21. Dibully

4.6K 502 57
                                    

♥HAPPY
READING!♥

Gadis bermata biru dan berambut kuning kecoklatan itu memasuki kamar dengan gusar. Memori yang terjadi disekolah tadi terus berputar didalam otak kecilnya. Mengunci pintu kamar dan bersender dibaliknya. Meringkuk memengang lutut dengan kedua tangan. Tas sekolah yang berada di punggung saja belum sempat ia lepas, sangking frustasinya.

"Mama sama papa kemana sih?"

"Kenapa ga pulang-pulang?"

"Apa bener mereka mati kalena aku?"

"Nggak! Mereka bohong!"

Ia menutup telinga dan menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan memori tidak mengenakkan yang berputar didalam otak.

flashback on

Tiga gadis kecil sebaya Micha mendekati dimana gadis itu duduk. Taman bermain sekolah yang telah tersedia. Dibawa pohon rimbun yang sejuk sambil meminum jus buah mangga yang ia bawa dari rumah.

"Ha-" Ucapan Micha terpotong secara tiba-tiba.

"Orang tua kamu udah mati?" tanya gadis berambut kuncir kuda itu dengan spontan tanpa basa-basi lagi.

"Mati?" Tanya Micha bingung.

"Iya mati, dikubur dalam tanah. Masa ga tau sih!" decak nya kesal.

Jesika namanya yang kerap disapa jeje oleh banyak orang. Tatapan sinis dan dagu terangkat tak lupa tangan tersikap didepan dada. Terlihat sekali bahwa gadis kecil itu angkuh.

"Siapa yang mati?" Micha masih bingung, apa maksud dari mereka. Ketiga abangnya tidak pernah membahas soal siapa yang mati, apa penyebabnya. Tidak ada!

"Mama sama papa kamu, dasar bego!"
Tutur gadis disamping Jeje yang diketahui bernama Cika itu.

"Pantesan hari pertama sekolah dianter sama abangnya, ternyata udah nggak punya orang tua. Kasian." Tambah Olin meledek.

"Mereka nggak mati! Mereka cuma pergi! Abang aku bilang gitu!" Protes Micha tak Terima dengan penuturan tersebut.

"Abang kamu itu bohong." Jelas Cika duduk disebelah Micha dan memakan permennya yang ia ambil dari dalam saku rok itu.

Apa mungkin abangnya berbohong?
Padahal mereka selalu mengajarkan Micha untuk tidak pernah berbohong.
Tidak mungkin kan? Pikirnya.

"Nggak!" Pungkas Micha tak terima.

"Mama kamu mati gara-gara kamu lahir, papa kamu mati gara-gara kamu juga. Kamu itu pembawa sial."

"Dasar anak yatim piatu!"

"Ngapain sih kamu sekolah disini, kamu itu kesialan tau ga? Sekolah ini buat yang punya orang tua. Kamu kan ga ada. Pindah sekolah gih."

Micha mengepalkan tangan, matanya sudah dipenuhi cairan kristal yang siap untuk jatuh.

"Aku bukan pembawa sial!"

"Mama papa aku nggak mati!

"Mereka cuma pelgi!"

"Tapi nggak pernah kembali." Ucapnya semakin lirih.

Air mata itu jatuh, berlinang membasahi kedua pipi. Hidung mungilnya juga memerah.

"Ya ga balik lah dodol, kan mereka udah mati!" Ujar Jeje menunjuk wajah Micha yang menangis.

Micha and Brother [ENd✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang