Satu jam telah berlalu begitu juga dengan Jehan yang sudah siap dengan beberapa menu makanan yang ia masak tadi. Berjajar rapi di atas meja lantas ia memilih untuk segera mendudukkan tubuhnya di kursi. Memandang ke seluruh penjuru ruangan bercat putih ini dengan helaan nafas berat.
Pertanyaan yang ia lontarkan tadi pun masih terngiang didalam kepalanya sekaligus jawaban dari sang empu yang cukup menyebalkan juga. Bagaimana tidak, saat ia sedang berbicara serius lelaki sialan itu malah menanggapinya dengan candaan. Bukan ia berharap sesuatu yang lebih untuk menjawab pertanyaannya tadi hanya saja Jehan ingin memastikan setelah mengikuti kata hatinya untuk memperjelas atas sikap aneh Jimin.
Tapi apa kalian tau apa yang lelaki itu katakan?
"Apa kau cemburu?"
Jimin diam seraya perlahan membalik tubuh dan memandang wajah Jehan yang nampak serius menunggu jawaban darinya. Ia mengamati dalam diam bagaimana sorot tajam sekaligus mimik wajah Jehan penuh ketegangan yang malah membuatnya tertawa dan tentu saja hal itu menciptakan kebingungan bagi Jehan.
"Kenapa tertawa?"
Jimin memegang perutnya lantas menggeleng masih dengan sisa kekehan "Tidak. Hanya saja wajahmu terlihat serius sekali seperti menunggu sesuatu yang besar" Jehan terdiam menatap Jimin dengan raut wajah dingin.
"Ok, ehem maaf" Jimin berdehem "Aku cemburu? Ck, kau berharap aku cemburu karena kalian dekat satu sama lain?" Ia menggeleng "Tidak akan. Aku hanya tidak tahan berlama-lama di sana karena aku sudah kelaparan dan kau? Kau malah asik berbicara dengannya"
Jehan memejamkan mata dan menghela berat "Baiklah kalau begitu aku akan memasak sekarang dan kau mandi sana! Kau sudah bau terasi"
"Sialan"
Begitulah sekilas perbincangannya dengan Jimin satu jam yang lalu. Ia menghela kembali hendak meraih piring namun belum sampai jarinya menyentuh porselen piring sebuah suara menghentikannya. Mau tak mau Jehan mengalihkan manik memandang torso seorang lelaki yang sedang berdiri di hadapannya dengan baju khas rumahan.
Jimin menarik kursi yang berada di hadapan Jehan dan langsung mendudukinya. "Kenapa tidak memanggilku jika sudah selesai? Kau tau aku menunggu lama sejak tadi"
Jehan memutar maniknya jengah "Memangnya aku pembantumu harus melakukan itu?"
"Ok, ok, maaf. Ngomong-ngomong kau masak apa?" Tanya Jimin sembari menatap hidangan di meja.
"Kau bisa melihatnya sendiri tidak perlu banyak tanya. Jika kau suka silahkan makan jika tidak akan aku habiskan. Tinggal memakannya saja repot sekali harus bertanya" Jawab Jehan dengan sarkas.
Mendengar jawaban mentah-mentah dari Jehan barusan berhasil membuat Jimin terkejut. "Kau kenapa sensi sekali?"
"Sudah tau kenapa masih bertanya?"
"Hah, dasar pemarah"
"Terima Kasih"
Mereka akhirnya memilih untuk makan malam bersama. Hanya suara dentingan sendok yang mengisi sunyinya malam ini tanpa diselingi pembicaraan sedikitpun.
Dilain tempat Tuan Na terlihat sedang termenung sendiri. Ia memandang ke depan dimana sudah tersusun rapi beberapa piring yang tersaji makan malam. Memandang sekeliling meja makan yang ia tempati, begitu sunyi seperti tidak ada kehidupan. Hingga sekelebat memori lamapun berputar di dalam kepalanya.
"Bunda bunda" suara kecil nan menggemaskan itu memenuhi seluruh ruangan. Menarik atensi seorang wanita yang sedang sibuk menata piring di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL
FanficRyu Jimin dipertemukan dengan seorang gadis yang berhasil menghentikan aksi bunuh dirinya. Pertemuan yang tak disengaja tersebut membuat mereka saling mengetahui problematik kehidupan satu sama lain. Dari hal terkecil hingga menguak kebenaran yang s...