang menyala dengan volume cukup keras.

Brakkk

Alden menoleh kebelakang ingin melangkahkan kaki meuju depan. Namun baru satu langkah ketiga manusia masuk dipenglihatannya.

"Masuk kamar sana, cuci muka, cuci kaki, gosok gigi,terus tidur!" gerutu Alzo yang tengah menggendong adik perempuannya yang memberontak itu.

Syaraf-syaraf di otak Alden bekerja, terdapat hal tak biasa dari si kembar yang baru datang itu. Apalagi saat melihat raut wajah kesal bercampur masam mereka. Dengan gadis kecilnya yang berontak ingin turun dari gendongan.

"Ada apa Alzo, ngapain pulang langsung marah-marah?" tanya Alden penasaran, menghampiri mereka.

Tak biasanya Alzo yang pendiam itu berubah menjadi cerewet. Apalagi raut wajahnya yang kesal dan menahan amarah.

"Duh pusing deh bang pusing. Adek abang ini, ahkkk nakal banget!" kesal Alzo.

Alden beralih menatap Alvin yang bersebelahan dengan kembaran adiknya.

Sang empu hanya mengangguk lemas, sebab distudio tadi ia sudah lelah membereskan semua kekacauan yang dibuat oleh adik perempuannya.

"Besok bang, kita nggak mau jaga Micha lagi!" tegas Alvin terduduk lemas di sofa.

Lelaki berusia 17 itu merentangkan tangannya dan memijit-mijit kepala yang terasa sedikit pusing.

"Lah kok gitu, kalian berdua kenapa? Seberapa nakal Micha sampe lemes gitu. Satu loh yang dijaga bukan sepuluh." Alden menatap Si kembar itu bergantian.

"Satu aja udah pusing gini, apalagi sepuluh. Stroke gue bang stroke!" bentak Alzo frustasi.

Alden mengangkat satu alisnya.

"Jelasin pelan-pelan, duduk dulu, tarik nafas." Ucap Alden memberi intruksi penenang.

Hah

Huft

Hah

Huft

Deru nafas Alzo yang memburu. "Sita aja deh motor gue bang, asal nggak jagain nih bocah lagi." putus Alzo pasrah dengan keadaan.

"Nih yah bang Micha itu udah berantakin studio, gangguin gue sama temen-temen latihan. Kabel dicolok-colok sama dia. Kalau kesemtrum terus is dead gimana?" Alvin memegang leher, memiringkan kepala, dan menjulurkan lidah.

Seperti orang yang mati karena bunuh diri dengan mencekik leher sendiri.

"Nggak boleh ngumpatin adek sendiri Alvin! Inget perkataan adalah do'a." nasehat Alden yang tak suka jika gadis kecil kesayangannya itu dido'akan meminggal.

Kepergian ibunya yang sudah lama berlalu saja masih terngiang jelas dimemori. Apalagi kehilangan adik perempuan satu-satunya. Lebih baik Alden mati saja dahulu, sebelum para adik-adiknya.

Alvin menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Khilaf bang, emosi gue." Cengirnya dengan menunjungkan jari yang membentuk huruf V.

"Parahnya bang dia nih genit sama temen gue." tunjuk Alvin kepada Micha.

Gadis kecil itu hanya menyengir, menampilkan deretan gigi mungilnya. Tanpa rasa bersalah sedikit pun. Polosnya!

"Dia salim, cium tangan sohib gue bang!" tegas Alvin, nafasnya memburu kala mengingat itu.

"Gue kesekolah aja kagak lu salim, pas sohib gue salim lu. Abang lu siapa heh?" bentak Alvin ditelinga Micha.

Bukannya takut bocah itu malah menutup telinganya dengan kedua tangan. Malas mendengar ocehan abangnya yang mengadu.

"Sama gue salim kok, pas mau pergi kerja. Tiap hari malah." Ujar Alden. Mengingat adiknya yang selalu mencium puncuk tangannya saat ia akan berangkat ke kantor.

"Bela teros bang, bela! Sampe dia mampus bang." kesal Alvin sekaligus iri.

"Lu yang mampus ntar!" timpal Alden tak terima.

Ia mengangkat Micha kepangkuannya. Membalikkan tubuh mungil itu untuk berhadapan. "Kenapa adek cium temennya abang? Siapa yang ajarin adek genit gitu?" tanya Alden menginttogasi sang adik.

Dengan polosnya Micha menjelaskan. "Temalin itu abang atu liat buk elte calim cama pak elte. Telus pak elte bilang abi pelgi dulu ya umi jitu." ujarnya tanpa rasa berdosa.

"Tan nama temennya abang Alvin itu Abhi jadi atu calim. Pintel tan atu." tambahnya membanggakan diri.

Mata Alden membulat sempurna.

"Astagfirullah hal'azim!!! Adek goblok." sahut Alden kesal dan beristigfar.

Alden mengatur nafas dan menahan kekesalannya itu. Mau bagaimana pun membentak sang adik bukanlah tindakan yang benar.

"Abangkan pernah bilang, yang boleh adek cium cuman. Siapa?" ucap Alden mengetes daya ingatan sang adik.

Micha menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal.

"Emp,"

"Abang," tunjuknya kedada bidang lelaki itu.

"Abang Alzo cama Abang Alvin." jawabnya kala mengingat perkataan sang kakak yang telah berlalu.

"Berarti selain itu?" tanya Alden lagi.

"Nggak boleh." jawab Micha dengan kepalanya yang mendusel-dusel dileher sang kakak.

"Itu tau, jangan lakuin itu lagi okee!" tegas Alden.

"Iya abang, maaf ya." ujar Micha setelah itu ia menguap.

Huaamm

"Udah, adek tidur ngantukkan?" tanya Alden melihat mata adiknya yang berat untuk terbuka. Mata itu sudah sayu untuk tertutup.

Micha hanya mengangguk dan setelah itu terdengar dekuran halus dari sang adik. Bocah itu tertidur apalagi dengan usapan-usapan yang Alden lakukan dipunggung Micha.

"Kalo udah begini terpaksa ikut gue besok, duh gimana?" batin Alden bergumam.

*JANGAN LUPA TEKAN BINTANG*
*TERIMA KASIH*

4 juni 2021



Micha and Brother [ENd✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang