~Move on?~

7 1 0
                                    

@_@

Setelah beberapa hari aku melamun tak karuan, kini aku kembali mencoba menata rasa sakit yang begitu menyakitkan itu. Kedatangan ria seolah mengisi kekosongan ruang yang hampa ada di sela hati ini.

Entah kalimat itu berlebihan atau tidak, tapi begitulah yang aku rasakan. Ria begitu beda dengan siapapun yang pernah aku kenal. Dia lebih dari unik.

Pagi ini aku justru hanya duduk di bangku yang berada di depan ruang guru, entah akan menjadi kebiasaan atau tidak, menunggu ria hanya lewat datang dan menyapaku adalah sesuatu yang spesial. Meski banyak adik kelas lain yang berseliweran masuk dan menyapa. Tapi sapaan ria membuat hati ini begitu damai rasanya.

***

Saat jam istirahat, aku menuju taman sekolah, dimana di tempat yang sama aku pernah ditolak oleh adel. Belum beberapa menit di sana, Marveil datang dan menyapaku.

"Hai ka," sapanya. "Lagi ngapain ka," sambungnya membuka pembicaraan. "Gak ngapa-ngapain sih, gabut aja gitu istirahat gini," ujarku.

"Masih kepikiran sama adel ya ka,?" ujarnya canggung membuka percakapan, dia mencari topik yang pas. "Enggak sih, cuma gimana ya, penolakan cinta pertama itu pasti membekas," ujarku seadanya, aku tau marveil anak yang baik.

"Lagi pula, kalau kamu mau tau, itu pertama kalinya saya nembak cewek," ujarku santay. Dia hanya membalas dengan anggukan. "Jadi mungkin agak aneh aja rasanya," sambungku.

"Wajar kan?," ujarku. "Emang wajar sih, rasa yang pertama selalu berkesan meski ujungnya menyakitkan," timpal marveil.

Entah aku dan marveil sepertinya nyambung saja, aku tak pernah selega ini curhat masalah pribadi. Dengan aria pun tidak selepas ini bebannya.

Aku bercerita tentang ria pada Marveil. Semuanya. Ya kalau aria tidak usah pasti nanti tau sendiri.

***

Bel pulangpun berbunyi, aku berberes perlengkapan sekolah yang berantakan. Ada atau enggak guru di kelas, aku pasti mengeluarkan buku dan pulpen. Entah itu sudah menjadi kebiasaan bagi diriku.

Di grup chat dewan ambalan, reynandi bilang mau ngadain kumpulan habis pulang sekolah, penting katanga perihal pelantikan dan lomba yang beberapa bulan lagi akan dijalankan sebagai program kerja.

"Ya, kamu kumpulan kan?," tanyaku pada aria. "Ya iyalah, nanti kalau enggak di alfa lagi sama lho," ujarnya. Dia memang benar, aku megang absen dewan. Jadi aria tidak bisa  macam-macam. Apa lagi sekedar bolos kumpulan.

"Jadi gini waktu lomba kan bentar lagi, jadi saya minta tolong buat segera adakan seleksi bagi kelas X yang minta ikut lomba. Dan tolong persiapin dari sekarang untuk agenda pelantikan, soalnya seminggu setelah lomba kan acara. Jadi saya harapkan kerani, untuk bekerja ekstra dalam bidang kesekretariatan," ujar panjang reynandi.

"Tolong ka Randju nanti nge-handle masalah proposal kegiatan pelantikan ya, sama pengajuan keuangan lomba ke pihak sekolah juga nanti kerjasama ka shilvana," sambung reynandi.

Aria hanya cengengesan sendiri, aku tau dia sedang meledekku. Aku langsung menyikutnya. Dan emang dasar, si aria biang perkara. Dia bilang "Rasain," ujarnya sambil cengengesan gak berhenti-henti. Dia memang paling seneng kalau temennya kesusahan. Dasar kamvret.

Selain itu ada evaluasi tentang eskul tiap minggu. Dan banyak pembahasan lainnya. Aku kembali ditunjuk menjadi tim penyeleksi peserta lomba bersama aria dan beberapa dewan putri, ya siapa lagi kalau bukan shilvana dan azahro.

Setelah kumpulan dewan, aku pulang dan aku melihat ria sedang jalan. "Loh ri, kok jalan kaki?," ujarku sambil melihat depan belakang memastikan dia benar-benar jalan kaki. Aku penasaran.

"Iya nih ka, tadi pagi motorku mogok pas berangkat, jadi di tengah perjalanan aku taro di bengkel deh, terus aku naik angkot. Eh pas pulang angkotnya gak dateng-dateng, ya udah deh terpaksa jalan kaki aja," jelasnya, dia amat persemangat menjelaskan kronologisnya. Aku hanya tertegun dan tersenyum kecil.

"Yaudah naik," ujarku. "Mau kemana ka?," ujarnya polos. "Kamu mau ngamperin motor kamu pake jalan kaki?," ujarku merayu. "Yaudah gak papa sih," sambungku dengan nada semakin merayu.

"Eh jangan deh ka," ujarnya sambil menarik tasku. "Aku ikut ya, tenang tinggal 500 meter lagi kok ka," ujarnya. "Ok, tapi lepas dulu nih tangannya dari tas," ujarku. "Yaudah ayo naik," ujarku.

Diapun naik tanpa aba-aba. Hingga hampir saja terjatuh. "Lain kali hati-hati ria," ujarku dengan nada berbicara sedikit menekan.

Sesampainya di bengkel, motor ria masih diutak atik sama montirnya. "Kakak boleh nemenin kamu nungguin motorkan?," tawarku. "Boleh," jawabnya dengan nada terbata-bata. "Kalau kakak gak sibuk sih, lagian aku juga gabut kalau sendirian," ujarnya, lagi-lagi dia berhasil membuatku tersenyum untuk kesekian kalinya.

"Masih lama gak bang," tanyaku pada montir yang memperbaiki motor ria. "bentar lagi nih," ujar abang montirnya. "Emang kenapa sih?," tanyaku kepo. Sedangkan si empunya motor justru santay duduk dibangku yang tersedia di bengkel itu.

"Biasa nih karburatornya nih kotor," ujar abang montir. "Jadi suka ngadat deh mesinnya," sambung abang montir itu. Sambil memasang beberapa baut dari tangannya. "Oh pantes," ujarku.

"Ri, kapan terakhir kali kamu servis motor?," tanyaku. "Udah lama sih sekitar, ya, 1 bulan lebih deh, emang kenapa ka?, tanyanya. "Emang rusaknya parah ya?," tanyanya lagi. Dia memang selalu menyeletuk kalimat-kalimat nyeleneh. Itu membuatku tak bisa henti henti meringis menahan tawa.

"Iya parah, harus ganti banyak komponen katanya," ujarku usil. "Emang iya ya bang, ganti banyak komponen?," tanya ria dengan muka yang ekspresif, dia selalu berhasil membuatku lepas untuk tersenyum. Dan itu pelan menghilangkan rasa sakit yang aneh itu.

"Eh beli es yuk, kamu haus kan," ujarku menawarkan. Aku melihat tukang es jeruk disebrang bengkel.

"Boleh tuh ka," timpalnya. "Bentar ya, kamu tunggu sini," perintahku. Aku bergegas menyebrang untuk membeli es jeruk itu.

"Mas es nya 2 ya," ujarku pada penjual es jeruk itu. "Oh iya bentar ya mas," ujar penjual itu. Tak perlu waktu lama pesananku sudah jadi. "Ini mas," ujar penjual itu dan menyodorkan es pesananku.

"Oh iya mas, ini uangnya, pas ya," ujarku menutup transaksi. "Makasih mas," ujar penjual itu. Setelah itu aku kembali pada ria yang sedang sibuk dengan hp-nya dan sambil ketawa. Begitu senyaman itu aku melihatnya.

"Nih es nya," ujarku dan minuman itu langsung diambil dari tanganku dengan sarkas. Dia memang lucu, mungkin kalimat itu cocok untuk sosok ria yang nyeleneh.

"Ketawa-ketawa mulu dari tadi, liatin apaan sih," ujarku sambil menengok hp yang ada ditanganya. "Ini lho ka foto aku pas ngerayain ultah adel di rumahnya," ujarnya.

"Coba mana liat," aku meminta hp yang ada di tangannya. "Nih ka," ia memberikannya. "Iya ih kaya orang gila yang kemarin lewat depan SMA," ucapku disusul tawa. Dia tak marah justru dia malah ikut tertawa. Dia bener-bener beda.

Kami larut dengan canda tawa. Entah sangat random sekali percakapan kita. Dari mulai hobi sampai hal lainnya. Membuatku akrab dengan ria. Sampai tak sadar motor ria sudah dibereskan oleh montir.

"Dah selesai," ujar montir itu seraya meregangkan otot-otot yang sidah berjibaku dengan mesin motor milik ria. "Alhamdulillah," ujar kami berbarengan. Ini bener-bener kebetulan.

Kami pun bergegas pulang setelah ria membayar tagihannya. Aku tak mau dia menolak, jelasnya aku pun sedang tidak megang uang lebih saat itu. Maklum krisis monoter di kantong saku-ku.

Bagi ini hari yang damai, entah hati ini sudah merasa nyaman dengan hadirnya ria. Entah sosok ria sebagai pengganti sedih nantinya atau justru akan menjadi pengobat abadi. Aku tahu.

Short ending

"Jangan benci hal yang pernah menyakitimu, karena itu akan membuatmu justru akan lebih sakit lagi,"_Adi. R

Ku Gantung Harapanku di Sebatas Patok Tenda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang